Penanganan Awal pada Cedera Tersambar Petir

Oleh :
dr.Eva Naomi Oretla

Cedera akibat tersambar petir (lightning strike) memerlukan penanganan awal yang tepat dan cepat untuk mencegah morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Cedera tersambar petir merupakan trauma akibat arus listrik tegangan tinggi, yang disertai ledakan gelombang serta perubahan suhu.[1,2]

Lightning strike memiliki manifestasi multisistemik yang dapat menimbulkan berbagai kondisi, seperti luka bakar, henti jantung, aritmia, stroke, gangguan ginjal, gangguan neurologis, gangguan pendengaran, bahkan kebutaan. Penanganan awal pasien tersambar petir harus berdasarkan dengan prinsip advanced trauma life support (ATLS), yang meliputi manajemen jalan napas dengan dukungan c-spine, manajemen pernapasan, dan manajemen sirkulasi. pasien lightning strike juga harus dinilai secara sistematis dan diperlakukan sebagai pasien trauma gawat darurat.[1-3,7]

Lightning,Strikes,At,Night,During,A,Severe,Thunderstorm,Over,The

Penanganan Prehospital

Penanganan sebelum tiba di rumah sakit (prehospital care) merupakan tindakan pertolongan pertama, berupa bantuan hidup dasar (basic life support) yang dilakukan secepat mungkin di lokasi kejadian, sesaat setelah terjadi trauma. Tindakan prehospital yang benar dapat menurunkan mortalitas.[3]

Beberapa langkah prehospital care yang dapat dilakukan pada pasien tersambar petir adalah:

  1. Aktivasi sistem emergency medical service (EMS): hubungi segera petugas gawat darurat untuk melaporkan dan meminta bantuan
  2. Amankan lokasi kejadian: pastikan lokasi untuk melakukan pertolongan aman, baik bagi pasien maupun penolong
  3. Lakukan resusitasi jantung paru (RJP): tindakan resusitasi jantung paru dibutuhkan segera jika pasien mengalami henti jantung, segera lakukan penilaian respon, breathing, dan denyut nadi pasien
  4. Tangani syok: angkat kaki pasien dengan hati-hati jika memungkinkan, agar posisi kaki lebih tinggi daripada jantung
  5. Follow up: berikan informasi lengkap kepada petugas medis gawat darurat yang telah sampai telah sampai di lokasi mengenai keadaan pasien dan tindakan pertolongan pertama yang telah dilakukan, misalnya keadaan awal pasien, durasi RJP yang telah dilakukan, respon pasien terhadap RJP, serta tanda-tanda vital pasien[3,4]

Penanganan Awal di Instalasi Gawat Darurat

Penanganan awal pasien tersambar petir di instalasi gawat darurat (IGD) terdiri atas primary dan secondary survey. Primary survey adalah resusitasi fungsi vital yang dilakukan secara simultan, cepat, dan efisien. Sedangkan secondary survey dilakukan secara rinci, yang dapat dilakukan pada saat survei primer (ABCDE) selesai dilakukan, saat RJP sedang berjalan, atau saat fungsi vital pasien telah menunjukkan perbaikan.[1-3]

Picture22 Sumber : dr. Eva Naomi, 2021

Gambar 1. Alur penanganan awal pada pasien tersambar petir 

Primary Survey pasien Tersambar Petir

Dalam menangani pasien lightning strike, dilakukan survei primer yang meliputi penatalaksanaan ABCDE, yaitu airway, breathing and ventilation, circulation, disability (evaluasi neurologis), serta exposure and environmental.[1-3]

Airway (Jalan Napas)

Penilaian cepat jalan napas meliputi tanda obstruksi jalan napas, serta trauma pada wajah yang dapat menyebabkan obstruksi jalan napas. Tindakan membebaskan jalan napas harus didukung dengan proteksi terhadap c-spine, karena pasien tersambar petir berpotensi tinggi mengalami cedera servikal karena terjatuh akibat mekanisme ledakan gelombang.[1-3]

Bila pasien dapat berbicara dengan jelas, maka airway dinyatakan paten. Namun bila pasien mengalami gurgling, segera lakukan suction naso dan orofaring. Pasien dengan GCS ≤8 membutuhkan bantuan definitive airway, seperti intubasi endotrakeal. Teknik jaw-thrust merupakan intervensi awal untuk membuka airway pasien. Bila pasien tidak sadar dan tidak memiliki refleks muntah, dapat dilakukan pemasangan oropharyngeal airway untuk sementara.[1,3,5]

Breathing dan Ventilation (Pernapasan dan Ventilasi)

Pasien lightning strike yang tidak atau belum terintubasi harus diberikan suplementasi oksigen melalui sungkup muka non-rebreathing dengan dosis 9−15 liter/menit, agar  dapat memberikan konsentrasi oksigen sebesar 90−100%. Pada pasien yang membutuhkan definitive airway, tetap pertahankan pemberian oksigen dan ventilasi sebelum, saat, dan segera setelah melakukan intubasi.[3,5]

