Diagnosis Cystic Fibrosis
Cystic fibrosis didiagnosis pada bayi rata-rata usia 6-8 bulan, sebagian besar pada usia 1 tahun. Keluhan berupa gangguan pernapasan seperti batuk persisten, produksi dahak berlebihan, sesak, hingga gangguan pencernaan seperti diare, dispepsia dan malnutrisi. Pemeriksaan fisik ditemukan kelainan sesuai dengan organ yang terkena, misalnya suara wheezing dan ronchi pada kedua lapang paru, hingga produksi keringat yang berlebihan. Deteksi dini dilakukan melalui berbagai pemeriksaan seperti tes genetik, dan tes kadar klorida keringat. Berbagai pemeriksaan pencitraan juga dapat digunakan sebagai pemeriksaan penunjang.
Anamnesis
Keluhan pasien bervariasi sesuai dengan usia, di antaranya pada neonatus bisa mengalami ileus mekonium atau gejala lain seperti edema anasarka. Pasien usia <1 tahun dapat datang dengan mengi, batuk, dan/atau infeksi saluran pernapasan dan pneumonia berulang. Keluhan saluran pencernaan pada bayi bisa steatorrhea, kegagalan untuk berkembang, atau keduanya. Pasien yang didiagnosis pada usia dewasa lebih cenderung memiliki insufisiensi pankreas, dan sering mengalami keluhan batuk kronis dengan dahak produktif.[2,17]
Gejala pada sistem pernapasan misalnya batuk persisten dengan produksi dahak berlebihan, infeksi saluran napas berulang, bronkiektasis, kesulitan bernapas, batuk berdarah, sinusitis berulang, dan polip hidung.[17,18]
Gejala sistem pencernaan termasuk malnutrisi, akibat kekurangan enzim pankreas yang berfungsi untuk membantu absorpsi vitamin, karbohidrat, protein, dan lemak. Nafsu makan besar tetapi tidak menambah berat badan dan pertumbuhan (cenderung menurun). Keluhan lain juga ditemukan nyeri dan ketidaknyamanan pada perut karena terlalu banyak gas dalam usus, disfungsi intestinal, diare atau konstipasi, dehidrasi, dispepsia, tinja berlemak (steatorrhea).[17]
Dapat juga terdapat gejala akibat gangguan sistem endokrin dan eksokrin, misalnya gejala diabetes mellitus (polifagi, polidipsi, poliuri, penurunan berat badan), produksi keringat berkurang, dan keluhan infertilitas.[18]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada penderita cystic fibrosis dapat menemukan tanda sesuai gangguan sistem tubuh. Gangguan sistem pernapasan ditemukan takipnea, hipertensi, penurunan saturasi oksigen, suara nafas ronchi atau wheezing dan demam bila terjadi infeksi. Tanda gangguan sinus seperti nyeri daerah sinus, penumpukan mukus yang kental (purulent discharge), hipertrofi konka. Gangguan sistem pencernaan ditemukan distensi abdomen, nyeri tekan epigastrium atau hipokondrium kanan (batu empedu). Akibat defisiensi vitamin A dan B kompleks menyebabkan kulit kering dan cheilosis. Jari clubbing akibat kekurangan oksigen bisa ditemukan pada pasien dengan kerusakan paru yang kronik.[17,19]
Diagnosa Banding
Cystic fibrosis harus dibedakan dari kondisi lain dengan presentasi yang sama dari batuk dan mengi, seperti flu biasa (common cold), asma, bronkiolitis, bronkitis, bronkiektasis, emfisema, diskinesia silia primer (sindrom Kartagener), aspirasi benda asing, pneumokoniosis, penyakit paru interstisial, pulmonal kardiogenik edema, GERD, celiac disease, atau protein losing enteropathies.[19,21]
Tabel 1. Diagnosis Banding Cystic Fibrosis
Diagnosis Banding | Pemeriksaan |
Diskinesia silia primer (Sindrom Kartagener) | Biopsi siliar saluran napas, pada sindrom Kartagener akan terjadi kelainan struktur silia |
