Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • SKP
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Penatalaksanaan Infertilitas Wanita general_alomedika 2023-02-02T11:31:37+07:00 2023-02-02T11:31:37+07:00
Infertilitas Wanita
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Penatalaksanaan Infertilitas Wanita

Oleh :
dr. Novita
Share To Social Media:

Penatalaksanaan dari infertilitas wanita dapat berupa modifikasi gaya hidup, stabilisasi hiperstimulasi pada ovarium, serta tindakan medis seperti fertilisasi in-vitro (IVF), inseminasi intrauterin, hingga tindakan pembedahan.[1,3]

Modifikasi Gaya Hidup

Terapi modifikasi gaya hidup ditujukan pada wanita dengan indeks massa tubuh (IMT) yang ekstrem, gaya hidup tidak sehat, yang disertai dengan infertilitas dan gangguan ovulasi. Beberapa faktor risiko yang diduga berperan dalam terjadinya infertilitas yakni IMT > 27 kg/m2 atau IMT < 18,5 kg/m2, serta gaya hidup seperti merokok dan mengonsumsi alkohol.[3]

Pada wanita dengan IMT rendah dengan riwayat olahraga berlebihan atau dengan riwayat gangguan makan sangat berisiko mengalami kondisi hipogonadotropik hipogonadisme, yang pada akhirnya menyebabkan penurunan sekresi hormon gonadotropin pituitarik.

Sebaliknya  wanita dengan IMT tinggi yang memiliki kondisi anovulasi harus menurunkan berat badan untuk memicu terjadinya ovulasi. Mengurangi berat badan sebanyak 10% telah dilaporkan dapat mengembalikan ovulasi normal hingga 50-100% dalam waktu kurang dari 1 tahun.[1,3]

Medikamentosa

Terapi medikamentosa yang diberikan pada kondisi infertilitas wanita yakni berupa induksi ovulasi. Berikut ini adalah beberapa jenis obat yang digunakan.[1,3]

Clomiphene Citrate

Clomiphene citrate (CC) merupakan lini pertama terapi pada infertilitas wanita, dan merupakan selective estrogen receptor modulator (SERM) yang memiliki efek untuk meningkatkan sekresi gonadotropin dari pituitari anterior. Umumnya clomiphene citrate disarankan pada pasien dengan anovulasi kelas 2 (anovulasi normogonadotropik-normoestrogenik) dan ditemukan tidak efektif pada pasien dengan anovulasi kelas 1 (anovulasi hipo-estrogenik) dan kelas 3 (anovulasi hipergonadotropik).

Dosis clomiphene citrate yang disarankan adalah dimulai dari 50 mg sehari dan dimulai pada hari ke-2, 3, 4, atau 5 siklus haid, selama 5 hari berturut-turut. Pasien kemudian perlu menjalani pemantauan folikel dengan USG transvaginal pada hari ke-12 untuk mengevaluasi terjadinya kehamilan ganda.

Pasien dan pasangannya dianjurkan untuk melakukan hubungan intim setiap 2 hari sekali selama 1 minggu, dimulai dari 5 hari setelah pil terakhir. Keberhasilan terapi clomiphene citrate apabila dikombinasi dengan inseminasi intrauterin akan meningkat. Efek samping dari clomiphene citrate adalah sindrom hiperstimulasi, rasa kurang nyaman pada perut, dan kehamilan ganda.[3]

Letrozole

Letrozole merupakan obat inhibitor aromatase yang bekerja dengan mencegah konversi androstenedion dan testosteron menjadi estron dan estradiol. Obat ini umumnya digunakan sebagai terapi adjuvan pada kanker payudara. Akan tetapi, obat ini juga ditemukan dapat digunakan untuk induksi ovulasi.

