Penatalaksanaan Cystic Fibrosis
Penatalaksanaan cystic fibrosis bertujuan untuk mengobati gejala dan mencegah komplikasi lebih lanjut. Anak dengan cystic fibrosis harus mendapatkan asupan oksigen dan nutrisi yang adekuat, sehingga pertumbuhannya tidak terganggu. Oleh karena itu, penanganan penyakit ini termasuk multidisiplin spesialis dan membutuhkan kontrol rutin pasien.
Terapi Mempertahankan Fungsi Paru-Paru
Perawatan konservatif, termasuk perawatan saluran napas, vaksinasi influenza tahunan, dan terapi simtomatik, merupakan pengobatan dasar untuk mempertahankan fungsi adekuat paru-paru. Terapi perawatan saluran napas di antaranya:
- Pembersihan jalan napas dari penumpukan lendir dengan pelatihan ventilasi mekanis, perkusi dada manual, dan kompresi dada frekuensi tinggi
- Pemberian inhalasi larutan salin hipertonik yang dapat meningkatkan pembersihan mukosiliar dan memungkinkan hidrasi saluran pernapasan
- Pemberian mukolitik, seperti dornase alfa, dapat menurunkan viskositas dan memungkinkan pembersihan jalan napas lebih mudah
- Pemberian antibiotik untuk mencegah infeksi bakteri kronis
- Pemberian ibuprofen yang dapat mencegah hilangnya fungsi paru-paru pada anak di bawah 18 tahun. Ibuprofen adalah satu-satunya obat antiinflamasi yang dapat digunakan lama untuk pasien cystic fibrosis[3,27,28]
Rehabilitasi pulmonal juga diperlukan untuk meningkatkan pembersihan mukosiliar. Teknik rehabilitasi yang dianjurkan adalah latihan pernapasan aktif dan olahraga di bawah arahan terapis fisik, juga teknik yang dapat dilakukan pasien secara mandiri, termasuk inhalasi, batuk efektif, mobilisasi sekresi, dan penggunaan otot dada. Olahraga akan memperkuat terapi pernapasan.[4]
Terapi Mempertahankan Fungsi Pencernaan
Tata laksana diet dan nutrisi bertujuan untuk mempertahankan berat badan ideal, mengurangi malabsorpsi, dan mengontrol asupan vitamin dan mineral. Pasien cystic fibrosis memerlukan diet dengan tingkat energi tinggi, yaitu 120-150% dari kebutuhan harian berdasarkan berat badan, tinggi dan usia anak. Selain itu dipilih diet yang mengandung vitamin dan mineral lengkap, tinggi lemak dan protein, serta ditambah dengan minyak nabati seperti trigliserida rantai menengah. Asupan makanan dibagi menjadi 5-6 kali sehari. Dalam kasus di mana perawatan diet tidak menghasilkan penambahan berat badan, diet dapat diberikan dalam volume kecil, tetapi lebih sering dalam sehari, atau diberikan pada malam hari melalui tabung nasogastrik atau gastrostomy.[31]
Pemberian suplemen enzim pankreatik dapat dilakukan untuk menambah enzim pencernaan, seperti lipase, amilase, dan protease. Mengenai dosis dan cara pemberian enzim ini masih dalam penelitian.[17]
Pemberian Antibiotik
Banyak orang dengan cystic fibrosis menggunakan satu atau lebih antibiotik setiap saat, bahkan ketika sehat, untuk mencegah infeksi secara profilaksis. Antibiotik mutlak diperlukan setiap kali dicurigai terjadi pneumonia, atau terlihat penurunan fungsi paru-paru. Biasanya golongan antibiotik dipilih berdasarkan hasil analisis dahak dan respons orang tersebut di masa lalu, misalnya antibiotik oral ciprofloxacin atau azithromycin.[23]
Terapi inhalasi dengan antibiotik seperti tobramycin, colistin, dan aztreonam sering diberikan selama berbulan-bulan untuk menghambat pertumbuhan kolonisasi bakteri agar meningkatkan fungsi paru-paru. Tetapi terapi ini memiliki kelemahan signifikan, yaitu terjadinya resistensi antibiotik dan efek samping obat.[25,26]
Tabel 1. Terapi Antibiotik Empiris untuk Pengobatan Infeksi Bakteri Paru pada Cystic Fibrosis
Bakteri | Antibiotik | Dosis Dewasa | Dosis Anak |
Methicillin-resistant Staphylococcus aureus | Vancomycin | 1 g IV tiap 12 jam | 15 mg/kg IV tiap 6 jam |
atau Linezolid | 600 mg tiap 12 jam IV atau oral | < 11 yr: 10 mg/kg tiap 8 jam IV atau oral | |
> 11 yr: 10 mg/kg tiap 12 jam IV atau oral | |||
Pseudomonas aeruginosa | Tobramycin | 10 mg/kg IV tiap 24 jam | 10 mg/kg IV tiap 24 jam |
atau Amikacin | 30 mg/kg IV tiap 24 jam | 30 mg/kg IV tiap 24 jam | |
kombinasi dengan (pilih salah satu) Ticarcillin/clavulanate | 3 g of ticarcillin IV tiap 6 jam | 100 mg/kg of ticarcillin IV tiap 6 jam | |
Ceftazidime | 2 g tiap IV 8 jam | 50 mg/kg IV tiap 6 jam | |