Asma | Pasien cystic fibrosis dapat bersamaan dengan asma, sehingga harus dicari gejala lain untuk mendiagnosis cystic fibrosis dan perlu pemeriksaan rontgen toraks |
Gejala ISPA | Gangguan ISPA murni biasanya tidak disertai dengan malnutrisi |
Pulmonal Kardiogenik Edema | Riwayat penyakit jantung bawaan sebelumnya pada anak, gagal jantung pada dewasa, atau adanya faktor resiko lain seperti hipertensi |
Gangguan Perkembangan | Pada gangguan perkembangan murni hasil tes kandungan klorida keringat akan negatif |
Penyakit Celiac | Pasien dengan penyakit celiac akan membaik bila melakukan diet gluten. Biopsi usus akan menegakkan diagnosis |
GERD | Biasanya tidak disertai dengan malnutrisi bila bukan disebabkan karena cystic fibrosis. Tes barium atau emptying gastric test dapat dilakukan |
Protein Losing Enteropathies | Biopsi usus diperlukan untuk menegakkan diagnosis cystic fibrosis dari kehilangan serum protein karena gangguan saluran cerna (ulkus gaster) atau gangguan limfatik |
Sumber: dr. Eric Hartono, 2020 [19,21]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang sangat berarti untuk menyingkirkan diagnosa lain untuk menegakkan diagnosa cystic fibrosis. Pemeriksaan penunjang yang dapat dikerjakan untuk menegakkan diagnosis cystic fibrosis antara lain tes kandungan klorida keringat (sweat chloride test) dan tes genetik.[18,19]
Tes Kandungan Klorida Keringat (Sweat Chloride Test)
Sweat chloride test (SCT) dilakukan dengan cara mengumpulkan dan menganalisis komposisi keringat dengan metode iontophoresis pilocarpine. Nilai normal konsentrasi ion klorida rata-rata dibawah 30 mEq/L, sekitar 60 mEq/L ke atas didiagnosis cystic fibrosis. Sedangkan konsentrasi antara 30–60 mEq/L diduga sebagai kondisi heterozygous carriers, dan tidak dapat diidentifikasi secara akurat melalui SCT ini.[20]
Tes Genetika
Tes genetik melalui tes darah dapat mendeteksi kondisi karier dengan akurasi sampai 95%. Tes ini direkomendasikan untuk individu-individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan cystic fibrosis dan merencanakan kehamilan. Tes tidak diindikasikan untuk keperluan skrining secara umum. Pada bayi baru lahir dapat dilakukan melalui pengukuran kadar tripsin imunoreaktif dengan blood spot test Guthrie.[19]
Pemeriksaan antenatal dilakukan dengan tes vili korionik (chronic villus testing) pada usia kehamilan sekitar 10-12 minggu. Pemeriksaan ini hanya dilakukan untuk mendiagnosis cystic fibrosis pada janin yang akan diterminasi. Pemeriksaan prenatal sudah jarang dilakukan karena harapan hidup pasien-pasien dengan cystic fibrosis sekarang telah meningkat.[21]
Rontgen Toraks
Foto polos dada dapat memperlihatkan hiperinflasi dan penebalan bronkus. Gambaran bronkiektasis juga dapat terlihat di lobus superior. Pada paru yang sudah mengalami kerusakan lebih lanjut, dapat ditemukan nodul pulmonal akibat abses, infiltrat pulmonal disertai atelektasis, hiperinflasi yang bisa menyebabkan kifosis dan sternum membengkok. Selain itu, dapat terlihat juga gambaran dilatasi arteri pulmoner yang berhubungan dengan adanya kor pulmonale.[19,20]
Rontgen Abdomen
Radiografi abdomen pada kasus meconium ileus tanpa komplikasi, menunjukkan pola karakteristik loop usus yang melebar tidak merata, dengan air-fluid level yang bervariasi. Penampilan bubble soap ini (tanda Neuhauser) bukan merupakan tanda yang selalu tampak, mungkin tidak terlihat apabila mekonium yang terkumpul bersifat non liquid viscid. Gelembung gas dapat terlihat jelas ketika udara bercampur dengan mekonium, sehingga pemeriksaan ini sangat disarankan pada bayi dengan adanya riwayat keluarga cystic fibrosis.[20]
