Diagnosis Gangguan Psikotik Akut
Penegakan diagnosis gangguan psikotik akut melalui eksplorasi status mental dalam proses anamnesis serta observasi perilaku pasien. Data pendukung diambil dari keterangan keluarga yang mengetahui perubahan kondisi mental pasien. Pedoman diagnosis gangguan psikotik akut ada dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders 5 (DSM-5) dan International Classification Of Diseases 11th Revision (ICD-11). [2,18]
Anamnesis
Autoanamnesis dan observasi perilaku pasien gangguan psikotik akut menunjukkan gangguan pada status mental:
- Gangguan proses pikir: pikiran tidak realistik, waham yang disertai arus pikir kacau
- Gangguan persepsi: halusinasi, ilusi, depersonalisasi dan derealisasi
- Gangguan pembicaraan dan gangguan psikomotor: gaduh gelisah, mondar-mandir, tindakan yang membahayakan diri sendiri dan lingkungan[19]
Data pendukung dari keluarga terdekat atau orang yang tinggal bersama akan memperjelas perubahan yang dialami, pemahaman sumber stresor, riwayat gangguan psikiatrik dan gangguan medis sebelumnya, riwayat penyalahgunaan zat, riwayat tumbuh kembang dan ciri kepribadian sebagai bahan penunjang diagnosis. [19]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding gangguan psikotik akut didasarkan pada beberapa kemungkinan penyebab lain yang mendasari seperti keterlibatan faktor organik, gangguan medis serta riwayat penggunaan zat atau obat. Penelusuran data melalui anamnesis akan mengarah pada beberapa diagnosis banding, di antaranya:
Gangguan Mental Organik
Gejala psikotik pada gangguan mental organik dengan dasar gangguan metabolik seperti pada gangguan delirium, tumor otak, epilepsi (post ictal psychosis), sindrom Cushing, cerebral anoxia, trauma kepala. Seperti gangguan psikiatri lainnya, penyebab organik harus lebih dahulu disingkirkan dan ditangani sesuai etiologi. [2]
Substance Use Disorder
Substance use disorder dapat menyebabkan gejala delirium dan intoksikasi yang mengarah pada gejala psikotik. Anamnesis akan didapatkan keterangan penggunaan zat atau obat tertentu hingga muncul gejala psikotik. Tes laboratorium dapat bermanfaat untuk skrining adanya substance use disorder, misalnya kadar alkohol dalam darah atau skrining obat melalui urine.[2]
Gangguan Depresi dan Bipolar
Diagnosis gangguan psikotik akut tidak boleh ditegakkan apabila gejala psikotik yang muncul pada diri pasien merupakan bagian dari episode mood. Hal ini akan tampak selama observasi perilaku dan keterangan perubahan pola mood sebagai bagian dari depresi, manik atau episode campuran. [2]
Gangguan Psikotik Lain
Dokter perlu memikirkan kondisi gangguan psikotik lain ketika durasi gejala psikotik menetap selama 1 bulan atau lebih, di antaranya gangguan skizofreniform, gangguan waham, gangguan depresi dengan gejala psikotik, gangguan bipolar dengan gejala psikotik, tergantung pada gejala yang muncul ketika dilakukan pemeriksaan. Dokter harus mengevaluasi kemungkinan episode kekambuhan gejala psikotik.
Malingering and Factitious Disorder
Pasien malingering seolah mengalami gejala psikotik, namun hal ini didasarkan pada sikap berpura-pura serta didapatkan bukti bahwa perilaku tersebut muncul dengan tujuan yang jelas, misalnya untuk menghindari penangkapan atau tuduhan kriminal. Sebaliknya, pada factitious disorder, perilaku pura-pura pasien tidak memiliki tujuan yang jelas selain kesenangan pribadi atau mencari perhatian. Dokter perlu melakukan observasi perilaku harian terhadap kondisi tersebut untuk membedakan dengan gangguan psikotik akut.
Gangguan Kepribadian
Pada beberapa orang dengan gangguan kepribadian, munculnya stresor psikososial dapat mencetuskan kejadian gangguan psikotik akut. Gejala yang muncul bersifat sementara dan tidak memerlukan diagnosis terpisah (tetap menjadi bagian dari gangguan kepribadian). Namun, apabila gejala psikotik bertahan setidaknya 1 hari, maka diagnosis gangguan psikotik akut perlu ditambahkan (selain gangguan kepribadian). [2]
Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada pemeriksaan penunjang yang sepenuhnya menegakkan gangguan psikotik akut. Pemeriksaan penunjang sesuai indikasi apabila ada kecenderungan gangguan fisik atau gangguan mental organik yang mendasari. Apabila dokter curiga adanya kejang yang mendasari kejadian psikotik maka disarankan pemeriksaan EEG, demikian halnya pada penyalahgunaan zat maka tes urine dapat dilakukan.
Kriteria Diagnosis DSM-5
Penegakan diagnosis gangguan psikotik akut berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders 5 (DSM-5), harus memenuhi tiga aspek kriteria diagnosis berikut ini:
1. Munculnya satu (atau lebih) gejala berikut ini:
a. Waham
b. Halusinasi
c. Pembicaraan yang kacau (sering keliru atau inkoheren)
d. Tingkah laku yang kacau atau katatonik
- Setidaknya harus ada 1 di antara gejala a-c
- Catatan: tidak menjadi bagian dari gejala jika respons yang muncul merupakan bagian atau sikap yang dapat diterima dalam budaya setempat
2. Durasi munculnya gangguan setidaknya 1 hari namun kurang dari 1 bulan, disertai kembalinya fungsi premorbid (fungsi kembali penuh seperti sebelum mengalami gangguan)
3. Gangguan yang muncul tidak dijelaskan lebih baik melalui kondisi gangguan depresi mayor atau gangguan bipolar dengan gejala psikotik atau gangguan psikotik lain seperti schizophrenia atau katatonia, dan tidak disebabkan efek penyalahgunaan zat (penyalahgunaan obat, dalam masa pengobatan) atau kondisi medis lain[2]
Dokter juga harus menilai apakah gangguan psikotik akut yang terjadi merupakan respons terhadap suatu stresor (gangguan psikotik akut disertai stresor / brief reactive psychosis) atau muncul selama kehamilan hingga 4 minggu postpartum (gangguan psikotik akut dengan onset postpartum. [2]
Kriteria Diagnosis ICD-11
Diagnosis gangguan psikotik akut dalam International Classification Of Diseases 11th Revision (ICD-11) dijelaskan bahwa gangguan ditandai oleh onset gejala psikotik akut yang muncul tanpa fase prodromal dan mencapai tingkat keparahan maksimal dalam dua minggu. Gejala terdiri dari waham, halusinasi, kekacauan proses pikir, kebingungan, serta gangguan afek dan mood. Gangguan psikomotor yang menyerupai kondisi katatonia dapat muncul. [18]
Gejala akan berubah secara cepat, dalam perjalanan dan intensitasnya, dari hari ke hari, atau dalam satu hari. Durasi episode tidak lebih dari 3 bulan, dan sering berakhir dalam beberapa hari hingga 1 bulan. Gejala tidak merupakan manifestasi dari gangguan kondisi kesehatan lain (contoh: tumor otak) dan efek penggunaan zat atau pengobatan yang berhubungan dengan sistem saraf pusat (contoh: kortikosteroid) termasuk efek lepas zat (contoh: gejala withdrawal alcohol use disorder). [18]