Diagnosis Gangguan Makan
Diagnosis gangguan makan ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis PPDGJ III/ ICD 10 atau DSM 5. Gangguan makan yang tercakup dalam kriteria diagnosis ini antara lain adalah anorexia nervosa, bulimia nervosa, binge eating disorder, dan avoidant/restrictive food intake disorder (ARFID). Gangguan makan yang mulai banyak ditemukan namun belum masuk dalam kriteria diagnosis adalah orthorexia nervosa.
Anamnesis
Pasien-pasien yang dicurigai mengalami gangguan makan seringkali menunjukkan gejala-gejala seperti indeks masa tubuh (IMT) yang terlalu rendah atau terlalu tinggi, penurunan berat badan dengan cepat, diet atau pembatasan makanan yang menimbulkan kekhawatiran bagi keluarga, masalah menstrual atau endokrin lainnya, dan masalah saluran pencernaan yang tidak bisa dijelaskan.
Sering kali, keluarga melaporkan adanya perubahan perilaku makan, penarikan diri secara sosial, atau masalah kesehatan mental lainnya (termasuk depresi, gangguan cemas, dan gangguan obsesif kompulsif). Pasien juga seringkali melaporkan kekhawatiran berlebihan mengenai berat badan atau bentuk tubuhnya.
Pada gangguan makan, gejala dapat melibatkan restriksi asupan, kesulitan menaikkan berat badan, gangguan terhadap bodi image, olah raga berlebihan, mudah kenyang, konstipasi, dan penggunaan obat-obatan yang tidak pada tempatnya (misal laksatif atau diuretik). Pasien juga bisa memiliki gangguan perilaku makan, misalnya senang makan sendiri dan dalam pola ritualisik seperti waktu makan yang lama atau memotong-motong makanan menjadi sangat kecil sebelum mulai makan. [7]
Pemeriksaan fisik
Temuan pemeriksaan fisik pada gangguan makan sering kali tidak spesifik. Komplikasi yang timbul dari gangguan makan bisa menyebabkan gangguan pada berbagai sistem organ.
Pada pemeriksaan tanda vital, perlu diperiksa adanya tanda kegawatan akibat gangguan makan. Pengukuran berat dan tinggi badan harus akurat. Pada anak dan remaja, bila memungkinkan, sebaiknya juga didapatkan data perkembangan berat dan tinggi badan. [11]
Pemeriksaan fisik sering kali menunjukkan adanya tanda-tanda fisik malnutrisi, termasuk masalah sirkulasi, pusing, palpitasi, atau pucat. Pada pemeriksaan juga bisa ditemukan nyeri abdomen yang berhubungan dengan muntah yang frekuen atau pembatasan makan.
Temuan pemeriksaan kulit dapat berupa kulit kering, hilangnya lemak subkutan, lanugo, dan hiperkarotenemia. Pasien yang sering melakukan induksi muntah dapat menunjukkan kalus pada bagian dorsal tangan yang dominan, hilangnya enamel dental, dan pembesaran kelenjar ludah. [7]
Diagnosis Banding
Berbagai masalah medis bisa menjadi diagnosis banding gangguan makan, misalnya hipertiroid, diabetes mellitus, dan depresi. [11]
Hipertiroid
Penurunan berat badan signifikan juga bisa dialami pasien dengan hipertiroid. Pada pasien hipertiroid, keluhan juga bisa disertai tremor, mudah berkeringat, palpitasi, dan eksoftalmus. Untuk membedakan dengan gangguan makan, dapat dilakukan pemeriksaan fisik pada kelenjar tiroid dan pemeriksaan laboratorium kadar hormon tiroid.
Diabetes Mellitus
Pada pasien dengan diabetes mellitus, sering mengalami penurunan berat badan dengan peningkatan asupan (polifagia). Pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis diabetes mellitus antara lai HbA1c, gula darah puasa, dan tes toleransi glukosa oral.
Depresi
Pasien dengan depresi sering mengalami penurunan nafsu makan. Pasien depresi juga dapat mengalami gangguan somatik yang menyerupai gangguan makan, seperti konstipasi, diare, kembung, mual, dan muntah. Selain itu, pada depresi juga akan muncul gejala seperti mudah menangis, murung, anhedonia, dan rasa tidak berharga.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada gangguan makan sering kali normal atau tidak spesifik. Namun, mampu membantu menyingkirkan diagnosis banding. Pada keadaan gangguan makan yang berat, bisa didapatkan pansitopenia dan osteopenia.
Pemeriksaan Laboratorium
Pada pasien dengan gangguan makan, tidak jarang ditemukan leukopenia yang diduga disebabkan oleh peningkatan marginasi neutrofil. Pada kasus yang berat, bisa didapatkan pansitopenia.
