Patofisiologi Cystic Fibrosis
Patofisiologi cystic fibrosis (fibrosis kistik) disebabkan oleh mutasi pada gen penghasil protein cystic fibrosis transmembrane conductance regulator (CFTR). Protein CFTR berfungsi mengatur pergerakan ion klorida dan natrium melintasi membran sel epitel. Ketika mutasi terjadi pada salinan gen, transpor ion rusak dan menghasilkan penumpukan lendir kental di seluruh tubuh, menyebabkan insufisiensi pernapasan disertai banyak penghalang dan kelainan sistemik lainnya.[1,5]
Kombinasi dari penurunan clearance mukosiliar dan transportasi ion yang berubah tersebut memungkinkan terjadi kolonisasi bakteri pada saluran pernapasan, umumnya bakteri Pseudomonas, Haemophilus influenza, dan Staphylococcus aureus. Patogen ini menyebabkan respon peradangan yang luar biasa. Pada akhirnya, infeksi kronis dan respons inflamasi berulang ini dapat menyebabkan kerusakan saluran napas. Kehadiran protein CFTR yang sama di saluran pankreas dan kelenjar keringat di kulit juga menyebabkan gejala pada sistem ini.[1,5,6]
Kerusakan Saluran Pernapasan
Teori terbaru menunjukkan bahwa transportasi ion yang rusak menyebabkan dehidrasi di epitel saluran napas, dan penebalan lendir. Pada sel epitel saluran napas, silia ada dalam lapisan yang dikenal sebagai airway surface liquid (ASL), yaitu di antara permukaan apikal sel dan lendir. Aliran ion klorida dari sel ke dalam lapisan ASL ditentukan oleh saluran ion seperti CFTR. Selain itu, CFTR juga menghambat saluran lain yang disebut Epithelial Na+ Channel (ENac). Saluran ENac memungkinkan ion natrium untuk meninggalkan ASL dan memasuki epitel pernapasan, sehingga jika CFTR rusak maka natrium mengalir bebas dari ASL dan masuk ke dalam sel.[6,7]
Saat air mengikuti natrium, kedalaman ASL akan habis dan silia akan tertinggal di lapisan mukosa. Sehingga terjadi penebalan mukosa serta deplesi cairan perisiliar yang mengakibatkan adhesi mukus pada permukaan saluran napas. Karena silia tidak dapat bergerak secara efektif di lingkungan yang kental, pembersihan mukosiliar menjadi berkurang dan penumpukan lendir terjadi. Akumulasi lendir yang lebih kental dan kaya nutrisi di paru-paru memungkinkan bakteri bersembunyi dari sistem kekebalan tubuh, menyebabkan infeksi pernapasan berulang.[6,7]
Klirens mukus merupakan pertahanan innate primer saluran napas terhadap infeksi bakteri yang terhisap. Mukus yang kental gagal untuk dibersihkan dari saluran napas, baik melalui mekanisme siliar dan batuk. Paru-paru pasien cystic fibrosis biasanya terinfeksi oleh bakteri sejak usia dini. Bakteri yang terkumpul di saluran udara kecil paru-paru, bersama lendir membentuk lingkungan mikro bakteri yang dikenal sebagai lapisan biofilm, yang sulit ditembus sel imun dan antibiotik. Sekresi kental dan infeksi saluran pernapasan persisten yang berulang dapat merusak jaringan paru-paru secara bertahap. Penebalan dinding saluran napas akibat proses remodelling akan membuat infeksi semakin sulit untuk diberantas.[7,8]
Kerusakan Saluran Pencernaan
Efek dari cystic fibrosis terhadap saluran cerna beragam. Pada fungsi eksokrin pankreas, tidak adanya CFTR Channel Cl- pada membran apikal epitel duktus pankreas membatasi fungsi apikal membran Cl--HCO3- untuk mensekresi bikarbonat dan Na+ (melalui proses pasif) ke dalam duktus. Kegagalan mensekresi Na+, HCO3- dan air akan menyebabkan retensi enzim pada pankreas, pada akhirnya menyebabkan kehancuran total pada semua jaringan pankreas yang tersisa. Kerusakan pankreas menyebabkan gangguan absorpsi karbohidrat, protein, lemak, dan vitamin larut lemak seperti vitamin A,D,E,K akibat tidak adanya enzim seperti lipase, tripsin, dan amilase, sehingga dapat terjadi malnutrisi.[2,7]
Cystic fibrosis pada epitel intestinum menyebabkan sekresi air dan Cl- berkurang, sehingga gagal mensekresi musin dan makromolekul dari kripta usus. Sekresi cairan yang dimediasi CFTR dapat dieksaserbasi oleh absorbsi cairan yang berlebih, menandakan adanya abnormalitas pada regulasi absorbsi Na+ yang dimediasi oleh channel Na+ dan kemungkinan transporter Na+ lainnya, misalnya pompa ion Na+-H+. Kedua disfungsi ini menyebabkan keringnya isi lumen usus dan obstruksi usus halus dan besar.[2,7]
Cystic fibrosis pada sistem hepatobilier menyebabkan akumulasi garam Cl- pada duktus hepatikus, dan sekresi air berlebihan yang menyebabkan penebalan pada saluran sekresi bilier. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya sirosis bilier fokal. Proliferasi duktus biliaris terjadi sekitar 25-30% pasien dengan cystic fibrosis. Ketidakmampuan dari epitel kelenjar empedu yang terkena cystic fibrosis untuk mensekresi garam empedu dan air dapat menyebabkan kholeosistitis dan kholelithiasis.[2,7]
Kelenjar Keringat
Pasien dengan cystic fibrosis mensekresi volume keringat yang hampir normal pada asinus kelenjar. Namun, pasien cystic fibrosis tidak mampu mengabsorbsi NaCl dari keringat, karena zat ini bergerak melalui duktus ekskretorius. Hal ini mengakibatkan kadar Cl- pada keringat pasien cystic fibrosis meningkat. Disfungsi kelenjar keringat tersebut biasanya diperiksa dengan mengumpulkan keringat pada ketiak setelah pemberian agonis kolinergik.[2]