Penggunaan pada Kehamilan dan Ibu Menyusui Vaksin Difteri
Pemberian vaksinasi toksoid difteri pada kehamilan tidak ada bukti adanya risiko janin (FDA kategori C, TGA kategori A). Vaksinasi difteri, bersama dengan pertusis dan tetanus, diberikan selama kehamilan bertujuan untuk meningkatkan kekebalan dan meningkatkan durasi perlindungan pada ibu yang belum menerima dosis booster yang direkomendasikan. Selain itu, juga untuk melindungi bayi yang akan dilahirkan nanti. [1,3,5,7]
Penggunaan pada Kehamilan
Penggunaan pada kehamilan, vaksin difteri masuk kategori FDA C, yaitu pada studi hewan menunjukkan efek buruk pada janin, namun belum ada studi pada wanita hamil. Sedangkan menurut TGA masuk kategori A, yaitu telah digunakan oleh banyak wanita hamil dan tidak menunjukkan efek buruk pada janin. Oleh karena itu, vaksinasi difteri dilakukan pada kehamilan bila manfaatnya lebih besar daripada risiko terhadap janin. [3,5]
Vaksinasi selama kehamilan tidak diperlukan untuk melindungi bayi yang baru lahir dari difteri, tetapi pemberian vaksin difteri kombinasi dengan vaksin pertusis dan vaksin tetanus dapat digunakan untuk melindungi bayi baru lahir dari tetanus neonatal dan pertusis pada bayi baru lahir. [1,3,5]
Pada ibu hamil, dapat diberikan vaksin Tdap pada usia kehamilan 27-36 minggu, untuk memaksimalkan transfer antibodi ke janin. [7]
Penggunaan pada Ibu Menyusui
Tidak ada informasi mengenai keberadaan obat ini dalam ASI, efek pada bayi yang disusui, atau efek pada produksi ASI. CDC menyatakan bahwa vaksin toksoid, inaktivasi, rekombinan, subunit, polisakarida, dan konjugat, tidak berisiko untuk ibu menyusui, ataupun untuk bayi. [1,3,5,8]