Jika dilakukan pemeriksaan gula darah, bisa didapatkan kadar yang rendah Hiokloremik, hipokalemik, atau alkalosis metabolik bisa muncul pada pasien yang melakukan induksi muntah. Hipokalemia bisa timbul sebagai akibat penggunaan laksatif dan diuretik. Hipokalemia berat dapat menyebabkan aritmia jantung, kelemahan otot, hingga konfusi. Hiponatremia bisa muncul pada pasien yang minum air terlalu banyak.
Jika dilakukan pemeriksaan fungsi tiroid, bisa didapatkan gambaran euthyroid sick syndrome, dengan triiodotironin dan tiroksin yang rendah disertai kadar thyroid stimulating hotmone (TSH) normal. [7,11]
Radiologi
Osteopenia pada gangguan makan dapat disebabkan berbagai faktor, seperti penurunan kadar estrogen atau ketidakcukupan mikronutrien. Pemeriksaan dual energy x ray absorptiometry dianjurkan dilakukan pada pasien dengan gangguan makan yang mengalami amenorrhea selama lebih dari 6 bulan. [7,11]
Kriteria Diagnostik PPDGJ-III
Dalam PPDGJ III/ICD 10, hanya terdapat dua kriteria gangguan makan spesifik, yaitu anorexia nervosa dan bulimia nervosa [12].
Anorexia Nervosa
Anorexia nervosa adalah gangguan makan yang ditandai oleh upaya-upaya dengan sengaja untuk menurunkan berat badan yang diinduksi atau dipertahankan oleh pasien. Kriteria diagnosis untuk anorexia nervosa adalah :
a. Berat badan yang dipertahankan 15% di bawah berat badan yang seharusnya atau IMT ≤ 17,5. Pada penderita pra pubertas, bisa terjadi kegagalan untuk mencapai berat badan yang diharapkan selama periode pertumbuhan
b. Berkurangnya berat badan dilakukan sendiri dengan cara menghindari makanan yang mengandung lemak dan salah satu dari hal-hal berikut :
- Merangsang muntah dengan sengaja
- Menggunakan obat pencahar
- Olah raga berlebihan
- Memakai obat penekan nafsu makan dan atau diuretika
c. Terdapat distorsi body image dalam bentuk psikopatologi yang spesifik di mana terdapat ketakutan menjadi gemuk yang terus menerus
d. Adanya gangguan endokrin yang meluas, melibatkan hypothalamic-pituitary-gonadal axis, dengan manifestasi pada wanita sebagai amenore dan pada pria sebagai kehilangan minat dan potensi seksual. Juga dapat terjadi kenaikan hormon pertumbuhan, naiknya kadar kortisol, perubahan metabolisme periferal hormon tiroid, dan sekresi insulin abnormal
e. Jika onset terjadi pada masa pra pubertas, perkembangan pubertas bisa tertunda atau bahkan terhenti (berhentinya pertumbuhan, tidak berkembangnya payudara dan amenore pada perempuan, pada anak laki-laki genitalnya tetap kecil).
Bulimia Nervosa
Menurut PPDGJ III, bulimia nervosa ditandai oleh adanya episode makan berlebhan dan preokupasi yang berlebihan mengenai berat badan, sehingga pasien menggunakan metode ekstrem untuk menghilang efek “gemuk” akibat makanan. Kriteria diagnosis bulimia nervosa adalah:
a. Terdapat perokupasi yang menetap untuk makan dan ketagihan (craving) terhadap makanan yang tidak bisa dilawan, penderita tidak berdaya terhadap datangnya episode makan berlebihan, di mana makanan dalam jumlah besar dimakan dalam waktu singkat.
b. Pasien berusaha melawan efek kegemukan dengan salah satu cara atau lebih seperti merangsang muntah sendiri, menggunakan pencahar secara berlebihan, puasa berkala, memakai obat-obat penekan nafsu makan, dan sediaan tiroid atau diuretik. Jika terjadi pada penderita diabetes, mereka akan mengabaikan pengobatan insulinnya.
c. Gejala psikopatologi terdiri atas ketakutan yang luar biasa akan kegemukan dan penderita mengatur sendiri batasan yang ketat dari ambang berat badannya sangat di bawah berat badan sebelum sakit yang dianggap berat badan sehat atau optimal. Seringkali, tetapi tidak selalu, ada riwayat episode anorexia nervosa sebelumnya, interval antara kedua gangguan tersebut berkisar antara beberapa bulan sampai beberapa tahun. Episode sebelumnya dapat terungkap atau dalam bentuk ringan yang tersembunyi dengan kehilangan berat badan yang sedang dan atau suatu fase sementara dari amenore.
