Orthorexia Nervosa: Diet Sehat justru Menjadi Gangguan Makan

Oleh :
Graciella N T Wahjoepramono

Dewasa ini, gerakan hidup sehat semakin digalakkan, salah satunya dengan menjaga pola makan. Namun, diet sehat yang berlebihan justru dapat menjadi penyakit gangguan makan, dikenal sebagai orthorexia nervosa. Dokter perlu mengenali penyakit ini sehingga dapat mendiagnosa dan memberikan penanganan awal, serta merujuk kepada spesialis jika perlu.

Gangguan Makan

Gangguan makan atau eating disorders yang sudah sering dikenali adalah Anorexia Nervosa dan Bulimia Nervosa. Namun, terdapat juga gangguan makan yang jarang dikenali, yaitu Orthorexia Nervosa (ON). Pasien dengan orthorexia nervosa terobsesi dengan cara makan dan makanan sehat, dengan fokus terhadap kualitas dibandingkan dengan kuantitas.[1-3]

Sebagai gangguan makan, orthorexia memiliki beberapa kesamaan dengan Anorexia Nervosa (AN) dan Bulimia Nervosa (BN), juga dengan Obsessive Compulsive Disorder (OCD). Terdapat juga beberapa ciri-ciri yang spesifik untuk ON. Artikel ini bertujuan membahas aspek dari diagnosis, persamaan dan perbedaan dengan ketiga gangguan tersebut, serta informasi yang diketahui tentang tata laksana orthorexia nervosa.[1-3]

Depositphotos_70860747_m-2015_compressed

Mengenali Orthorexia Nervosa

Ciri-ciri orthorexia nervosa sudah dideskripsikan sejak tahun 1997 oleh Bratman dan Knight sebagai fiksasi atau obsesi yang berlebih terhadap cara makan sehat. [1] Orthorexia Nervosa belum dikenali sebagai penyakit oleh Diagnostic and Statistical Manual-V (DSM-V) dan masih mengundang kontroversi.

Pasien terobsesi dengan kualitas makanan, bukan kuantitas, dan memancarkan obsesi ini lewat diet restriktif yang ketat, persiapan makanan yang spesifik dan cara makan dengan ritual-ritual tertentu. Fokus pasien adalah untuk meningkatkan kesehatan mereka, bukan untuk kepercayaan agama atau keinginan untuk melindungi lingkungan dan binatang. Di saat tidak menyiapkan atau makan, penderita menghabiskan banyak waktu untuk memikirkan makanan, mencari informasi, menimbang atau mengukur, dan merencanakan makanan berikut yang mengganggu pekerjaan sehari-hari. [2]

Kriteria Diagnostik Orthorexia Nervosa

Moroze, et al. mengusulkan kriteria diagnostik untuk Orthorexia Nervosa. [4] Terdapat beberapa penulis lainnya yang mengusulkan kriteria diagnostik, tetapi sampai sekarang belum ada satu kriteria yang diterima secara universal.[5] Kriteria yang diusulkan oleh Moroze, et al. adalah sebagai berikut:

Kriteria A

Obsesi dan preokupasi dengan ‘makan sehat’, fokus terhadap kualitas dan komposisi makanan: (Dua atau lebih dari poin-poin berikut)

  1. Mengkonsumsi diet dengan nutrisi yang tidak seimbang karena kepercayaan tentang ‘kemurnian’ makanan
  2. Preokupasi dan kecemasan tentang makanan yang tidak murni atau tidak sehat, dan dengan pengaruh kualitas serta komposisi terhadap kesehatan jasmani dan/atau emosi
  3. Menghindari total makanan-makanan yang dipercayai oleh pasien yang dianggap ‘tidak sehat’; contohnya makanan dengan lemak, preservatif, pengawet, produk hewan, atau bahan lain yang dianggap pasien tidak sehat
  4. Untuk individu yang bukan pekerja makanan profesional, menggunakan banyak waktu (contohnya lebih dari tiga jam per hari) untuk membaca, memikirkan dan/atau menyiapkan makanan jenis tertentu berdasarkan kualitas dan komposisi
  5. Perasaan bersalah dan kekhawatiran setelah ‘kesalahan’ yang dilakukan melalui mengkonsumsi makanan yang tidak sehat atau ‘tidak murni’
  6. Tidak toleran terhadap kepercayaan makanan orang lain
  7. Menggunakan jumlah uang yang sangat banyak/berlebih dibandingkan dengan pendapatan seseorang untuk makanan yang berkualitas atau komposisi tertentu

