Gangguan Elektrolit pada Diabetes Mellitus tipe 2

Oleh :
dr.Petty Atmadja, Sp.PK

Pasien diabetes mellitus tipe 2 sering mengalami gangguan elektrolit, utamanya pada individu dengan diabetes dekompensata. Gangguan elektrolit dapat terjadi karena berbagai penyebab, misalnya ketoasidosis diabetik, sindrom hiperglikemik hiperosmolar nonketotik, gejala polidipsia, dan nefropati diabetik.

Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolik kronis progresif yang ditandai dengan terjadinya resistensi insulin dan kegagalan sel beta pankreas. Diabetes mellitus memiliki beban kesehatan yang tinggi di seluruh dunia, serta merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di negara-negara berkembang. International Diabetes Federation memperkirakan diabetes mellitus mempengaruhi 425 juta individu dan akan mencapai angka 629 juta di tahun 2045.[1-4]

Gangguan Elektrolit pada Diabetes Mellitus tipe 2-min

Keterkaitan Antara Insulin dan Elektrolit

Keseimbangan cairan dan elektrolit memegang peran penting dalam menjaga homeostasis tubuh. Elektrolit merupakan komponen esensial dalam berbagai proses biokimia, termasuk regulasi volume dan osmosis cairan tubuh, kontraktilitas dan ritme jantung, eksitabilitas neuromuskular, serta keseimbangan asam basa. Hubungan antara insulin, glukosa, dan elektrolit merupakan sistem kompleks yang akan mempengaruhi perjalanan penyakit dan keberhasilan terapi pasien diabetes mellitus tipe 2.[4-6]

Natrium (Na) dan klorida (Cl) merupakan elektrolit utama cairan ekstraseluler, sedangkan kalium (K), magnesium (Mg), dan fosfat (P) merupakan elektrolit utama cairan intraseluler. Difusi ion K+ keluar sel dan Na+ ke dalam sel diperantarai oleh gradien elektrik transmembran. Pompa Na/K, yang distimulasi oleh insulin dan hormon katekolamin, akan membalikkan pergerakan elektrolit-elektrolit ini jika diperlukan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Perubahan dari kadar insulin atau katekolamin tentunya akan mempengaruhi kadar elektrolit serum.[6]

Berbagai Faktor Penyebab Gangguan Elektrolit pada Diabetes Mellitus Tipe 2

Abnormalitas elektrolit pada pasien diabetes mellitus tipe 2 dapat terjadi akibat gangguan distribusi elektrolit, gangguan pergerakan osmosis yang diinduksi oleh hiperglikemia, atau defisit sistem tubuh akibat diuresis osmosis. Nefropati diabetikum, yang merupakan salah satu komplikasi diabetes mellitus tipe 2 dan dapat berujung pada gagal ginjal, juga berpotensi menyebabkan gangguan keseimbangan elektrolit.

Beberapa mekanisme lain yang dapat menyebabkan gangguan elektrolit pada pasien diabetes mellitus tipe 2 mencakup gangguan nutrisi, gangguan asam-basa, penurunan kapasitas absorpsi gastrointestinal, agen farmakologi yang digunakan, komorbiditas pasien, dehidrasi, serta kondisi demam, muntah, atau penyakit akut lain.[1,3,5,7]

Hiponatremia merupakan gangguan elektrolit yang paling sering ditemukan pada pasien diabetes mellitus tipe 2, diikuti oleh hipokalemia dan hiperkalemia. Hal ini diduga berkaitan dengan perubahan ekskresi atau reabsorpsi elektrolit di ginjal dan perubahan pada renin-angiotensin-aldosteron system (RAAS).[1,4,6,8]

Hiponatremia

Hiponatremia dapat terjadi pada pasien diabetes mellitus tipe 2 melalui berbagai mekanisme. Hiponatremia nonhipotonik dapat disebabkan oleh dilusi akibat hiperglikemia, atau pseudohiponatremia yang ditandai dengan hipertrigliseridemia dan hiperproteinemia. Nilai kadar natrium yang didapat dengan perhitungan koreksi merupakan prediktor luaran klinis yang lebih baik dibandingkan nilai yang didapat dari hasil pengukuran laboratorium. Perhitungan berikut bisa digunakan :