Rontgen Barium Enema
Ketika diduga terjadi ileus mekonium, pemeriksaan lanjutan dengan rontgen barium enema dapat dilakukan untuk memastikan diagnosis. Studi menunjukkan barium enema dapat menegakan diagnosis pada 52% pasien. Pengenceran yang terkontrol dari Gastrografin menjadi agen kontras pilihan untuk diagnosis, juga untuk evakuasi mekonium.[20]
CT Scan Toraks
Meskipun CT scan toraks belum disarankan sebagai modalitas rutin pada pasien dengan cystic fibrosis, dan ada kekhawatiran tentang paparan radiasi serta tingginya biaya prosedur, CT scan toraks telah digunakan untuk mendiagnosis gangguan paru-paru, seperti onset bronkiektasis. CT scan toraks resolusi tinggi dilaporkan lebih sensitif daripada spirometri tradisional dalam mendeteksi perubahan keparahan penyakit paru-paru.[19,20]
CT Scan Paranasal
Pemeriksaan CT scan paranasal dilakukan melalui potongan aksial dan koronal tanpa kontras. Lebih dari 90% pasien dengan cystic fibrosis memberikan hasil sinusitis kronis. Terlihat tanda opaksifikasi sinus, pergeseran dinding lateral kavum nasi ke medial pada daerah meatus media, dan demineralisasi prosesus unsinatus. Gambaran mukus viskus di sinus maksila, pada hampir 12% pasien, merupakan tanda adanya mucocele yang perlu segera ditangani dengan pembedahan.[4]
Anak dengan cystic fibroid dapat mengalami sinusitis kronis yang sering menyebabkan gangguan pneumatisasi dan hipoplasia sinus maksila dan etmoid, juga menyebabkan terganggunya pembentukan sinus frontalis. Karena itu, pasien remaja dengan cystic fibrosis sering didapatkan tidak tampak sinus frontalis pada gambaran CT scan nya.[4]
Ultrasonografi (USG) Prenatal
Pemeriksaan USG prenatal dapat melihat janin penderita cystic fibrosis dengan gambaran mekonium ileus. Karakteristik USG terkait meconium ileus adalah massa hiperekoik di terminal ileum, usus melebar, dan ketidakmampuan untuk memvisualisasi kantong empedu. Janin normal pada trimester kedua dan ketiga, gambaran mekonium biasanya hipoekoik atau isoekoik pada struktur abdomen di sekitarnya.[20]
Pemeriksaan Kultur
Aspirasi sinus penting dilakukan untuk pemeriksaan kultur pada pasien-pasien cystic fibrosis, untuk mendeteksi bakteri yang terlibat. Pengambilan sampel kultur sebaiknya melalui aspirasi transantral sinus maksila, tidak ada gunanya mengambil di daerah nasofaring, tenggorok atau septum nasal. Dari penelitian, organisme yang sering ditemukan dari hasil kultur pasien cystic fibrosis adalah pseudomonas (65%), Haemophilus influenzae (50%), Alpha-haemolytic streptococci (25%), bakteri anaerob seperti peptostreptococcus dan bacteroides (25%). Sensitivitas terapi antibiotika sama sensitifnya pada pasien cystic fibrosis dibanding dengan non cystic fibrosis, kecuali pada kuman pseudomonas.[1,11]
Tes Fungsi Paru
Tes fungsi paru bayi menggunakan teknik kompresi volume cepat rongga dada (raised volume rapid thoracoabdominal compression technique / RVRTC) dengan alat plethysmograph. Namun, penggunaannya sebagian besar terbatas pada pusat kesehatan khusus dan untuk tujuan penelitian saja. Tes ini menunjukkan obstruksi jalan napas pada neonatus dengan cystic fibrosis. Spirometri standar mungkin tidak dapat diandalkan sampai pasien berusia 5-6 tahun. Kurva volume-aliran pernapasan parsial dapat menunjukkan kelainan resistensi maupun hiperinflasi pada saluran napas.[20]