Meropenem | 2 g tiap IV 8 jam | 40 mg/kg IV tiap 8 jam | |
Ciprofloxacin | 400 mg IV atau 750 mg oral tiap 12 jam | 15 mg/kg IV atau 20 mg/kg oral tiap 12 jam | |
Burkholderia cepacia kompleks | Meropenem | 2 g IV tiap 8 jam | 40 mg/kg IV tiap 8 jam |
kombinasi dengan (pilih salah satu) Ceftazidime | 2 g IV tiap 8 jam | 50 mg/kg IV tiap 6 jam | |
Chloramphenicol | 1 g IV tiap 6 jam | 15-20 mg/kg IV tiap 6 jam | |
Trimethoprim/sulfamethoxazole | 4–5 mg/kg (maks 240 mg) trimethoprim IV atau oral tiap 12 jam | 4–5 mg/kg (maks 240 mg) trimethoprim IV atau oral tiap 12 jam | |
Aztreonam | 2 gram IV tial 8 jam | 50 mg/kg IV tiap 8 jam | |
Stenotrophomonas maltophilia | Trimethoprim/sulfamethoxazole | 4–5 mg/kg (maks 240 mg) trimethoprim IV atau oral tiap 12 jam | 4–5 mg/kg (maks 240 mg) trimethoprim IV atau oral tiap 12 jam |
kombinasi dengan (pilih salah satu) Ticarcillin/clavulanate | 3 g of ticarcillin IV tiap 6 jam | 100 mg/kg of ticarcillin IV tiap 6 jam | |
Levofloxacin | 500-750 mg IV atau oral, sekali sehari | <5 tahun: 10 mg/kg IV atau oral, tiap 12 jam | |
>5 tahun: 10 mg/kg IV atau oral, sekali sehari | |||
Doxycycline | 100 mg IV atau oral, tiap 12 jam | 2 mg/kg IV atau oral, tiap 12 jam | |
Tigecycline | 50 mg IV, tiap 12 jam | 1,2 mg/kg IV tiap 12 jam | |
Achromobacter sp | Meropenem | 2 g IV tiap 8 jam | 40 mg/kg IV tiap 8 jam |
atau Imipenem | 500 mg - 1 g IV tiap 6 jam | 15-25 mg/kg IV tiap 6 jam | |
Trimethoprim/sulfamethoxazole | 4–5 mg/kg (maks 240 mg) trimethoprim IV atau oral tiap 12 jam | 4–5 mg/kg (maks 240 mg) trimethoprim IV atau oral tiap 12 jam | |
Ciprofloxacin | 400 mg IV atau 750 mg oral tiap 12 jam | 15 mg/kg IV atau 20 mg/kg oral tiap 12 jam | |
Minocycline | 100 mg oral tiap 12 jam | 2 mg/kg IV atau oral tiap 12 jam |
Saat pemberian antibiotik jangka panjang harus hati-hati munculnya efek samping, yang dapat dicegah dengan pengukuran rutin konsentrasi antibiotik dalam darah sehingga dosis dapat disesuaikan. Contoh efek samping misalnya tobramycin yang dapat menyebabkan efek samping ototoksik (tinitus, gangguan keseimbangan) dan nefrotoksik.[25,26]
Transplantasi
Transplantasi paru-paru menjadi penting dilakukan pada pasien cystic fibrosis dengan fungsi paru-paru sangat menurun, sampai ke titik di mana bantuan perangkat mekanik diperlukan atau kelangsungan hidup seseorang terancam. Transplantasi paru-paru pada pasien cystic fibrosis tidak mungkin dilakukan pada satu paru-paru, tetapi harus mengganti kedua paru-paru. Hal tersebut karena paru-paru yang tersisa mungkin mengandung bakteri yang dapat menginfeksi paru-paru yang ditransplantasikan. Transplantasi pankreas atau liver juga dapat dilakukan pada saat yang sama untuk meringankan penyakit liver dan/atau diabetes. Tindakan transplantasi ini tidak bersifat kuratif bahkan kadang tidak dapat memperpanjang harapan hidup, tetapi bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.[29,30]
Tata Laksana untuk Masalah Lain yang Terkait
Pasien cystic fibrosis dapat memiliki sejumlah masalah lain yang memerlukan perawatan. Beberapa contoh tata laksana lain adalah:
- Olahraga dapat membantu menjaga tulang dan sendi tetap sehat, dan direkomendasikan untuk semua orang dengan cystic fibrosis
- Obat bifosfonat dapat membantu mengobati osteomalasia yang mungkin terjadi karena defisiensi vitamin D dan kalsium
- Obat insulin dan diet khusus dapat membantu pasien dengan diabetes yang disebabkan oleh cystic fibrosis[24]
Rujukan
Gejala utama dari cystic fibrosis meliputi gejala pernapasan dan gejala pencernaan, sehingga selain perlu dirawat oleh dokter spesialis anak atau penyakit dalam, pasien cystic fibrosis juga harus diawasi oleh dokter spesialis paru. Jika sudah melibatkan sistem lain atau komplikasi ke organ lain, maka perlu dirujuk ke dokter spesialis bidang lain yang terkait, termasuk spesialis bedah (SpB) jika mengalami komplikasi batu empedu , spesialis THT jika mengalami komplikasi sinusitis, spesialis endokrinologi jika mengalami komplikasi diabetes mellitus atau kelainan endokrin lainnya, spesialis jantung jika mengalami komplikasi gagal jantung, dan ahli bedah transplantasi jika membutuhkan transplantasi organ.[24]