Pendekatan Klinis pada Pasien dengan Kelemahan Saraf Abdusen

Oleh :
dr. Andriani Putri Bestari, Sp.S

Pendekatan klinis pada pasien dengan kelemahan saraf abdusen atau nervus kranialis VI dimulai dari tampakan klinis strabismus internus pada mata ipsilateral. Posisi mata pada sisi yang terkena terlihat konvergen/esotropia dan terkadang disertai hipertropia.

Paralisis saraf VI menyebabkan kelemahan rektus lateral sehingga defisit abduksi pada mata ipsilateral, serta defisit adduksi pada mata kontralateral. Kondisi yang bersamaan ini mengakibatkan diplopia horizontal.[1,2]

Saraf abdusen merupakan saraf kranialis ke VI dengan perjalanan terpanjang di dalam ruang subaraknoid. Saraf abdusen menginervasi otot rektus lateralis mata ipsilateral dan mengatur gerakan abduksi mata. Kelainan pada saraf abdusen dapat disebabkan oleh berbagai macam kelainan di sepanjang perjalanan saraf, sejak titik keluar dari pons hingga intraorbita.[1,2]

Sumber: Openi, 2013.

Gambar 1. Esotropia dan Defisit Abduksi pada Mata Kiri akibat Kelumpuhan Saraf Abdusen Kiri.

Manifestasi Klinis Kelemahan Saraf Abdusen

Kelemahan rektus lateral akibat kelumpuhan saraf VI menyebabkan keluhan diplopia horizontal. Sedangkan saat pemeriksaan fisik seringkali dengan mudah terlihat esotropia pada mata ipsilateral, dan terkadang dapat juga ditemukan hipertropia.[2-4]

Pandangan Diplopia Horizontal

Diplopia atau pandangan ganda pada bidang horizontal merupakan gejala utama yang sering dikeluhkan pasien dengan kelemahan saraf abdusen. Kondisi ini disebabkan kelemahan rektus lateral yang menyebabkan kelemahan abduksi pada mata ipsilateral, disertai kelemahan adduksi pada mata kontralateral.[2-4]

Gejala diplopia apabila semakin buruk saat pandangan jauh, seperti pada saat menyetir, biasanya lebih sesuai dengan adanya kelemahan saraf abdusen. Sedangkan diplopia yang semakin buruk saat pandangan mata ke arah lateral, perlu diperiksa lebih lanjut apakah berkaitan dengan gangguan otot rektus lateralis mata ipsilateral (sesuai dengan kelemahan saraf abdusen ipsilateral).

Pemeriksaan untuk menentukan apakah berkaitan dengan gangguan pada otot rektus medialis mata kontralateral (sesuai dengan kelemahan saraf okulomotor kontralateral) atau tidak, juga diperlukan.[5]

Esotropia pada Mata Ipsilateral

Seringkali dengan mudah terlihat gejala strabismus internus atau esotropia pada mata ipsilateral, kadang-kadang disertai juga hipermetropia. Namun pada beberapa kasus ringan dibutuhkan pemeriksaan gerakan bola mata yang seksama (binocular alignment test).[1,2]

Pemeriksaan Umum dan Neurologis Lainnya

Sakit kepala, nyeri pada sekitar mata, ataupun nyeri pada daerah temporal juga dapat ditemui. Adanya nyeri dapat mengarahkan diagnosis ke arah inflamasi atau penyebab vaskular. Pendekatan anamnesis yang holistik dapat membantu menemukan etiologi, di antaranya riwayat cedera kepala, faktor risiko vaskular, riwayat keganasan sistemik, tumor otak atau kanker kulit wajah, dan gejala arteritis giant cell.[6,7]

Pada kasus kelemahan saraf abdusen, harus dilakukan pemeriksaan neurologis yang menyeluruh, termasuk pemeriksaan nervus kranialis. Apabila ditemukan gejala neurologis spesifik maka dapat menentukan lokalisasi lesi, seperti pada:

  • Batang otak: adanya hemiparesis, ataksia, vertigo

  • Ruang subaraknoid: adanya kaku kuduk, edema papil
  • Sinus kavernosus: adanya kelainan saraf troklear, saraf trigeminal cabang pertama dan kedua, dan sindrom Horner
  • Apeks orbita: adanya gejala saraf optikus, troklear, dan trigeminal cabang pertama[6,7]

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada kasus kelemahan saraf abdusen adalah pemeriksaan funduskopi, laboratorium dan pencitraan.

