Diagnosis Kanker Lambung
Diagnosis kanker lambung sering terlambat ditegakkan karena gejala yang dirasakan pasien sering kali tidak spesifik dan tidak terlihat tanda yang jelas hingga mencapai stadium lanjut. Biopsi merupakan modalitas utama untuk mendeteksi sel kanker. Selain itu, perlu dilakukan penentuan stadium kanker lambung dengan endoskopi agar penatalaksanaan yang sesuai dapat diberikan.[19]
Anamnesis
Pada umumnya, pasien bersifat asimtomatik saat onset penyakit dan baru mengeluhkan gejala saat kanker lambung sudah mencapai stadium lanjut. Gejala yang umum dikeluhkan oleh pasien kanker lambung adalah penurunan berat badan, nyeri perut yang persisten, disfagia, hematemesis, anoreksia, mual muntah, kehilangan nafsu makan, dan dispepsia.
Riwayat konsumsi obat-obatan jangka panjang, yaitu proton pump inhibitor (PPI), seperti omeprazole; aspirin; dan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) dapat ditanyakan sebagai petunjuk kemungkinan diagnosis lain.[1,4,8,20]
Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda fisik umumnya ditemukan apabila penyakit sudah berada dalam stadium lanjut. Dari pemeriksaan fisik abdomen, dapat ditemukan perut yang membesar, terabanya massa abdomen, hepatomegali, dan splenomegali.
Selain itu, dapat ditemukan juga tanda penyebaran limfatik, seperti Virchow’s node (adenopati supraklavikula kiri), Sister Mary Joseph node (nodul periumbilikal), dan Irish node (nodul aksilaris kiri). Temuan Blumer shelf, yaitu tumor yang seperti rak pada dinding rektum, juga dapat ditemukan.
Beberapa pasien mengalami penurunan berat badan dan beberapa pasien lain mungkin datang dalam keadaan pucat atau anemis akibat melena. Sindrom paraneoplastik seperti dermatomiositis, acanthosis nigricans, dan erythema circinatum identik dengan prognosis yang buruk.[1,4,19]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding kanker lambung dapat meliputi penyakit yang bermanifestasi sebagai gejala saluran pencernaan, yaitu nyeri perut, anoreksia; serta gejala hematemesis atau melena. Diagnosis kanker lambung adalah penyakit-penyakit berikut ini.[1,4]
Gastritis
Gastritis terjadi akibat inflamasi pada mukosa lambung, di mana penyebabnya dapat sama dengan kanker lambung, yaitu Helicobacter pylori. Gejala gastritis hampir menyerupai kanker lambung, yaitu nyeri perut/epigastrik, mual muntah, dan penurunan nafsu makan. Pemeriksaan endoskopi dapat menentukan perubahan mukosa lambung yang terjadi apakah mengarah ke gastritis atau keganasan.[1]
Ulkus Peptikum
Karakteristik ulkus peptikum adalah diskontinuitas lapisan dalam saluran cerna akibat sekresi asam lambung. Umumnya, munculnya keluhan pada ulkus peptikum berkaitan dengan jam makan. Endoskopi dapat menegakkan diagnosis.[21]
Gastroenteritis
Gastroenteritis adalah inflamasi pada lambung dan usus kecil, biasanya disebabkan oleh rotavirus, yang sering bermanifestasi sebagai diare dan mual muntah. Pemeriksaan feses dapat menegakkan penyakit ini dan menunjukkan etiologi yang terlibat.[22]
Kanker Esofagus
Kanker esofagus sering kali disebabkan oleh merokok, konsumsi alkohol yang berlebih, serta diet rendah serat. Gejala kanker esofagus adalah disfagia, kakeksia, penurunan berat badan, hematemesis, dan melena. Diagnosis kanker esofagus dapat ditegakkan melalui endoskopi dan biopsi.[23]
Pemeriksaan Penunjang
Terdapat beberapa pemeriksaan penunjang yang efektif untuk mendiagnosis dan menentukan stadium kanker lambung. Selain itu, beberapa pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan darah dan radiologis dilakukan untuk menilai fungsi organ dan keadaan pasien sebagai pertimbangan untuk pemberian terapi. Endoskopi dan pemeriksaan histopatologis dengan biopsi merupakan baku emas diagnosis kanker lambung dan menjadi penentu modalitas dan regimen terapi.[24,25]
Biopsi dengan Endoskopi
Selain sebagai alat diagnostik, pemeriksaan endoskopi juga dilakukan sebagai skrining kanker lambung, terutama pada negara-negara dengan tingkat insidensi yang tinggi. Endoskopi memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang baik untuk mendiagnosis kanker lambung. Endoskopi memberikan visualisasi yang jelas dan dapat menentukan lokasi dan luas tumor, serta diagnosis histopatologis yang lebih akurat, yang nantinya akan dipakai untuk menentukan stadium dan terapi.
