Diagnosis Hiperkalemia
Diagnosis hiperkalemia ditegakkan dengan pemeriksaan klinis dan temuan peningkatan kadar kalium dari pemeriksaan laboratorium. Hal yang perlu diwaspadai dari kasus hiperkalemia adalah efek kardiovaskular, misalnya aritmia.
Anamnesis
Gejala yang ditimbulkan oleh hiperkalemia sering tidak spesifik. Gejala yang paling banyak dikeluhkan pasien hiperkalemia adalah kelemahan dan kelelahan. Hiperkalemia juga dapat bermanifestasi sebagai keluhan pada sistem kardiovaskular atau muskuloskeletal.
Riwayat penyakit ginjal, diabetes, kemoterapi, trauma mayor, atau nyeri otot yang mengarah pada rhabdomyolisis dapat menjadi petunjuk tambahan kecurigaan terhadap hiperkalemia. Terkadang pasien juga dapat mengeluhkan kelumpuhan otot, sesak napas, palpitasi, atau nyeri dada. Pasien dapat juga mengalami mual, muntah, dan parestesia.
Pada anamnesis juga perlu ditanyakan hal-hal yang bisa meningkatkan risiko hiperkalemia, misalnya penggunaan obat-obatan tertentu, seperti heparin, ketoconazole, atau spironolactone.[1,2]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien hiperkalemia bisa saja normal. Temuan pemeriksaan fisik yang didapat mungkin berhubungan dengan penyakit yang mendasari, misalnya hipertensi dan edema pada penderita penyakit ginjal; nyeri otot pada pasien dengan rhabdomyolisis; atau ikterus pada pasien dengan kondisi hemolitik.
Pasien dapat mengalami kelemahan otot, flaccid paralysis, atau penurunan refleks tendon dalam. Kelemahan otot dapat terjadi secara ascending, dimulai dari kaki dan berlanjut ke tubuh dan lengan. Hal ini kemudian dapat berkembang menjadi flaccid paralysis, mirip dengan sindrom Guillain-Barré. Tonus sfingter dan fungsi saraf kranial biasanya normal. Kelemahan otot pernapasan dapat terjadi namun insidensinya jarang.
Pada pemeriksaan jantung bisa didapatkan ekstrasistol, pause, atau bradikardia akibat blokade jantung. Takipnea dapat ditemukan bila terjadi gangguan pada otot pernapasan.[2,8]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding hiperkalemia dibuat untuk mempersempit kemungkinan penyebab yang mendasari. Hiperkalemia juga dapat didiagnosis banding dengan pseudohiperkalemia.
Pseudohiperkalemia
Pseudohiperkalemia terjadi ketika hasil laboratorium kadar kalium tidak menunjukkan nilai kalium yang sebenarnya. Penyebab tersering adalah lisis dari sel darah merah pada spesimen flebotomi. Diagnosis dapat dieksklusi dengan mengulangi pemeriksaan dan mengukur nilai kalium di serum dan di plasma. Pada pseudohiperkalemia, kadar plasma akan normal dan kadar serum meningkat.
Hiperkalemia Karena Penurunan Ekskresi Kalium
Penurunan ekskresi kalium umumnya disebabkan oleh gangguan fungsi ginjal, misalnya gagal ginjal, hipoperfusi ginjal, ataupun hipoaldosteronisme.
Hiperkalemia Diinduksi Obat
Berbagai obat dapat menyebabkan hiperkalemia, misalnya penyekat beta, obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS), captopril, ramipril, candesartan, heparin, ketoconazole, spironolactone, amilorid, triamterene, trimetoprim, agonis alfa, digoxin, succinylcholine, isofluran, minoksidil, somatostatin, dan mannitol.
Hiperkalemia Kongenital
Abnormalitas kongenital sintesis aldosteron juga dapat menyebabkan peningkatan kadar kalium dan peningkatan ekskresi natrium. Pada kondisi yang berat, neonatus bisa mengalami komplikasi yang fatal bahkan berujung kematian. Contoh kondisi yang perlu dipertimbangkan dalam diagnosis banding adalah congenital adrenal hyperplasia dan pseudohipoaldosteronisme.[25]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat menunjukkan diagnosis hiperkalemia adalah pemeriksaan elektrolit. Pemeriksaan penunjang lain yang perlu dilakukan mencakup EKG dan fungsi ginjal.
Elektrolit
Pemeriksaan elektrolit yang dilakukan meliputi evaluasi kadar kalium, natrium, dan kalsium dalam serum. Kadar kalsium serum penting untuk diperiksa karena hipokalsemia dapat memperburuk efek hiperkalemia pada jantung.
Nilai referensi kadar kalium dalam darah adalah 3,5-5,0 meq/L. Jika kadar kalium lebih dari 5,0-5,5 mEq/L maka diagnosis hiperkalemia dapat ditegakkan.[1,2]
Elektrokardiografi (EKG)
Peningkatan kalium ekstrasel memiliki beberapa efek pada elektrofisiologi miokard yang berkontribusi pada gangguan konduksi jantung. Ketika terjadi peningkatan kalium ekstrasel, gradien kalium intrasel ke ekstrasel menurun, sehingga menurunkan potensi membran istirahat. Peningkatan kalium ekstrasel juga meningkatkan permeabilitas membran terhadap kalium, menurunkan resistensi membran, meningkatkan arus repolarisasi, dan memperpendek potensial aksi transmembran.[5]
Kelainan EKG klasik yang dapat ditemukan pada kasus hiperkalemia adalah gelombang T yang tinggi yang merefleksikan penurunan ambang batas depolarisasi cepat dan pemanjangan interval QT. Kemudian, akan terjadi pemanjangan interval PR secara progresif, dan gelombang P akan menghilang, bradikardia, dan QRS melebar.
Pada kasus yang lebih jarang, hiperkalemia dapat membentuk perubahan segmen ST non-spesifik yang menyerupai sindroma Brugada. Pola EKG ini terjadi pada pasien sakit kritis dengan hiperkalemia yang signifikan dan dapat dibedakan dari sindrom Brugada genetik dengan tidak adanya gelombang P, pelebaran QRS, atau sumbu QRS yang abnormal.[5,20]
Fungsi Ginjal
Pemeriksaan fungsi ginjal penting untuk dilakukan sebab gangguan ekskresi kalium di ginjal merupakan hal yang sering mendasari hiperkalemia. Pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi pengukuran kadar blood urea nitrogen (BUN) dan kreatinin serum untuk menilai fungsi ginjal, serta urinalisis untuk skrining penyakit ginjal.[2]
Pemeriksaan Lain
Selain untuk keperluan diagnostik, pemeriksaan penunjang juga dapat dilakukan untuk mengevaluasi kemungkinan penyebab dari hiperkalemia. Bergantung pada temuan klinis dan hasil laboratorium, pemeriksaan berikut dapat bermanfaat:
- Kadar glukosa: pada pasien dengan kecurigaan diabetes melitus atau riwayat penyakit diabetes mellitus yang sudah diketahui
- Kadar digoxin: jika pasien dalam pengobatan digitalis
- Gas darah arteri atau vena: jika terdapat kecurigaan asidosis
- Kadar kortisol dan aldosteron serum: untuk memeriksa defisiensi mineralokortikoid ketika penyebab lain telah dieliminasi
- Tes asam urat serum dan fosfor: untuk sindrom lisis tumor
- Pengukuran serum kreatinin fosfokinase (CPK): untuk rhabdomyolysis[1,2]