Pemeriksaan Funduskopi

Pemeriksaan funduskopi sebaiknya dilakukan untuk melihat adanya edema papil. Temuan ini dapat terjadi pada kondisi dengan peningkatan tekanan intrakranial.[7,8]

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dapat membantu penegakan diagnosis meliputi pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan diabetes, laju endap darah, dan protein reaktif C. Pemeriksaan lain dapat meliputi pemeriksaan cairan serebrospinal tergantung dari kecurigaan diagnosis diferensial yang dicari.[7,8]

Pada pasien lebih tua dari 50 tahun dengan kelemahan saraf abdusen terisolir, diduga berkaitan dengan adanya iskemia mikrovaskular, perlu dilakukan evaluasi faktor risiko vaskular seperti diabetes mellitus, hipertensi, dislipidemia. Pada kelompok pasien ini, pemeriksaan pencitraan bukan merupakan prioritas.[2,4]

Pemeriksaan Pencitraan

Pasien dengan kelemahan saraf abdusen memerlukan pemeriksaan pencitraan otak untuk menyingkirkan kemungkinan kelainan struktural, inflamasi, atau tumor otak. Dalam hal ini pemeriksaan yang lebih banyak dipilih adalah pemeriksaan MRI otak. Pada pasien dengan usia lebih muda dari 50 tahun, pemeriksaan MRI otak sangat disarankan untuk menyingkirkan kemungkinan neoplasma, peningkatan tekanan intrakranial, inflamasi, demielinasi, thrombosis sinus, dan sindrom Guillain Barre.[2,7,9]

Pemeriksaan MRI otak juga disarankan bila terdapat tanda red flags, seperti adanya riwayat cedera kepala, tumor otak, gejala yang progresif atau fluktuatif, penyakit autoimun, penggunaan obat imunosupresan, atau tanda peningkatan tekanan intrakranial.[4]

Sebuah studi melihat utilisasi pencitraan CT scan kepala dalam tatalaksana pasien di ruang gawat darurat dengan gejala diplopia, termasuk yang disebabkan oleh kelemahan saraf abdusen.

Dalam studi tersebut menunjukkan bahwa hanya sekitar 4 dari 50 (0,08%) pasien dengan keluhan diplopia memiliki hasil CT yang menunjukkan kelainan. Pada studi lainnya, pasien dengan diplopia tanpa adanya defisit neurologis lainnya, sensitivitas  pencitraan CT scan kepala tanpa kontras adalah 0%.

Secara umum dapat disimpulkan bahwa penggunaan CT scan kepala tanpa kontras pada kasus diplopia terisolir, dalam tatalaksana kegawatdaruratan tanpa adanya riwayat trauma atau defisit neurologis lainnya, memiliki kemungkinan hasil positif yang rendah. Sebaiknya pasien-pasien tersebut langsung dirujuk ke spesialis saraf atau mata.[10]

Etiologi Kelemahan Saraf Abdusen

Etiologi kelemahan saraf abdusen dapat dibagi dalam enam kelompok yaitu sindrom batang otak, sindrom peningkatan tekanan intrakranial, sindrom apeks tulang petrosus, sindrom sinus kavernosus, sindrom orbita, dan sindrom kelemahan saraf abdusen terisolir.

Selain itu, terdapat kondisi lain yang menyerupai kelemahan saraf abdusen terisolasi, yaitu penyakit mata tiroid, miastenia gravis, sindrom Duane, spasme reflex melihat dekat, gangguan konvergensi mata yang terlambat, fraktur blow out pada orbita.[1]

Sindrom Batang Otak

Beberapa kelainan yang termasuk sindrom batang otak adalah:

  • Sindrom Raymond: ditemukan kelemahan saraf abdusen dan hemiparesis kontralateral
  • Sindrom Millard-Gubler: kelemahan saraf abdusen disertai kelemahan saraf fasialis ipsilateral, dan hemiparesis kontralateral
  • Sindrom Foville: kelemahan saraf abdusen disertai gangguan pandangan mata konjugat horizontal, palsi N V, N VII, dan N VIII ipsilateral, serta sindrom Horner ipsilateral[1]

Sindrom Peningkatan Tekanan Intrakranial

Perubahan tekanan intrakranial dapat menyebabkan pergeseran ke arah bawah oleh batang otak, sehingga saraf abdusen meregang dari titik keluarnya di pons dan di dalam kanal Dorello di dalam ruang subaraknoid.

