Diagnosis Infertilitas Wanita
Diagnosis infertilitas wanita ditujukan untuk mengidentifikasi kemungkinan penyebabnya. Hal ini memerlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang menyeluruh.
Anamnesis
Anamnesis pasien infertilitas bertujuan untuk menegakkan definisi infertilitas pada pasien dan mencari faktor risiko. Berikut ini merupakan beberapa riwayat yang dapat ditanyakan pada pasien dengan kecurigaan infertilitas:
- Durasi: Infertilitas dapat ditegakkan apabila pasien selama lebih dari 12 bulan telah melakukan hubungan seksual tidak terproteksi secara regular atau selama lebih dari 6 bulan pada wanita berusia lebih dari 35 tahun
- Frekuensi dan keteraturan menstruasi: Jika pasien memiliki siklus dan frekuensi menstruasi teratur setiap bulannya, kemungkinan besar pasien mengalami ovulasi normal
- Riwayat obstetrik: Pasien yang sudah pernah mengalami hamil sebelumnya dapat digolongkan ke infertilitas sekunder. Riwayat abortus juga dapat meningkatkan risiko infertilitas
- Riwayat ginekologis: Riwayat penyakit ginekologis, seperti sindrom polikistik ovarium (PCOS), penyakit radang panggul (PID), atau endometriosis dapat meningkatkan risiko terjadinya infertilitas wanita. Riwayat infeksi menular seksual juga perlu ditanyakan
- Riwayat seksual: Riwayat seksual, seperti frekuensi dan waktu koitus perlu ditanyakan pada pasangan yang sedang mencoba. Perlu juga ditanyakan ke partner laki-laki mengenai ereksi dan ejakulasi
- Riwayat sosial dan gaya hidup: Kebiasaan merokok dan minum alkohol perlu ditanyakan pada pasien maupun pasangan
- Riwayat penyakit sebelumnya: Pasien perlu dievaluasi riwayat penyakit sebelumnya, misalnya penyakit tiroid, untuk mencari etiologi infertilitas
- Riwayat operasi: Riwayat operasi abdomen atau pelvis dapat menyebabkan endometriosis pelvis yang merupakan salah satu etiologi infertilitas pada wanita
- Riwayat keluarga: Pasien dengan riwayat penyakit genetik, riwayat kejadian trombotik vena, keguguran berulang, dan infertilitas pada keluarga dapat meningkatkan kemungkinan infertilitas akibat penyakit genetik[2-4]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik lengkap dibutuhkan pada pasien infertilitas untuk mencari tanda dari etiologi. Berikut ini beberapa pemeriksaan fisik utama yang perlu dievaluasi pada pasien infertilitas:
- Tanda-tanda vital: Tanda-tanda vital dapat membantu klinisi mengenai kondisi pasien secara umum. Apabila terdapat peningkatan suhu tubuh, maka etiologi infeksi dapat dipikirkan sebagai etiologi infertilitas
- Indeks massa tubuh (IMT): Wanita dengan IMT > 27 kg/m2 atau < 18,5 kg/m2 telah dihubungkan dengan peningkatan risiko terjadinya infertilitas
- Evaluasi tiroid: Pemeriksaan fisik tiroid lengkap dibutuhkan pada pasien infertilitas. Hipertiroid dan hipotiroid merupakan kemungkinan penyebab infertilitas
- Evaluasi tanda kelebihan androgen: Beberapa tanda hiperandrogenisme pada wanita adalah pertumbuhan rambut abnormal seperti kumis, jenggot, jambang, bulu dada lebat, bulu kaki lebat, atau pertumbuhan jerawat yang banyak
- Pemeriksaan payudara untuk galaktorea: Keluarnya cairan pada puting payudara pasien perlu dievaluasi untuk menilai kemungkinan hiperprolaktinemia pada pasien
- Pemeriksaan pelvis: Pemeriksaan pelvis lengkap diperlukan untuk mengevaluasi etiologi infertilitas. Penemuan massa pada pelvis atau pembesaran uterus dapat menunjukkan kemungkinan terdapatnya mioma uteri. Penemuan nyeri tekan atau nyeri goyang porsio dapat menunjukkan terdapatnya penyakit radang panggul (PID)[2,3]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding utama dari infertilitas pada wanita adalah faktor infertilitas pada pria.