Kekurangan dari prosedur ini adalah pengoperasiannya tergantung pada keterampilan operator, invasif, mahal, serta menyebabkan ketidaknyamanan dan kecemasan untuk pasien.[26-28]
Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologis seperti Rontgen toraks, MRI atau CT scan toraks, abdomen, dan pelvis dilakukan untuk mendeteksi asites, menilai limfadenopati, mendeteksi metastasis, baik regional maupun jauh. Keterlibatan limfadenopati dan metastasis akan berimplikasi pada penentuan stadium. Magnetic resonance imaging (MRI) dan positron emission tomography (PET) scan merupakan pilihan alternatif selain CT scan.[24,25]
Ultrasonografi endoskopi merupakan pemeriksaan yang berperan dalam diagnostik serta penentuan stadium, dengan menilai kedalaman invasi tumor primer dan mengidentifikasi metastasis. Sensitivitas dan spesifisitas ultrasonografi endoskopi dalam membedakan tumor T1-2 dan T3-4 mencapai lebih dari 85%. Akan tetapi, sensitivitas dan spesifisitas endoskopi untuk menilai stadium nodul pada kanker lambung masih lebih rendah (83% dan 67%).
Pemeriksaan radiologis membantu mengevaluasi dan menentukan klasifikasi stadium klinis, sedangkan diagnosis histopatologis setelah operasi biopsi bertujuan untuk menilai dan menentukan stadium patologis.[19,25]
Pemeriksaan Laboratorium Darah
Pemeriksaan darah lengkap dilakukan untuk menilai anemia defisiensi besi yang sering terjadi akibat perdarahan, disfungsi hati, atau asupan nutrisi yang kurang baik. Selain itu, pemeriksaan fungsi hati dan ginjal dilakukan untuk menilai fungsi organ dalam proses pemilihan terapi yang sesuai.[1,24]
Laparoskopi
Laparoskopi dapat membantu visualisasi dari permukaan peritoneum dan biopsi lesi. Pemeriksaan laparoskopi diagnostik direkomendasikan untuk mendeteksi metastasis dan dapat dilakukan saat dicurigai adanya metastasis peritoneum.
Selain itu, laparoskopi dengan analisis sitologi peritoneal diindikasi pada kasus di mana tidak metastasis tidak tervisualisasi jelas, untuk menentukan stadium klinis yang lebih dari T1b, dan pada pasien dengan terapi preoperatif. Sitologi peritoneal yang positif tanpa metastasis peritoneal merupakan prediktor rekurensi tinggi setelah reseksi kuratif. Oleh karena itu, operasi tidak direkomendasikan pada kasus ini.[4,19,25]
Pemeriksaan Penanda Tumor
Penanda tumor atau tumor marker digunakan untuk mendiagnosis, mengevaluasi respons terapi, dan skrining rekurensi setelah terapi. Penanda carcinoembryonic antigen (CEA) merupakan penanda yang paling sering digunakan. Telah dilaporkan bahwa CEA meningkat pada 45–50% kasus kanker lambung.
Pada kasus kanker saluran pencernaan, CEA merupakan faktor risiko terjadinya relaps metastasis hati. Level CEA yang meningkat ditemukan pada kanker lambung stadium lanjut. Akan tetapi, pemeriksaan level CEA bukan merupakan alat skrining yang efektif untuk kanker lambung.[1,28]
Selain itu, pada kasus kanker lambung terdapat peningkatan human epidermal growth factor receptor 2 (HER2) pada 12-25% kasus. HER2 yang positif dikatakan berhubungan dengan metastasis nodus limfatikus, kedalaman invasi tumor, dan prognosis yang lebih buruk. Overekspresi HER2 lebih sering ditemukan pada tumor di gastroesophageal junction dibandingkan tumor di bagian distal lambung. HER2 juga lebih sering ditemukan pada kanker lambung tipe intestinal dibandingkan tipe difusa.[1,4,28,29]
Staging Kanker Lambung
Staging kanker lambung yang umum diterima dan digunakan menggunakan sistem tumor/node/metastasis (TNM) dari American Joint Committee on Cancer and International Union Against Cancer (AJCC/UICC).[19,30]
Tabel 1. Tumor Primer (T)
Tx | Tumor primer tidak dapat dinilai |
T0 | Tidak ada bukti tumor primer |
Tis | Karsinoma in situ : tumor intraepitel tanpa invasi ke lamina propria ; displasia tingkat lanjut |
T1 | Tumor menginvasi lamina propria, mukosa muskularis atau submukosa |
T1a | Tumor menginvasi lamina propria atau mukosa muskularis |
T1b | Tumor menginvasi submukosa |
T2 | Tumor menginvasi propria muskularis |
T3 | Tumor menembus jaringan subserosa tanpa menginvasi peritoneum viseral atau struktur disekitarnya |
T4 | Tumor menginvasi serosa (peritoneum viseral) atau struktur disekitarnya |
T4a | Tumor menginvasi serosa (peritoneum viseral) |
T4b | Tumor menginvasi organ/struktur disekitarnya |
Sumber: dr. Jocelyn Prima Utami, 2021
Tabel 2. Nodus Limfatikus (N)
Nx | Nodus limfatikus regional tidak dapat dinilai |
N0 | Tidak ada metastasis nodus limfatikus regional |
N1 | Metastasis pada 1-2 nodus limfatikus regional |
N2 | Metastasis pada 3-6 nodus limfatikus regional |
N3 | Metastasis pada ≥7 nodus limfatikus regional |
N3a | Metastasis pada 7-15 nodus limfatikus regional |
N3b | Metastasis pada ≥16 nodus limfatikus regional |
Sumber: dr. Jocelyn Prima Utami, 2021
Tabel 3. Metastasis
M0 | Tidak ada metastasis jauh |
M1 | Terdapat metastasis jauh |
Sumber: dr. Jocelyn Prima Utami, 2021