Kriteria Diagnostik DSM-5
Dalam DSM 5, terdapat beberapa gangguan makan. Namun ada 3 yang spesifik, yaitu anorexia nervosa, bulimia nervosa, dan binge eating disorder. [13]
Anorexia Nervosa
Kriteria diagnosis untuk anorexia nervosa :
a. Membatasi asupan energy atau makanan relatif terhadap kebutuhan, yang menyebabkan berat badan yang secara signifikan rendah dalam konteks umur, jenis kelamin, tahapan perkembangan, dan kesehatan fisik. Berat badan rendah yag signifikan yang dimaksud adalah berat yang kurang dari berat normal minimal atau pada anak remaja, kurang dari berat minimal yang diharapkan
b. Ketakutan yang intens terhadap peningkatan berat badan atau menjadi gemuk, atau perilaku persisten yang mengganggu penambahan berat badan, meskipun berat badannya saat ini rendah
c. Gangguan dalam memandang atau mempersepsikan berat atau bentuk badannya, penilaian diri terhadap dampak berat atau bentuk badan yang tidak wajar,atau ketidakmampuan untuk mengenali seriusnya masalah berat badannya yang rendah
Bulimia Nervosa
Kriteria diagnosis untuk bulimia nervosa adalah:
a. Episode berulang dari makan berlebihan. Episode makan berlebihan ditandai oleh dua gejala berikut:
- Makan pada periode waktu tertentu (misalnya tidak lebih dari 2 jam), dengan jumlah makanan yang lebih banyak dibandingkan jumlah yang dimakan kebanyakan orang pada periode waktu yang sama pada situasi yang serupa.
- Perasaan hilangnya kemampuan mengendalikan perilaku makan berlebihan selama berlangsungnya episode makan (misalnya perasaan tidak bisa berhenti makan atau mengendalikan apa dan seberapa banyak yang dimakan)
b. Kebiasaan kompensasi berulang yang tidak wajar dengan tujuan mencegah penambahan berat badan, seperti muntah dengan sengaja, penyalahgunaan obat (misalnya laksatif dan diuretik), puasa yang berlebihan, atau olahraga yang berlebihan.
c. Perilaku makan berlebihan dan perilaku kompensasinya, muncul setidaknya sekali seminggu selama 3 bulan.
d. Evaluasi diri sangat dipengaruhi oleh bentuk tubuh dan berat badan
e. Gangguan tidak terjadi hanya selama episode anorexia nervosa.
Binge Eating Disorder
Kriteria diagnosis binge eating disorder adalah :
a. Episode berulang dari makan berlebihan. Episode makan berlebihan ditandai oleh dua gejala berikut:
- Makan pada periode waktu tertentu (misalnya tidak lebih dari 2 jam), dengan jumlah makanan yang lebih banyak dibandingkan jumlah yang dimakan kebanyakan orang pada periode waktu yang sama pada situasi yang serupa.
- Perasaan hilangnya kemampuan mengendalikan perilaku makan berlebihan selama berlangsungnya episode makan (misalnya perasaan tidak bisa berhenti makan atau mengendalikan apa dan seberapa banyak yang dimakan)
b. Episode makan berlebihan berhubungan dengan 3 (atau lebih) hal-hal berikut
- Makan lebih cepat dari normal
- Makan sampai kekenyangan yang tidak nyaman
- Makan dalam jumlah berlebihan meskipun tidak merasa lapar
- Makan sendirian karena merasa malu dengan jumlah makanan yang dimakannya
- Merasa muak atau jijik dengan dirinya sendiri, depresi, atau sangat bersalah sesudahnya
c. Terdapat distress yang nyata yang berhubungan dengan makan berlebihan
d. Perilaku makan berlebihan terjadi setidaknya sekali seminggu dalam 3 bulan
e. Episode makan berlebihan tidak berhubungan dengan penggunaan perilaku kompensasi seperti pada bulimia nervosa dan tidak hanya muncul selama episode anorexia nervosa atau bulimia nervosa
Orthorexia Nervosa
Orthorexia Nervosa (ON) adalah gangguan makan yang tidak disadari di mana orang menjadi terobsesi makanan yang murni, sehat, dan berbahan dasar baik untuk meningkatkan kesehatan. Orthorexia nervosa biasanya diawali dengan keinginan yang biasa orang lakukan untuk meningkatkan kesehatan mereka. [14] Orthorexia nervosa belum masuk dalam kriteria diagnosis DSM 5.
Orthorexia nervosa bisa didiagnosis berdasarkan karakter individu di bawah ini :
- Menghabiskan waktu lebih dari 3 jam per harinya untuk memikirkan makanan sehat apa yang akan dikonsumsi.
- Merasa superior terhadap kebiasaan diet orang yang berbeda.
- Mengaitkan harga diri pada aturan diet yang ketat seperti perasaan puas saat berhasil mematuhi aturan diet yang telah dibuat sendiri.
- Menjadikan konsumsi makanan sehat sebagai fokus utama dalam kehidupan dengan mengorbankan hal pribadi lain seperti nilai nilai moral individu, hubungan sosial, kegiatan yang diminati sebelumnya, dan ironisnya mereka kerap kali mengorbankan kesehatan fisiknya.
- Menjadikan nilai gizi makanan lebih penting dibanding kesenangan saat mengonsumsinya [15]