Circulation (Sirkulasi)

Lightning strike sering menyebabkan luka bakar dan hipotensi.  Inisiasi resusitasi cairan sebaiknya dilakukan segera, yaitu memberikan cairan ringer laktat (RL) dengan dosis 4 mL x kgBB x %TBSA (total body surface area) sampai tidak ditemukan pigmentasi pada urin.[5,6,9]

Diperlukan juga pemasangan kateter urin untuk mengetahui urine output. Lakukan titrasi RL maksimal untuk mempertahankan urine output 30−50 mL/jam pada orang dewasa, atau 1 mL/kgBB/jam pada anak. Bila terdapat pigmentasi merah dalam urin, seperti myoglobin, maka RL harus dipertahankan 75−100 mL/jam sampai urin benar-benar bersih.[5,6,9]

Selama resusitasi cairan lakukan pemantauan fungsi vital pasien, termasuk nadi, tekanan darah, mean arterial pressure (MAP), saturasi oksigen, capillary refill time (CRT), dan urine output.[5,6,9]

Disability (Evaluasi Neurologis)

Evaluasi neurologis yang harus dilakukan pada pasien lightning strike adalah menilai tingkat kesadaran pasien dengan metode GCS, menilai ukuran dan reaksi pupil, mengidentifikasi tanda lateralisasi, serta menentukan cedera medula spinalis. Cedera neurologis yang sering terjadi akibat lightning strike adalah disorientasi, keraunoparalysis (kelumpuhan motorik sementara pada ekstremitas bawah), hematoma subdural/epidural, serta perdarahan intraserebral akibat trauma tumpul pada kepala.[1,3,9]

Exposure dan Environmental (Paparan dan Lingkungan)

Selama primary survey, pakaian pasien sepenuhnya ditanggalkan untuk pemeriksaan dan penilaian yang menyeluruh. Setelah itu, pasien harus segera diselimuti dengan selimut hangat atau menggunakan external warming device, untuk mencegah hipotermia. Pasien lightning strike dapat mengalami hipotermia karena pakaian basah akibat hujan, atau kondisi dingin di pegunungan dan daerah berisiko tinggi petir lainnya.[1,2]

Hipotermia merupakan komplikasi yang berpotensi menyebabkan kematian. Penggunaan high-flow fluid warmer, untuk menghangatkan cairan kristaloid hingga suhu 39 derajat Celsius, sangat direkomendasikan untuk mencegah hilangnya panas tubuh dan mengembalikan suhu tubuh ke normal.[8,10]

Secondary Survey pasien Tersambar Petir

Hal-hal yang perlu dilakukan pada survei sekunder adalah evaluasi riwayat lengkap pasien, pemeriksaan fisik head to toe, penilaian kembali semua tanda-tanda vital pasien, dan pemeriksaan penunjang sesuai indikasi. Pemberian analgesik diperkenankan untuk meredakan rasa nyeri pada pasien lightning strike.[1-3]

Anamnesis

Anamnesis riwayat lengkap pasien dapat berpedoman pada AMPLE, yaitu:

  • A: allergies atau riwayat alergi
  • M: medications atau daftar obat-obatan yang sedang digunakan
  • P: past illnesses/pregnancy atau riwayat penyakit dahulu dan kehamilan
  • L: last meal atau waktu makan terakhir
  • E: events/environment atau mekanisme kejadian yang berhubungan dengan trauma[1,3]

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik lengkap head to toe meliputi evaluasi kepala, toraks, abdomen, dan pelvis, serta sistem muskuloskeletal, integumen, dan saraf.

Kepala:

Bila terdapat edema facial pada pasien dengan trauma maksilofasial, lakukan elevasi pada bagian atas tempat tidur. Dan posisi reverse Trendelenburg pada pasien yang dicurigai mengalami cedera spinal.[1,5,11]

Toraks:

Lakukan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi pada dinding toraks, untuk mengidentifikasi open pneumothorax, flail chest, atau kontusio paru yang dapat timbul pada tubuh pasien yang terlempar. Bila ditemui tanda-tanda trauma toraks, maka harus segera ditata laksana sesuai pedoman.[1,2,11]

Abdomen dan Pelvis:

Pada pasien lightning strike jarang ditemui trauma abdomen, tetapi pemeriksaan fisik inspeksi, auskultasi, palpasi, dan perkusi pada abdomen tetap dilakukan. Bila ditemui tanda trauma abdomen, maka lakukan segera penatalaksanaan sesuai pedoman. Sedangkan pemeriksaan pelvis mencari tanda fraktur pelvis. Jika ditemukan maka segera lakukan pemasangan pelvic binder dengan benar untuk meminimalkan perdarahan.[11]

Sistem Muskuloskeletal:

Mekanisme cedera pada lightning strike memungkinkan pasien mengalami multipel fraktur, sehingga perlu dilakukan evaluasi dengan inspeksi untuk melihat deformitas maupun shortening, palpasi untuk mendeteksi nyeri tekan, dan penilaian range of motion. Gangguan sensasi dan/atau atonia kontraksi otot volunter dapat disebabkan oleh sindrom kompartemen, di mana kondisi ini perlu dilakukan fasiotomi oleh spesialis yang berkompetensi. Rabdomiolisis dapat terjadi pada pasien lightning strike, walaupun jarang ditemui.[1,9,12]

Sistem Integumen:

Pemeriksaan kulit kepala, tangan, dan kaki dilakukan dengan hati-hati. Pada kulit yang terkena luka bakar, tentukan derajat keparahan dan kalkulasi %TBSA (total body surface area). Pada kulit dapat ditemui Lichtenberg figure,  yaitu pola daun pakis dengan warna kemerahan tanpa rasa nyeri. Pola tersebut timbul dalam 1 jam dan bertahan hingga 36 jam, yang tidak berkaitan dengan perubahan patologis pada epidermis maupun dermis.[6,11,12]

Sistem Saraf:

Pemeriksaan neurologi yang komprehensif meliputi pemeriksaan sistem motorik dan sistem sensorik pada ekstremitas, evaluasi ulang tingkat kesadaran, serta ukuran pupil. Jika pasien  disertai cedera kepala mengalami perburukan neurologis, maka diperlukan penilaian kembali kecukupan oksigenasi dan ventilasi untuk perfusi otak. Proteksi tulang belakang tetap dipertahankan sampai terbukti tidak terdapat cedera spinal. Jika terdapat cedera spinal segera dikonsultasikan ke dokter spesialis bedah saraf.[10-12]

Pemeriksaan Penunjang

Bila ditemukan kelainan pada anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka diperlukan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnostik. Misalnya pemeriksaan rontgen toraks, vertebra, dan ekstremitas; CT scan kepala maupun abdomen; EKG; dan laboratorium.[2,3]

Pemeriksaan EKG 12 lead harus dilakukan pada semua pasien lightning strike, untuk mendeteksi perubahan irama jantung. Pemantauan jantung yang berkelanjutan tidak diperlukan jika gambaran EKG normal, dan tidak terdapat penurunan kesadaran, henti jantung, serta ketidaknormalan laju maupun irama jantung.[2,3]

Pasien lightning strike yang mengalami kondisi asistol, fibrilasi ventrikel, ventrikel takikardi, pulseless electrical activity (PEA), serta gangguan aritmia yang mengancam jiwa, harus segera dilakukan penatalaksanaan sesuai dengan prinsip advanced cardiac life support (ACLS).[2,3,12]

Pemeriksaan laboratorium meliputi hematologi lengkap, elektrolit, ureum, kreatinin, enzim jantung, dan urinalisis. Serta kadar mioglobin dalam serum darah dan urin perlu dipertimbangkan untuk diperiksa pada semua kasus lightning strike.[2,3]

Penatalaksanaan pada Ibu Hamil

Ibu hamil yang mengalami lightning strike dengan penurunan kesadaran harus segera di intubasi, dan pertimbangkan untuk mempertahankan PCO2 yang sesuai dengan trimester kehamilannya (PCO2 ± 30 mmHg pada trimester akhir). Lakukan manual displacement of uterus ke sisi kiri untuk mengurangi dekompresi pada vena cava inferior agar tidak memperburuk keadaan syok. Resusitasi yang adekuat dapat memberikan perfusi kepada janin, sehingga janin memiliki viabilitas.[2,12]

Kesimpulan

Cedera tersambar petir atau lightning strike merupakan trauma berenergi tinggi yang memiliki manifestasi multisistemik. Kondisi yang mengancam jiwa, seperti sindrom gangguan pernapasan akut, aritmia, trauma multisistem, gangguan neurologis, serta luka bakar merupakan kondisi yang dapat timbul terkait dengan lightning strike. Prinsip penanganan awal pada pasien lightning strike adalah pre-hospital care di tempat kejadian, dilanjutkan dengan primary survey dan secondary survey di instalasi gawat darurat sesuai dengan prinsip advanced trauma life support (ATLS).[1-3]

Semua pasien lightning strike harus dinilai secara sistematis dengan mengutamakan stabilitas jalan napas dan dukungan c-spine, manajemen pernapasan dan ventilasi, serta sirkulasi dengan resusitasi cairan yang adekuat. Diperlukan juga anamnesis, pemeriksaan fisik head to toe dan pemeriksaan penunjang yang membantu menegakkan diagnosis untuk penanganan yang holistik. Penanganan awal yang tepat dan cepat dapat menurunkan tingkat morbiditas dan mortalitas pasien lightning strike.[1-3,12]

 

Penulisan pertama oleh: dr. Maria Rossyani

Referensi