Kriteria B

Obsesi dan preokupasi mengganggu kehidupan sehari-hari pasien oleh salah satu hal berikut:

  1. Gangguan kesehatan fisik akibat asupan nutrisi yang tidak seimbang, contohnya mengalami malnutrisi karena diet yang tidak seimbang
  2. Gangguan terhadap fungsi sosial, akademik, atau vocational akibat pemikiran dan perilaku yang obsesif terhadap kepercayaan pasien mengenai cara makan ‘sehat’

Kriteria C

Gangguan bukan sebuah eksaserbasi dari gejala gangguan lainnya seperti obsessive compulsive disorder, skizofrenia, atau penyakit psikotik lainnya

Kriteria D

Perilaku pasien tidak dapat di accounted for oleh observasi makanan untuk kepercayaan religius ortodoks atau bila kekhawatiran disebabkan oleh alergi makanan yang spesifik, atau kondisi medis yang memerlukan diet tertentu

Angka kejadian orthorexia nervosa belum dapat ditemukan, karena belum terdapat standar baku emas untuk diagnosis formal penyakit tersebut. [1,2]

Sebuah alat diagnosis yang dikenal sebagai ORTO-15 sudah dikembangkan. ORTO-15 merupakan kuesioner yang mengandung 15 pertanyaan mengenai aspek dan ciri orthorexia nervosa, dengan penilaian menggunakan skala Likert. Pertanyaan-pertanyaan mencakup kepercayaan mengenai pengaruh makan sehat, pola kebiasaan cara mengkonsumsi makanan, cara pasien memilih makanan, dan seberapa signifikan kekhawatiran mengenai makanan dapat mempengaruhi hidup sehari-hari.[2,5]

Masalah terbesar dari alat diagnosis ini adalah hasil yang tidak konsisten. Dari beberapa penelitian, koefisien alfa Cronbach yang didapat memiliki jangkauan antara 0.14 yang sangat rendah hingga 0.70 yang sangat baik. Masalah lain juga adalah peneliti cenderung menghilangkan beberapa pertanyaan di kuesioner untuk meningkatkan validitas, sehingga terdapat ORTO-9, juga ORTO-11. Namun penelitian oleh Moller, et al. menunjukkan bahwa dari semua jenis alat penilaian, belum ada yang cukup memadai.[5]

Kesamaan Orthorexia Nervosa dengan Bulimia Nervosa, Anorexia Nervosa, dan Gangguan Obsesif-Kompulsif

Orthorexia Nervosa memiliki beberapa kesamaan dengan Bulimia Nervosa, Anorexia Nervosa dan gangguan obsesif-kompulsif (obsessive-compulsive disorder / OCD). Orthorexia nervosa dan anoreksia memiliki karakteristik perfeksionis, kecemasan tinggi, dan keinginan untuk memiliki kontrol dan potensi untuk penurunan berat badan yang signifikan.[2]

Pasien dengan orthorexia dan anorexia memiliki tujuan, dengan disiplin yang ketat sebagai cara mencapainya, dan kegagalan diet adalah kegagalan mengontrol diri sendiri. Kedua pasien ini tidak mengakui bahwa mereka memiliki sebuah masalah/gangguan terhadap kehidupan sehari-hari. Pasien orthorexia dan OCD memiliki beberapa kesamaan yaitu pemikiran yang terus-menerus, mengganggu, di saat-saat yang tidak sesuai, dengan kecemasan terhadap ‘kemurnian’ dan keinginan untuk mengatur dan memiliki cara makan dengan ritual tertentu.[2]

Pasien orthorexia tidak memiliki banyak kesamaan dengan gangguan bulimia, hanya keinginan besar untuk dapat memiliki kendali/kontrol dan preokupasi dengan makanan.[1] Pada gambar 1 dapat dilihat beberapa kesamaan dan perbedaan antara penyakit-penyakit tersebut.

