Efek Samping dan Interaksi Obat Vaksin Difteri
Toksoid Difteri adalah salah satu vaksin teraman, jarang ditemukan reaksi berat, dan sampai saat ini belum ada laporan reaksi anafilaksis yang disebabkan oleh komponen difteri. Namun, reaksi lokal di tempat injeksi umum ditemukan, meskipun tingkat pelaporannya sangat berbeda (<10 hingga >50%). [1,4,5]
Efek Samping
Efek samping ringan setelah pemberian dosis primer dan booster DTwP pada bayi dan anak-anak terdiri dari reaksi lokal (50%), dan reaksi sistemik seperti demam >38 derajat C, lekas marah (40-75%), mengantuk (33-62%), kehilangan nafsu makan (20–35%), dan muntah (6-13%). Efek samping berat yang jarang terjadi dapat meliputi demam dengan suhu lebih dari 40,5 derajat C (0,3%), kejang demam (8 per 100.000 dosis), atau episode hipotonik-hiporesponsif (0,291 per 100.000 dosis). [1,4,5]
Selama imunisasi primer, efek samping berat yang terjadi setelah DTaP mirip dengan yang dialami setelah DTwP, namun lebih jarang terjadi. Percobaan klinis telah menunjukkan bahwa DT dan DTaP sebanding dalam hal reaktivitas lokal dan sistemik ketika digunakan pada vaksinasi primer bayi. Reaksi lokal yang besar diamati pada 1-2% penerima setelah vaksinasi booster DTaP. Data yang tersedia menunjukkan bahwa toksoid tetanus dan difteri berkontribusi terhadap reaktogenisitas Td dan DT. [1,4,5]
Frekuensi efek samping bervariasi, tergantung faktor-faktor seperti riwayat vaksinasi, penggunaan vaksin kombinasi, dan dosis toksoid yang diberikan. Reaksi lokal dan rasa sakit di tempat suntikan terjadi lebih sering dengan meningkatnya jumlah dosis, dan ketika dikombinasikan dengan tetanus toksoid, atau dengan tetanus toksoid dan antigen pertusis. [1,4,5]
Interaksi Obat
Pemberian 3 dosis pertama vaksin difteri bersamaan dengan vaksin anak lainnya tidak mengganggu respons terhadap antigen lain mana pun. Semua vaksin yang konsisten dengan riwayat imunisasi anak sebelumnya dapat diberikan pada kunjungan yang sama. Vaksin yang mengandung toksoid difteri dapat diberikan bersama dengan vaksin BCG (bacillus calmette-guerin), vaksin HPV (human papilloma virus), IPV (inactivated polio vaccine), OPV (oral polio vaccine), PCV (pneumococcal vaccine), vaksin rotavirus, MMR (measles mumps rubella), serta vaksin konjugat meningokokus. Pemberian vaksin secara bersamaan tersebut aman dan tidak menghasilkan penurunan imunogenisitas. [2,4-6]
Ketika dua vaksin diberikan selama kunjungan yang sama, maka mereka harus disuntikkan ke anggota tubuh yang berbeda. Ketika diberikan 3 vaksin secara bersamaan, maka dua vaksin dapat disuntikkan di anggota tubuh yang sama dan vaksin yang ketiga harus disuntikkan di anggota tubuh lainnya. Suntikan pada tungkai yang sama harus terpisah setidaknya 2,5 cm sehingga reaksi lokal dapat dibedakan. [2,4-6]
Formulasi booster vaksin difteri dewasa dapat diberikan bersamaan dengan vaksin influenza trivalen yang tidak aktif. Pemberian vaksin konjugat meningokokus sebelum Tdap dapat menginduksi respons anti-difteri yang secara signifikan lebih tinggi dan lebih persisten daripada ketika diberikan setelah Tdap. Vaksinasi Tdap sebelum pemberian PCV13 (Pneumococcal Conjugate Vaccine) secara signifikan mengurangi respons terhadap 7 dari 13 serotipe pneumokokus pada orang dewasa. [2,4-6]