Penatalaksanaan Restless Legs Syndrome
Tujuan terapi Restless Legs Syndrome (RLS) adalah untuk mengurangi atau menghilangkan gejala RLS dan meningkatkan fungsi siang hari, tidur, dan kualitas hidup. RLS adalah kondisi yang dapat diobati yang umumnya merespon dengan baik terhadap terapi farmakologis. Sedangkan tatalaksana non medikamentosa adalah dengan memperbaiki pola hidup seperti olah raga, makanan makanan bergizi, menghindari minum alkohol serta menghindari stres.[1-8,12,16]
Medikamentosa
Tatalaksana medikamentosa RLS umumnya adalah tatalaksana simptomatik, oleh karena terapi pengobatan hanya efektif untuk RLS sekunder. Hal ini dikarenakan pengobatan yang efektif hingga saat ini adalah mengobati penyakit sekunder yang menyertai terjadinya RLS.
Adapun terapi medikamentosa RLS meliputi:
Dopaminergic
Levodopa disintesis oleh sel-sel dopaminergik dan dimetabolisme menjadi 3-ortho-methyldopa atau dopamin. Levodopa oral akan secara cepat diabsorbsi oleh usus kecil dan mencapai kadar puncaknya setelah 0.5 – 2 jam setelah absorbsi. Terapi dopaminergik merupakan terapi lini pertama pada RLS termasuk didalamnya pramipexole dan ropinirole.[1-5,12,16]
Table 1 - Golongan Obat Dopaminergic
Golongan Obat | Nama Obat | Dosis rata-rata harian | Efek samping |
Non Ergotamin derived | Pramipexole | 0.125 – 0.75 mg/hari | Nausea, mengantuk dan insomnia |
Ropinirole | 0.25 – 4.0 mg/hari | Nausea, sakit kepala, kelelahan, pusing dan muntah | |
Rotigotine | 0.5,1,2 atau 3 mg/ hari | Nausea, mual dan muntah serta sakit kepala | |
Ergotamin derived | Pergolide | hanya digunakan pada RLS yang tidak efektif dengan terapi lainnya | Efek samping paling serius fibrosis dan valvulopathy |
Levodopa | Cabergoline | ≤200 mg / hari | Nausea |
Sumber: dr. Ghifara Huda, SE., AAAK. 2021[1-5,12,16]
Terapi Opioid
Terapi opioid restless legs syndrome dapat berupa oxycodone, methadon, tramadol dan sedatif hipnotik. Berikut adalah obat obatan yang termasuk dalam golongan opioid:[1-5,12,16]
Oxycodone:
Oxycodone apabila dilihat secara struktur kimianya masih berhubungan dengan morfin akan tetapi lebih dekat dengan codein. Obat ini memiliki mekanisme kerja seperti golongan opioid umumnya dengan mengikat reseptor μ, κ dan ϑ yang berpasangan dengan protein G yang didistribusikan oleh sistem saraf pusat, perifer dan otonom serta bekerja pada reseptor mu. Sehingga obat ini dapat menghambat system adenyl cyclase dan terjadi hiperpolarisasi dari sel saraf.
Methadon:
Methadon bekerja pada reseptor mu dan merupakan opioid sintetis yang strukturnya beda dari morfin namun memiliki efek farmakologis yang sama dengan morfin. Methadon memiliki kinerja sebagai agonis penuh reseptor µ-opioid , κ- dan σ-opioid di sistem saraf pusat dan tepi sehingga dapat menghilangkan ataupun mengobati nyeri.
Tramadol:
Tramadol merupakan derivat kodein sintesis. Obat ini adalah agonis reseptor yang memiliki efek menghambat reuptake norepinefrin, serotonin dan noradrenaline. Selain itu obat ini dapat meningkatkan pelepasan serotonin yang mempengaruhi respon dan persepsi nyeri dengan mengikat reseptor mu di sistem saraf pusat.
Sedatif Hypnotik:
Secara umum obat sedatif bekerja melalui ikatan dengan subunit alfa pada reseptor GABA yang memiliki kinerja membuka kanal klorida dengan efek hiperpolarisasi dan inhibisi. Obat ini dapat menyebabkan penurunan aktivitas, mengurangi ketegangan dan penenang. Efek penghambatan sedatif hipnotik hanya terjadi pada sinaps GABA-nergik.
Antikonvulsan
Antikonvulsan ataupun anti kejang merupakan salah satu obat yang dapat diberikan pada RLS. Adapun beberapa obat golongan antikonvulsan yang digunakan untuk pengobatan RLS meliputi:[1-5,12,16]
Gabapentin:
Obat ini adalah analog GABA namun memiliki mekanisme kerja yang berbeda dari GABA. Gabapentin memiliki waktu paruh 5–7 jam dan diekskresi di ginjal dalam bentuk yang konstan tidak berubah. Obat ini dapat menembus sawar darah otak dan bekerja pada neurotransmitter. Obat ini dapat menunjukkan afinitas tinggi pada pengikatan di voltage gated calcium channels terutama alfa-2-delta-1 yang menghambat pelepasan neurotransmitter di daerah presinaptik. Obat ini menunjukkan kemampuannya dalam meningkatkan kadar serotonin total.