Kelainan apapun yang dapat mengubah tekanan intrakranial dapat menyebabkan kelainan ini, seperti hipertensi intrakranial idiopatik, neoplasma, infeksi pada meninges dan parameninges, perdarahan, sarcoidosis, dan infiltrasi seperti limfoma, leukemia, karsinoma.[1]

Sindrom Apeks Petrosal

Sindrom ini dikenal juga dengan sindrom Gradenigo sekunder, dari proses inflamasi lokal atau abses ekstradural karena otitis media supuratif kronik. Terdiri dari kelemahan saraf abdusen, gangguan pendengaran ipsilateral, nyeri wajah pada distribusi saraf trigeminal ipsilateral, dan paresis saraf fasialis ipsilateral.[1]

Sindrom Sinus Kavernosus

Kelemahan saraf abdusens pada ruang ini melibatkan kelemahan saraf okulomotor, troklear, dan trigeminal cabang oftalmikus dan maksilaris. Proses yang dapat mendasari kelainan pada ruang sinus kavernosus di antaranya karsinoma nasofaring, aneurisma arteri karotis internal intrakavernosus, fistula karotis-kavernosus, sindrom Tolosa-Hunt, meningioma.[1]

Sindrom Orbita

Proptosis merupakan gejala awal sindrom orbita yang muncul bersama kongesti pembuluh darah konjungtiva dan kemosis. Dapat disertai kelainan saraf optikus, saraf okulomotor, saraf troklear, dan saraf abdusen. Penyebab dapat meliputi tumor orbita, pseudotumor orbita, penyakit mata tiroid, selulitis orbita.[1]

Sindrom Kelemahan Saraf Abdusen Terisolir

Seringkali berhubungan dengan adanya mikroangiopati, dan terdapat faktor risiko vaskular berupa diabetes mellitus, hipertensi, dislipidemia. Hanya terdapat kelemahan otot lateral rektus mata tanpa adanya riwayat yang mengarahkan diagnosis lainnya.[1]

Kapan Rujukan Diperlukan

Pasien dengan kelemahan saraf abdusen (N VI) yang perlu  rujukan adalah bila ditemukan papilledema, riwayat pasca trauma diduga gangguan tulang tengkorak dasar, defisit neurologis, dan gejala kelemahan saraf abdusen.

Papilledema

Papilledema, terutama bila disertai pelebaran pupil ipsilateral, sebaiknya secepatnya dirujuk ke fasilitas kesehatan dengan tim saraf dan bedah saraf yang dilengkapi dengan fasilitas pencitraan otak. Hal ini dikarenakan adanya kecurigaan tekanan intrakranial yang tinggi yang membutuhkan tindakan lebih lanjut.

Riwayat Pasca Trauma

Riwayat pasca trauma dengan dugaan gangguan tulang tengkorak dasar, sebaiknya segera dirujuk ke fasilitas kesehatan dengan tim bedah maksilofasial atau opthalmologi.

Defisit Neurologis

Defisit neurologis lainnya yang mengarah ke kelainan stroke batang otak, secepatnya dirujuk ke fasilitas kesehatan dengan tim neurovaskular yang baik.

Gejala Kelemahan Saraf Abdusen

Gejala kelemahan saraf abdusen yang kronis dan stabil, serta cenderung terisolir, dapat dirujuk ke spesialis saraf atau mata dengan setting rawat jalan.[11]

Kesimpulan

Kelemahan saraf abdusen bermanifestasi sebagai adanya kelemahan rektus lateral yang mengakibatkan esotropia dan terkadang hipertropia (strabismus internus), serta keluhan pandangan mata ganda (diplopia) pada bidang horizontal. Kelemahan saraf abdusen dapat muncul terisolir, atau disertai dengan berbagai defisit neurologis lainnya yang dapat mengarahkan lokalisasi lesi.[1,2]

Pendekatan diagnosis pasien dengan kelemahan saraf abdusen meliputi anamnesis riwayat pasien, pemeriksaan fisik umum dan neurologis, funduskopi, pemeriksaan laboratorium, dan pencitraan otak.

Pada pasien dengan kelemahan saraf abdusens disertai papilledema dan tanda peningkatan tekanan intrakranial, riwayat trauma pada tulang tengkorak dasar kepala, dan gejala stroke pada batang otak, secepatnya dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih tinggi dan lengkap.

 

 

Direvisi oleh: dr. Gabriela Widjaja

Referensi