Sumber: dr. Graciella NT Wahjoepramono, 2018.[2] Sumber: dr. Graciella NT Wahjoepramono, 2018.[2]
Gambar 1. Diagram Venn mengenai persamaan dan perbedaan Orthorexia Nervosa, Anorexia Nervosa, dan OCD.

Penanganan Orthorexia Nervosa

Tata laksana untuk Orthorexia Nervosa belum dapat dikembangkan dan diteliti sepenuhnya akibat masalah diagnosis yang belum konklusif. Saat ini, beberapa saran untuk terapi adalah untuk memiliki tim dari berbagai bidang, termasuk dokter, psikoterapis dan ahli gizi. Tim dari berbagai disiplin dapat mengontrol aspek obat-obatan, terapi kognitif-perilaku, dan psikoedukasi yang dapat diterapkan secara rawat jalan tapi dengan pemantauan yang ketat.[2]

Obat yang dapat digunakan adalah obat yang juga bermanfaat untuk orthorexia, anorexia dan OCD, yaitu selective serotonin reuptake inhibitors (SSRI). Olanzapine juga dapat digunakan untuk mengurangi pemikiran obsesif mengenai makanan. Namun, pasien-pasien dapat menolak penggunaan obat-obatan karena pemikiran tentang ‘kemurnian’ yang terganggu oleh pemberian obat yang ‘tidak natural’. [2]

Terlebih lagi, pasien juga disarankan untuk menjalani sesi-sesi edukasi tentang makanan yang singkat tapi intensif. Sesi sebaiknya mencakup diagnosis, perjalanan penyakit, faktor risiko, penyakit psikiatris komorbid, penilaian, tatalaksana, dan sedikit tentang psikoterapi. Hal yang penting yang harus diingat oleh pekerja kesehatan adalah untuk hati-hati saat membicarakan makanan atau regimen makanan ke pasien untuk menghindari mencetus gangguan makanan seperti orthorexia.[1,2]

Pasien-pasien yang saat ini paling sering ditemukan adalah yang berusia muda, terutama remaja. Paparan media sosial saat ini sangat besar, dan informasi mengenai kesehatan dari berbagai sumber tidak pasti terpercaya. Pengaruh dari kelompok pasien tersebut sering kali mendekati figur otoritas di komunitas untuk mencari ‘ijin’/persetujuan untuk melanjutkan ‘gaya hidup’ atau pemikiran mereka. Demikian edukasi bukan hanya ditujukan ke kelompok muda, tetapi komunitas juga harus mengerti untuk mencegah perkembangan penyakit sejak awal.[1,2]

Intervensi harus dilakukan bila diet mulai mengancam kesehatan, membuat seseorang merasa tidak bahagia atau depresi, dan saat individu terus membicarakan kalau mereka ingin menghentikan diet yang berlebih tetapi tidak bisa berhenti.[1]

Kesimpulan

Orthorexia Nervosa adalah sebuah gangguan makan yang belum banyak dikenali, namun berbahaya. Orthorexia saat ini belum termasuk dalam Diagnostic and Statistical Manual dan merupakan topik perdebatan untuk ditempatkan pada kategori tertentu. Penting bagi dokter untuk dapat membedakan orthorexia dengan gangguan makan lainnya karena orthorexia memiliki beberapa kesamaan dengan Anorexia dan Bulimia nervosa, serta gangguan obsesif-kompulsif.

Peran pekerja kesehatan dan figur di komunitas penting untuk membantu terapi pasien, juga dalam pencegahan gangguan tersebut. Intervensi dilakukan jika gangguan ini sudah mengancam kesehatan, membuat depresi, serta jika pasien memiliki keinginan menghentikan diet yang berlebih tapi tidak mampu. Intervensi yang diberikan sebaiknya bersifat multidisiplin dengan melibatkan dokter, psikoterapis, dan ahli gizi. Obat yang dapat bermanfaat untuk gangguan ini adalah golongan selective serotonin reuptake inhibitors (SSRI), seperti olanzapine.

Referensi