Prognosis Cerebral Palsy
Prognosis cerebral palsy bergantung tingkat disabilitas yang terjadi, seperti perkembangan kemampuan motorik, tipe spastisitas, dan kemampuan kognitif.[13]
Komplikasi
Cerebral palsy dapat menimbulkan komplikasi yang cukup banyak. Komplikasi yang ditimbulkan harus ditangani bersamaan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
Gangguan Penglihatan dan Pendengaran
Sebanyak 25-29% pasien dewasa dengan cerebral palsy mengalami gangguan penglihatan dan 8-18% mengalami gangguan pendengaran. Gangguan penglihatan yang umum adalah strabismus, nystagmus, dan atrofi optik. Skrining penglihatan dapat dilakukan pada 48 jam pertama setelah lahir pada bayi cukup bulan. Skrining pendengaran dilakukan saat bayi lahir dan setiap 6 bulan hingga usia 3 tahun.[3,21]
Epilepsi
Epilepsi merupakan gejala gangguan fungsi otak yang sering ditemukan dan dapat menyebabkan kerusakan otak apabila berlangsung lebih dari 30 menit. Epilepsi dapat terjadi pada 40-50% pasien cerebral palsy.
Pasien yang rentan mengalami epilepsi adalah pasien dengan profil klinis asfiksia, usia gestasi kurang bulan, proses persalinan dengan tindakan, berat lahir rendah, riwayat infeksi susunan saraf pusat, kejang neonatal, kejang pertama pada usia ≤1 tahun, riwayat epilepsi dalam keluarga, kelainan lingkar kepala, kelainan CT scan kepala, dan kelainan EEG.[3,20-22]
Gangguan Kesehatan Mental
Selain defisit kognitif, pasien dengan cerebral palsy juga dapat memiliki komorbid psikiatrik seperti masalah emosional dan perilaku, gangguan cemas, depresi, atau gangguan tidur. Masalah kesehatan mental tidak hanya dialami oleh pasien, tetapi juga oleh orang tua.
Identifikasi gangguan perilaku dan emosi negatif penting dilakukan dalam konseling dan terapi. Gangguan tidur yang dialami pasien diintervensi sebelum menyebabkan masalah akademik dan perilaku. Edukasi mengenai gangguan tidur meliputi sleep hygiene dan penanganan terhadap spastisitas.[3,21]
Nyeri
Nyeri terjadi pada 50-75% pasien dengan cerebral palsy dan 25% di antaranya mengalami nyeri yang membatasi aktivitas. Nyeri menurunkan kualitas hidup pasien dan menurunkan partisipasi pasien dalam kehidupan sosial. Beberapa penyebab nyeri antara lain dystonia, subluksasi sendi panggul, konstipasi, atau refluks gastroesofageal.[12,20]
Gangguan Komunikasi
Defisit kognitif yang dialami pasien dapat menghambat komunikasi. Kemampuan berkomunikasi dapat ditingkatkan dengan terapi wicara, penggunaan simbol Bliss, atau bantuan teknologi seperti penggunaan kecerdasan buatan dan alat penghasil suara.[3,15]
Gangguan Berkemih
Gangguan anatomi dan gangguan kontrol otot berkemih menimbulkan inkontinensia urine dan infeksi saluran kemih. Terapi yang dilakukan antara lain terapi fisik, biofeedback, pemberian obat, atau tindakan operatif.[3,12]
Ulkus
Mobilisasi yang terbatas membuat pasien dengan cerebral palsy rentan mengalami ulkus dekubitus. Terapi pada pasien bertujuan untuk mengurangi tekanan pada daerah yang mengalami cedera dengan dilakukan perubahan posisi berkala, pemberian dressing profilaksis, atau alas yang dapat mengurangi tekanan.[3]
Osteoporosis
Asupan nutrisi yang buruk, penurunan kekuatan otot, paparan sinar matahari yang kurang, dan pemberian antikonvulsan berperan dalam menimbulkan osteoporosis. Diperkirakan 80-90% pasien memiliki densitas tulang yang rendah dan berisiko menyebabkan fraktur patologis, terutama pada femur. Pemeriksaan dual energy x-ray absorptiometry dapat dilakukan untuk memastikan diagnosis pada pasien dengan risiko tinggi. Beberapa suplemen yang dapat diberikan adalah kalsium, vitamin D, dan bifosfonat.[3]
Gangguan Gastrointestinal
Gangguan pada sistem gastrointestinal dapat terjadi akibat gangguan motilitas saluran cerna, imobilisasi, dan asupan nutrisi yang kurang, sehingga menyebabkan muntah, konstipasi, refluks gastroesofageal, dan obstruksi saluran cerna. Pemberian obat pencahar dapat dilakukan. Selain itu, dilakukan pembersihan saluran cerna dan peningkatan asupan cairan dan serat.[3]
Drooling
Drooling disebabkan oleh disfungsi oromotor. Drooling dapat menyebabkan hambatan dalam bersosialisasi pada pasien dengan cerebral palsy.[12]
Gangguan Makan dan Nutrisi
Pasien dengan cerebral palsy sering mengalami kesulitan dalam mengunyah dan menelan, yang mengakibatkan waktu makan teramat panjang. Masalah lain yang juga sering muncul adalah tersedak dan muntah. Gangguan menelan dapat berakibat buruk karena risiko tersedak atau infeksi paru-paru akibat aspirasi secara tidak sengaja. Dalam jangka panjang, gangguan menelan dapat menimbulkan malnutrisi dan menyebabkan komplikasi pada anak, seperti osteoporosis.
Kemampuan makan harus dinilai setiap bulan selama 3-4 bulan, termasuk status gizi pasien. Apabila terdapat gangguan, perlu dipertimbangkan beberapa hal seperti pemberian teknik dan latihan menelan, pemberian makanan yang lunak atau cairan, dan pemberian nutrisi secara alternatif dengan pemasangan pipa nasogastrik atau operasi gastrostomi pada kasus yang berat.[2,3,12]
Prognosis
Cerebral palsy merupakan kondisi seumur hidup. Anak yang mendapatkan intervensi dini dan penanganan medis yang baik akan tumbuh dewasa dengan angka kesintasan 90% hingga usia 20 tahun. Sebanyak 2 dari 3 anak dengan cerebral palsy dapat mandiri dengan atau tanpa bantuan, 3 dari 4 anak dapat berbicara, dan 1 dari 2 anak memiliki kemampuan kognitif yang normal.[4]