Dosis letrozole yang disarankan adalah dimulai dengan dosis 2,5, 5, atau 7,5 mg/hari pada siklus hari ke-3, 4, 5, 6, 7 dengan melakukan hubungan intim setiap 2 hari sekali, dimulai dari 5 hari setelah menyelesaikan obat. Pada pasien sindrom ovarium polikistik, letrozole lebih disarankan penggunaannya dibandingkan clomiphene citrate. Efek samping dari letrozole adalah perdarahan pervaginam, mual, anoreksia, pusing, insomnia, nyeri kepala dan hipertensi.[1,3]

Keuntungan penggunaan letrozole yakni tingkat perkembangan dari monofolikuler lebih tinggi sehingga dapat menurunkan risiko terjadinya kehamilan ganda, paruh waktu pendek, tidak menimbulkan efek antiestrogenik pada endometrium dan pada sistem saraf pusat, dan menurunkan kadar estradiol sehingga dapat digunakan pada pasien kanker payudara yang sedang dalam IVF.[3,11]

Terapi Gonadotropin

Terapi gonadotropin disarankan penggunaannya pada pasien dengan gangguan anovulasi kelas 1, 2, dan 3. Terapi ini digunakan apabila terapi clomiphene citrate gagal.

Beberapa preparat dapat digunakan, seperti human menopausal gonadotropin, urinary FSH, rekombinan HCG, dan rekombinan FSH. Protokol penggunaan terapi gonadotropin sesuai dengan masing-masing fasilitas kesehatan. Penggunaan preparat gonadotropin kombinasi FSH dan LH rekombinan ditemukan memiliki efikasi yang lebih tinggi dibandingkan FSH rekombinan saja.[3]

Metformin

Metformin merupakan agen insulin sensitizing (ISA) yang diduga dapat menurunkan kadar hormon Anti-Mullerian (AMH), dimana pada kondisi hiperandrogenisme, proses folikulogenesis dapat terhenti dan terjadi peningkatan kadar AMH hingga 2,5 kali lipat pada wanita yang mengalami sindrom ovarium polikistik.

AMH dapat menginhibisi recruitment dari folikel primordial ke dalam growing pool dan menurunkan sensitivitas folikel ovarium terhadap FSH. Sehingga apabila kadar AMH dapat diturunkan, maka efek inhibisi AMH dapat tersupresi, dan sensitivitas folikel ovarium terhadap AMH dapat kembali normal.

Pemberian metformin selama 6 bulan dengan dosis 1000-1500 mg per hari diduga dapat menurunkan kadar AMH, folikel dan volume ovarium pada kondisi sindrom ovarium polikistik.  Metformin diberikan dengan dosis awal 50-500 mg per hari peroral, dengan dosis dapat ditingkatkan hingga 1500-2500 mg (dibagi dalam 3 kali pemberian) per hari. Metformin kerja panjang dapat diberikan hingga 2 kali sehari dengan dosis 850 mg/kali.[1]

Tindakan Medis

Tindakan atau prosedur medis umumnya dilakukan apabila farmakoterapi tidak memiliki efek yang maksimal. Fertilisasi in vitro dan inseminasi intrauterin (IUI) merupakan prosedur yang umumnya dilakukan pada pasien infertilitas.[3,4]

Fertilisasi In Vitro

Fertilisasi in vitro (IVF) merupakan salah satu terapi utama infertilitas pada wanita. Indikasi dari IVF yakni oklusi tuba bilateral yang tidak dapat dikoreksi, tidak hamil pasca 3-4 kali IUI, serta 6 bulan pasca koreksi tuba tetapi tidak terjadi kehamilan. IVF juga diindikasikan pada infertilitas terkait endometriosis derajat sedang-berat, infertilitas idiopatik, gangguan ovulasi dan penurunan cadangan sel telur pasca induksi ovulasi atau inseminasi 3-6 siklus.