Carbamazepine:
Secara kimia carbamazepine berhubungan dengan tricyclic antidepresan dengan efek utama mengurangi eksitasi neuron melalui hambatan pada kanal natrium.
Vitamin dan Mineral
Tata laksana menggunakan vitamin dan mineral juga diperlukan untuk mengurangi gejala pada RLS. Dalam RLS, ditemukan berkurangnya zat besi, asam folat dan vitamin B12 yang bisa membantu meningkatkan kadar besi dalam tubuh. Kedua, magnesium digunakan untuk memperbaiki pola tidur pasien.
Zat Besi dan Asam Folat:
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa defisiensi zat besi dan vitamin B12 merupakan salah satu penyebab terjadinya RLS. Zat besi merupakan zat yang sangat diperlukan oleh beberapa enzim dan protein seperti hemoglobin dan thyrosine hydroxylase. Pelaksanaan pemeriksaan kadar zat besi, vitamin B12 dan asam folat salah satunya diperlukan pada kondisi ibu hamil maupun pada seseorang yang suka mengkonsumsi alkohol.[1-4]
Dosis zat besi yang dapat diberikan secara peroral adalah sebanyak satu kali perhari dengan dosis sebesar 65–85 mg. Konsumsi zat besi hendaknya tidak diberikan bersamaan dengan suplemen makanan maupun susu. Konsumsi zat besi sebaiknya diberikan pada saat perut kosong atau satu hingga dua jam sebelum makan makanan. Pemberian suplemen zat besi hingga mencapai kadar serum feritrin diatas 100 µg/l.[2]
Magnesium:
Dosis magnesium yang dapat diberikan pada seseorang berdasarkan usia dan ada tidaknya kehamilan maupun menyusui. Umumnya dosis Magnesium yang diberikan pada orang dewasa adalah 400 mg perhari. Pada penderita RLS hendaknya magnesium diberikan pada pagi hari, karena magnesium dapat memperbaiki pola tidur sehat.[1-5,7,11]
Magnesium merupakan mineral esensial yang bekerja sebagai kofaktor ribuan reaksi enzimatik. Magnesium merupakan elemen yang ditemukan di darah, tulang dan jaringan lunak. Zat ini bekerja dengan lebih dari 300 enzim yang meregulasi sintesa protein, pembentukan otot dan sistem saraf, pengontrol kadar gula darah dan tekanan darah. selain itu juga memiliki peranan penting pada relaksasi otot, produksi energi dan hidrasi. Ditambah lagi magnesium juga memainkan peranan penting pada transpor kalsium dan potasium sepanjang membran sel yang berefek pada konduksi saraf, kontraksi otot dan detak jantung.
Non Medikamentosa
Tatalaksana non medikamentosa RLS umumnya menitik beratkan pada perbaikan pola hidup menjadi pola hidup sehat dan menghindari stres yang dapat memicu ataupun memperburuk terjadinya RLS.
Sleep Hygiene (Pola Tidur Sehat)
Pola tidur yang sehat dan cukup merupakan salah satu faktor utama yang perlu dikoreksi pada pasien yang mengalami RLS. Dimana prosedur tatalaksana pola tidur sehat ini merupakan langkah awal sebelum pasien mendapatkan terapi medikamentosa. Gangguan tidur maupun hal yang dapat menyebabkan insomnia haruslah dihindari pada pasien RLS, oleh karena hal tersebut dapat memperburuk maupun mengurangi efektivitas pengobatan RLS. Upaya meningkatkan pola tidur sehat dapat dilakukan beberapa aktivitas sebelum tidur seperti olahraga ringan sebelum tidur, mandi air hangat maupun dingin, terapi pijat pada lutut maupun anggota badan dengan tujuan meningkatkan relaksasi otot.
Menghindari maupun Membatasi Konsumsi Kafein dan Alkohol
Kafein yang berlebihan dapat mengganggu pola tidur pasien RLS, sehingga perlu dibatasi hingga dihindari konsumsi kafein pada pasien yang menderita RLS. Selain itu alkohol seperti yang telah dibahas sebelumnya dapat menyebabkan gangguan sistem saraf, sehingga konsumsi alkohol haruslah dihindari pada pasien RLS.
Olahraga Teratur
Olahraga merupakan tatalaksana non medikamentosa yang sangat diperlukan pada pasien RLS. Olahraga teratur setiap harinya dapat mencegah terjadinya stress, memperbaiki metabolisme dan memberikan efek relaksasi otot pada pasien RLS.[1-5,7,11]