Penatalaksanaan Cerebral Palsy
Penatalaksanaan cerebral palsy dilakukan secara multidisipliner. Terapi yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan perkembangan anak agar dapat mencapai kemandirian yang semaksimal mungkin dan menangani komorbiditas yang menyertai. Target terapi ditetapkan bersama antara orang tua, pasien, dan tim profesional yang menangani secara realistis dan dievaluasi secara berkala.
Tata Laksana Gangguan Motorik
Terapi fisik dan terapi okupasional bertujuan untuk memperbaiki gerakan dan keseimbangan pasien dengan cerebral palsy, sehingga pasien dapat beraktivitas sehari-hari. Fungsi motorik yang ditargetkan terutama fungsi ekstremitas atas. Terdapat beberapa terapi fisik dan terapi okupasional yang dapat diberikan.
Hand-arm intensive bimanual training: Latihan bimanual diberikan pada pasien dengan spastik hemiplegia. Pada terapi ini, anak dilatih untuk menggunakan kedua tangan secara repetitif
Constraint induced movement therapy: Terapi ini bertujuan untuk memperbaiki fungsi tangan dengan cara melatih sisi yang terpengaruh dan menggunakan pengekang pada sisi yang dominan. Latihan ini efektif dilakukan untuk semua usia
Context focused therapy: Terapi ini memberikan fokus pada penyesuaian lingkungan dan target fungsional kepada kemampuan anak. Dengan mengubah faktor lingkungan dan penyesuaian tugas, diharapkan pasien mampu melakukan aktivitas yang tidak dapat dilakukan sebelumnya
Goal directed therapy: Terapi ini dilakukan dengan pendekatan pembelajaran motorik berdasarkan target aktivitas yang ditetapkan pasien[12,19]
Tata laksana Spastisitas
Tata laksana spastisitas penting dilakukan untuk mencegah dan memperbaiki tulang dan deformasi sendi, mengurangi nyeri, serta memperbaiki status fungsional pasien. Pilihan terapi yang dapat diberikan adalah terapi farmakologi dan nonfarmakologi. Intervensi nonfarmakologi meliputi fisioterapi, terapi okupasional, penggunaan peralatan adaptif dan ortosis, intervensi ortopedi, dan selective dorsal rhizotomy.
Fisioterapi
Fisioterapi merupakan salah satu terapi yang paling utama pada anak dengan disabilitas motorik. Tujuan utama fisioterapi adalah meningkatkan kekuatan motorik sesuai prioritas pasien dan keluarga. Untuk memberikan latihan motorik yang maksimal, pasien harus secara aktif berperan dalam terapi. Terapi yang dilakukan sebaiknya memberikan intensitas yang sesuai dan menantang.[20]
Selective Dorsal Rhizotomy (SDR)
SDR bertujuan untuk mengurangi spastisitas dengan cara memisahkan bagian dari akar lumbosakral dorsalis. SDR dilakukan pada pasien cerebral palsy dengan Gross Motor Function Classification System (GMFCS) II dan III, berusia 4-7 tahun, memiliki kemampuan kognitif, berkeinginan untuk berjalan, serta memiliki kekuatan dan kontrol motorik ekstremitas bawah dan dystonia minimal. Tindakan ini secara signifikan mengurangi kebutuhan injeksi toksin botulinum dan operasi ortopedi, namun mampu menyebabkan beberapa efek samping seperti gangguan proprioseptif, disfungsi pencernaan dan saluran kemih, hipotonia, nyeri punggung persisten, atau deformitas.[3,12,17]
Intervensi Ortopedi
Kelainan muskuloskeletal progresif yang dapat terjadi pada pasien dengan cerebral palsy membutuhkan intervensi ortopedi. Tindakan intervensi ini bertujuan untuk memperbaiki deformitas yang disebabkan oleh aktivitas otot yang berlebihan. Pada kondisi spasme ekstremitas bawah atau dislokasi panggul, dapat dipertimbangkan tindakan yang mengurangi spasme otot seperti tenotomi adduktor, atau transfer psoas. Tenotomi tendon Achilles dilakukan pada pasien spastik hemiplegia dengan tight heel cord. [12,15]
Penggunaan Orthosis Dan Alat Bantu
Orthosis dan alat bantu adaptif bertujuan untuk meningkatkan kemampuan beraktivitas dan fungsional pasien. Alat bantu yang diberikan misalnya kursi roda, alat bantu dengar, orthosis, dan tungkai artifisial. Orthosis akan membantu meningkatkan kekuatan ekstremitas bawah pada kasus deformitas equinus dan membantu pasien berjalan.[3,4]
Tata Laksana Kontraktur
Kontraktur pada pasien dengan cerebral palsy terjadi akibat hipertonia otot. Otot dan tendon tidak mampu memanjang dan menyesuaikan dengan pertumbuhan tulang. Otot yang melewati 2 sendi lebih rentan terhadap kontraktur, sehingga beberapa prosedur bedah membuat otot dengan 2 sendi berfungsi seperti otot dengan 1 sendi.
Kontraktur spastik dapat diperbaiki dengan relaksasi dan tindakan nonbedah seperti splinting atau injeksi toksin botulinum. Sementara itu, kontraktur yang menetap diperbaiki dengan memanjangkan kelompok otot dan tendon. Terdapat beberapa cara untuk mencegah terjadinya kontraktur menetap, misalnya penggunaan orthosis, splinting, dan night braces.[20]
Tata Laksana Kelainan Sendi Panggul
Diperkirakan 36% anak dengan cerebral palsy mengalami gangguan pada sendi panggul. Insiden ini bertambah seiring dengan peningkatan kelas GMFCS, hingga 90% pada GMFCS V.
Dislokasi sendi panggul dapat dihindari tanpa melakukan tindakan bedah. Perlu dilakukan pemeriksaan berkala dan pemeriksaan radiologi untuk mengidentifikasi masalah sejak dini. Demikian pula dengan skoliosis, karena skoliosis dapat berkembang dengan cepat sejak usia muda pada pasien dengan spastisitas bilateral yang berat. Tindakan bedah untuk memperbaiki skoliosis adalah dengan fusi T2-pelvis Tindakan total hip arthroplasty dapat memperbaiki integritas dan fungsi dari sendi dan mengurangi nyeri akibat gangguan sendi.[3,20,21]
Terapi Farmakologi
Beberapa obat dapat diberikan untuk mengatasi spastisitas, namun terdapat risiko efek samping seperti sedasi dan penurunan ambang kejang.
Diazepam 0,01-0,3 mg/kg/hari dibagi dua atau tiga dosis
Baclofen 0,2-2 mg/kg/hari dibagi dua atau tiga dosis. Baclofen dapat diberikan secara intrathecal pada kasus spastisitas berat
- Dantrolene 0,5-10 mg/kg/hari dibagi dua dosis
Levodopa 0,5-2 mg/kg/hari dan triheksilfenidil 0,25 mg/kg/hari dapat diberikan untuk mengatasi dystonia
- Reserpine 0,01-0,02 mg/kg/hari dibagi dua dosis maksimal 0,25 mg sehari dan tetrabenazine 12,5-25 mg dibagi dua atau tiga dosis diberikan untuk gangguan gerakan hiperkinetik termasuk athetosis atau chorea
- Injeksi toksin botulinum dapat diberikan pada kelompok otot yang mengalami spastisitas dan kelenjar saliva untuk mengurangi drooling. Dosis yang biasanya diberikan adalah 4-16 U/kg[15]