Indikasi lain adalah penurunan cadangan ovarium dan keguguran berulang.  Prosedur IVF dilakukan dengan pemberian injeksi gonadotropin atau HCG untuk hiperstimulasi ovarium terlebih dahulu, lalu 36 jam berikutnya pasien menjalani aspirasi jarum dengan bantuan ultrasonografi transvaginal dan dilakukan pengambilan oosit. Setelah itu, oosit akan ditransfer ke media khusus dan dilakukan inseminasi dengan sperma.[3]

Inseminasi Intrauterin

Inseminasi Intrauterin (IUI)  merupakan pilihan tata laksana infertilitas idiopatik. Prosedur ini dapat dilakukan dengan atau tanpa prosedur stimulasi ovarium. Inseminasi intrauterin dilakukan dengan menempatkan sperma pada dekat 1 atau lebih oosit saat ovarium diperkirakan sedang pembuahan.[3]

Pembedahan

Tindakan pembedahan ditujukan pada wanita dengan kondisi leiomyoma dengan infertilitas. Lokasi dari fibroid sangat berperan dalam menyebabkan terjadinya infertilitas. Fibroid yang terletak di endometrium submukosal atau submukosal-intramural dan mendistorsi rongga uterus akan menyebabkan terganggunya proses implantasi dan peningkatan risiko terjadinya keguguran.

Tindakan untuk mengangkat fibroid yakni histeroskopi. Tindakan operatif histeroskopi juga dapat mengatasi kondisi sinekia atau septa uterus, yang menyebabkan infertilitas. Selain itu, kondisi seperti polip juga diduga dapat menyebabkan infertilitas, sehingga perlu dilakukan polipektomi.[3]

 

 

Penulisan pertama oleh: dr. Audric Albertus

Direvisi oleh: dr. Bedry Qhinta

Referensi

1. Himpunan Endokrinologi Reproduksi dan Fertilitas Indonesia (HIFERI). Konsensus Penanganan Infertilitas. 2019. https://pogi.or.id/publish/download/pnpk-dan-ppk/?wpdmdl=891&ind=MTY2MjcxMDk2NndwZG1fS09OU0VOU1VTIEVORE9NRVRSSU9TSVMucGRm
3. Walker MH, Tobler KJ. Female Infertility. StatPearls. 2022
4. Puscheck EE. Infertility. Medscape, 2020. https://emedicine.medscape.com/article/274143-overview#a1
11. MIMS. Letrozole. 2022. https://www.mims.com/indonesia/drug/info/letrozole?mtype=generic

Diagnosis Infertilitas Wanita
Prognosis Infertilitas Wanita

Artikel Terkait

  • Perbedaan IVF dan IUI
    Perbedaan IVF dan IUI
  • Jenis Pengobatan Infertilitas
    Jenis Pengobatan Infertilitas
  • Efikasi Penggunaan GnRH pada Luaran Prosedur IVF
    Efikasi Penggunaan GnRH pada Luaran Prosedur IVF
  • Manfaat Histeroskopi dalam Penanganan Kasus Infertilitas
    Manfaat Histeroskopi dalam Penanganan Kasus Infertilitas
  • Manfaat Metformin dalam Program IVF pada Pasien Sindrom Ovarium Polikistik
    Manfaat Metformin dalam Program IVF pada Pasien Sindrom Ovarium Polikistik

Lebih Lanjut

Diskusi Terkait
Anonymous
21 September 2022
Pasien wanita usia 28 tahun dengan keputihan, riwayat haid tidak teratur dan belum hamil sudah 1 tahun menikah
Oleh: Anonymous
2 Balasan
Alo dokter, izin diskusi dok. Pasien perempuan usia 28 tahun keluhan saat ini keputihan berwarna putih kekuningan. Keluhan dirasakan pada hari ke-13 dari...
dr. Sartini Roma Dame Nainggolan
03 Agustus 2022
Kapan waktu terbaik melakukan tes infertilitas? - Obgyn Ask the Expert
Oleh: dr. Sartini Roma Dame Nainggolan
3 Balasan
ALO dr. Shandy, Sp. OG, izin bertanya dok, kapan waktu terbaik melakukan tes infertilitas? apakah harus setelah lebih dari 1 tahun menikah? atau ada kah...
Anonymous
14 Juli 2022
Pasien dengan nilai antibodi sperma autoimun tinggi pada serum darah
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Saya memiliki pasien dengan nilai asa seperti pada gambar,,terapinya bagaimana,,mohon kiranya bagi dr sp andrologi agar bs membantu

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya, Gratis!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2021 Alomedika.com All Rights Reserved.