  • NaChange pada pasien hiperglikemia dan hipertrigliseridemia = Kadar trigliserida * 0,002

  • Kadar sodium diturunkan 2,4mEq/L tiap kenaikan 100 mg/dl glukosa[9]

Hiponatremia dapat terjadi pada pasien diabetes mellitus tidak terkontrol dengan hipertrigliseridemia walaupun kadar natrium dalam plasma adalah normal. Fenomena ini disebut pseudohiponatremia. Pasien diabetes mellitus tipe 2 sering menunjukkan kenaikan kadar trigliserida 1,5 hingga 3 kali lipat di atas batas referensi. Pasien tidak menunjukkan gejala-gejala hiponatremia karena kondisi ini bukanlah hiponatremia sesungguhnya, melainkan hanya perubahan pada hasil pengukuran laboratorium. Sebagai contoh, jika kadar trigliserida adalah 200 mg/dl, maka perubahan kadar natrium adalah 0,40 mEq/L. Oleh karenanya, pada pasien diabetes mellitus dengan hipertrigliseridemia, dokter perlu melakukan penghitungan untuk mengetahui apakah hiponatremia sesungguhnya terjadi atau tidak, serta melakukan koreksi natrium jika memang pasien mengalami hiponatremia. Sedangkan, kontrol glikemik dan penurunan kadar trigliserida serum akan mengoreksi pseudohiponatremia yang terjadi.[1]

Hiponatremia hipotonik dapat disebabkan oleh hipovolemia; penggunaan obat-obatan seperti diuretik thiazid dan sulfonilurea generasi pertama (tolazamide dan tolbutamide); adanya syndrome of inappropriate antidiuresis hormone (SIADH) yang terkait diabetes; nefropati diabetikum; atau sindroma hiporeninemik hipoaldoteronisme.[1,7]

Glukosa merupakan substansi osmosis aktif dan hiperglikemia yang terjadi pada pasien diabetes mellitus akan meningkatkan osmolalitas serum. Hal ini kemudian mengakibatkan pergerakan air keluar sel dan penurunan kadar natrium akibat efek dilusi. Pemeriksaan osmolalitas serum dapat membedakan hiponatremia hipotonik (osmolalitas darah rendah) atau non-hipotonik (osmolalitas darah normal atau meningkat).[1-4]

Hipokalemia

Hipokalemia pada pasien diabetes mellitus dapat disebabkan oleh redistribusi K+ dari kompartemen ekstraseluler ke intraseluler akibat pemberian insulin, kehilangan K+ di sistem gastrointestinal akibat sindroma malabsorpsi, dan kehilangan K+ di ginjal akibat diuresis osmosis atau hipomagnesemia.

Hipomagnesemia dapat menyebabkan hipokalemia karena konsentrasi Mg2+ intraseluler yang rendah akan mengaktivasi kanal K+ di medula renal untuk mensekresikan kalium. Pemberian insulin eksogen dapat mengakibatkan hipokalemia ringan karena menyebabkan masuknya K+ ke otot skeletal dan sel hepatik dengan peningkatan aktivitas enzim Na/K-ATPase.[1,7]

Hiperkalemia

Hiperkalemia pada pasien diabetes mellitus dapat disebabkan oleh keadaan asidosis, dimana setiap penurunan 0,1 pH darah akan meningkatkan 0,4 mEq/L kadar kalium plasma. Hiperkalemia juga dapat disebabkan oleh defisiensi insulin, hipertonisitas, lisis sel (misalnya rhabdomiolisis), dan konsumsi obat penyekat beta. Penurunan filtrasi glomerular akibat gagal ginjal akut maupun kronis, serta penggunaan obat-obat yang mengganggu ekskresi K+ juga dapat menimbulkan hiperkalemia. Meski demikian, bukti ilmiah menunjukkan bahwa penyebab tersering hiperkalemia kronis pada pasien diabetes mellitus adalah penurunan sekresi tubular ginjal akibat sindroma hiporeninemik hipoaldosteronisme.[1,4,7]