Infertilitas pria
Infertilitas pada wanita juga dapat terjadi akibat infertilitas pria. Faktor dari pria umumnya tetap ada walaupun faktor dari wanita telah diidentifikasi. Oleh sebab itu butuh pemeriksaan analisis semen pada pria pada seluruh kasus infertilitas.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang umumnya diperlukan untuk mendiagnosis etiologi infertilitas pada wanita.
Tes Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium, seperti kadar luteinizing hormone (LH), serum progesteron, follicle stimulating hormone (FSH), estradiol, dan hormon Anti-Mullerian (AMH), dapat dilakukan pada pasien infertilitas.
Luteinizing hormone (LH): Pemeriksaan LH urin dilakukan untuk melihat fungsi ovarium. Alat prediktor LH urin yang dapat digunakan di rumah bertujuan mendeteksi LH surge tengah siklus, yang menunjukkan secara tidak langsung terdapatnya ovulasi. Kadar LH juga dapat diperiksakan pada fase proliferasi awal pada pasien yang dicurigai PCOS
- Serum progesteron: Pemeriksaan kadar progesteron serum dapat digunakan untuk mendeteksi ovulasi. Pemeriksaan progesteron serum umumnya dilakukan 1 minggu sebelum menstruasi dan apabila kadar progesteron ditemukan > 3 ng/mL maka menunjukkan pasien mengalami ovulasi
Follicle stimulating hormone (FSH): Pemeriksaan kadar FSH serum bertujuan untuk melihat cadangan ovarium. Pemeriksaan ini dilakukan pada hari ke-3 siklus menstruasi. Kadar FSH < 10 IU/mL menunjukkan cadangan ovarium normal; 10-20 IU/mL merupakan sedang; dan FSH > 20 IU/mL menunjukkan prognosis buruk untuk ovulasi dan cadangan ovarium rendah
- Estradiol : Pemeriksaan kadar estradiol serum juga dilakukan pada hari ketiga siklus menstruasi. Hasil estradiol < 80 pg/mL menunjukkan cadangan ovarium adekuat; > 80 pg/mL menunjukkan kemungkinan hamil yang rendah; dan > 100 pg/mL menunjukkan kemungkinan hamil 0%
- Hormon Anti-Mullerian (AMH): AMH merupakan penanda fungsi ovarium. Hasil normal AMH adalah 1,0 – 3,5 ng/mL. Apabila hasil AMH <0,5 ng/mL menunjukkan sulitnya > 3 folikel untuk berkembang. Jika kadar < 1,0 ng/mL, maka menunjukkan terbatasnya ketersediaan ovum dan membutuhkan induksi ovulasi yang agresif. Sementara itu, jika kadar > 3,5 ng/mL menunjukkan ketersediaan ovum yang cukup dan mungkin membutuhkan induksi ringan untuk mencegah sindrom hiperstimulasi ovarium[2-4]
Radiologi
Pemeriksaan radiologi dibutuhkan untuk mengevaluasi patensi tuba dan mengevaluasi kavitas uterus. Berikut ini merupakan beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan:
- Histerosalpingografi: Pemeriksaan histerosalpingografi dilakukan untuk skrining oklusi tuba dan kelainan struktural uterus lainnya. Pemeriksaan ini bersifat invasif minimal dan umumnya dilakukan sebelum dilakukannya pemeriksaan yang lebih invasif
- Laparoskopi: Pemeriksaan laparoskopi merupakan baku emas evaluasi patensi tuba. Pemeriksaan ini bersifat invasif dan dilakukan apabila pemeriksaan histerosalpingografi tidak menunjukkan hasil yang adekuat, terutama pada kasus adhesi tuba dan intrauterin. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi adhesi pelvis, endometriosis, dan penyakit pelvis lain
Saline infusion sonogram: Saline infusion sonogram (SIS) merupakan pemeriksaan ultrasonografi uterus dengan memasukkan sedikit cairan salin normal ke dalam uterus untuk melihat dinding endometrium. Pemeriksaan digunakan untuk alat skrining kavitas uterus sebelum dilakukannya terapi infertilitas
- Histeroskopi: Histeroskopi merupakan pemeriksaan invasif untuk melihat secara langsung patologi intrauterine dan melakukan tindakan secara langsung bila diperlukan. Pemeriksaan histeroskopi dilakukan apabila hasil pemeriksaan SIS kurang memuaskan[2-4]