Hiperkloremia dan Hipokloremia

Hiperkloremia pada pasien diabetes mellitus dapat disebabkan oleh ketoasidosis diabetik. Ketoasidosis akan menyebabkan penurunan pH darah yang kemudian akan mengganggu keseimbangan asam basa, sehingga tubuh akan mengkompensasi buangan anion yang kemudian menaikkan konsentrasi klorida darah.

Sementara itu, hipokloremia dapat terjadi pada pasien diabetes mellitus akibat penggunaan diuretik berlebih atau muntah yang berkepanjangan.[1,3]

Hipokalsemia

Hipokalsemia adalah komplikasi yang dapat terjadi pada pasien-pasien dengan nefropati diabetikum walaupun laju filtrasi glomerular normal. Nefropati mengakibatkan hilangnya 25-hidroksivitamin D3 melalui ginjal yang akan mengubah set point hormon paratiroid dalam darah. Pasien kemudian akan mengalami kondisi hipoparatiroidisme yang dapat mengeksaserbasi terjadinya hipokalsemia.[1]

Hipomagnesemia

Hipomagnesemia dapat mengganggu pembuangan glukosa tubuh dan berkontribusi terhadap berbagai komplikasi diabetes mellitus, termasuk retinopati dan nefropati. Penyebab hipomagnesemia pada pasien diabetes mellitus meliputi asupan diet yang buruk, hiperfiltrasi glomerulus, metabolisme insulin yang terganggu, pemberian diuretic, dan kondisi asidosis metabolik rekuren. Insulin juga menyebabkan pergerakan Mg2+ dari ekstraseluler ke intraseluler, sehingga berkontribusi terhadap terjadinya hipomagnesemia.[7]

Hipofosfatemia

Pasien diabetes mellitus memiliki berbagai kondisi penyerta yang dapat mengakibatkan terjadinya hipofosfatemia. Kondisi ini antara lain hipertiroid primer, defisiensi vitamin D, malabsorpsi, dan penggunaan diuretik seperti furosemide. Peningkatan kadar insulin darah juga berkontribusi dalam meningkatkan transport glukosa dan fosfat ke dalam sel skeletal dan hepar, sehingga memperburuk kondisi hipofosfatemia. Sementara itu, pasien diabetes mellitus dengan ketoasidosis dapat jatuh pada kondisi hipofosfatemia karena mekanisme diuresis osmosis.

Perlu diketahui bahwa penatalaksanaan hipofosfatemia dapat mengakibatkan efek samping berupa hipokalsemia dan hipomagnesemia.[7]

Kesimpulan

Elektrolit berperan penting dalam menjaga keseimbangan cairan, asam basa, regulasi fungsi neuromuskular dan kardiovaskular, hantaran oksigen sel, serta banyak proses biokimia lain. Gangguan elektrolit sering terjadi pada pasien diabetes mellitus, baik karena kondisi hiperinsulinemia dan hiperglikemia maupun karena komplikasi penyakit atau obat yang dikonsumsi.

Hiponatremia, hipokalemia, dan hiperkalemia adalah gangguan elektrolit yang paling sering ditemukan pada pasien diabetes mellitus. Oleh karenanya, pemantauan kadar elektrolit berkala dianjurkan, serta ditambah dengan pemeriksaan kadar elektrolit jika ada indikasi medis, misalnya: saat pasien sedang mengalami ketoasidosis diabetikum, atau mengeluhkan tanda dan gejala gangguan elektrolit.

Kontrol glikemik yang baik adalah ujung tombak dari terapi diabetes mellitus, termasuk untuk mencegah timbulnya abnormalitas elektrolit dan potensi komplikasi.

Referensi