Red Flag Diare pada Dewasa

Oleh :
dr. Audrey Amily

Red flags atau tanda bahaya diare pada dewasa perlu dikenali untuk membedakan kondisi ringan dengan yang meningkatkan risiko mortalitas seperti keganasan kolorektal dan kolitis akibat Clostridium difficile. Diare dapat didefinisikan sebagai terjadinya buang air besar ≥3 kali dengan konsistensi tinja yang lebih cair. Diare sendiri dapat diklasifikasikan menjadi diare akut dan diare kronik. Diare akut terjadi apabila durasi kurang dari 14 hari dan diare kronik apabila didapatkan kondisi diare lebih dari 14 hari.[1-4]

Sekilas Tentang Etiologi Diare pada Dewasa

Diare pada dewasa umumnya disebabkan oleh infeksi virus. Namun, masih banyak penyebab lain yang perlu diwaspadai seperti sindrom malabsorbsi, inflammatory bowel disease, infeksi bakteri, dan efek samping dari penggunaan antibiotik.[1,3]

Fat,Boy,Suffer,Stomach,And,Sit,In,Toilet,,Diarrhea,Constipation

Penyebab diare akut pada dewasa yang perlu dipikirkan adalah infeksi bakteri atau virus, kolitis akibat Clostridium difficile, efek samping obat seperti metformin, dan kolitis iskemik. Sementara itu, penyebab diare kronik pada dewasa yang perlu dipikirkan adalah keganasan kolorektal, inflammatory bowel disease, irritable bowel syndrome, tirotoksikosis, divertikulosis, penyakit Celiac, sindrom malabsorpsi, dan HIV.[4]

Sindrom Malabsorpsi

Sindrom malabsorbsi dapat disebabkan oleh adanya gangguan pada usus halus, pankreas, atau kandung empedu. Sindrom malabsorbsi dapat dibagi menjadi malabsorbsi lemak, protein, karbohidrat, hingga vitamin dan mineral. Gejala paling sering dan utama pada sindrom malabsorbsi ini adalah diare.

Diare yang terjadi umumnya disertai perubahan feses, misalnya menjadi lebih pucat, lebih berminyak, atau disertai adanya butir-butir minyak kekuningan pada tinja. Pemeriksaan lanjutan yang spesifik dapat dilakukan pada sindrom malabsorbsi ini adalah pemeriksaan analisis feses.[5]

Inflammatory Bowel Disease

Inflammatory bowel disease, suatu peradangan kronik dan rekuren yang terdapat pada traktus intestinalis, dapat dibagi menjadi kolitis ulseratif dan penyakit Crohn. Pada kolitis ulseratif, gejala dapat berupa diare berdarah dengan atau tanpa lendir, serta rasa tidak nyaman pada perut. Pada penyakit Crohn, diare lebih sering terjadi, tanpa disertai darah, dan adanya nyeri perut pada kuadran bawah. Inflammatory bowel disease biasanya disertai gejala sistemik seperti penurunan berat badan.[6,7]

Infeksi Shigella

Infeksi Shigella dapat disebabkan oleh Shigella dysenteriae, Shigella flexneri, Shigella boydii, dan Shigella sonnei. Penularan terjadi melalui transmisi fekal-oral. Diare yang dialami biasanya disertai lendir dan darah, disertai gejala sistemik seperti demam dan nyeri perut.[3,8]

Red Flags Diare pada Dewasa

Adanya red flags atau tanda bahaya diare pada dewasa menandakan perlunya penanganan cepat dan tepat. Pemeriksaan lebih lanjut dibutuhkan untuk mengonfirmasi etiologi. Red flags diare pada dewasa yang perlu diperhatikan, antara lain:

  • Gejala lebih dari 4 minggu
  • Diare berdarah dalam jumlah banyak, termasuk melena
  • Penurunan berat badan
  • Gejala dehidrasi berat seperti letargi, tidak dapat makan dan minum, denyut nadi lemah, penurunan turgor kulit, dan penurunan volume urine
  • Muntah yang sering atau nyeri perut berat
  • Pasien dengan riwayat immunosupresi dan
  • Anemia pada kasus diare kronik
  • Teraba massa abdomen atau rektal
  • Diare seperti air cucian beras dalam jumlah banyak
  • Diare setelah konsumsi antibiotik atau perawatan di rumah sakit.[1-4]

Sekilas Tentang Manajemen Pasien dengan Red Flags Diare pada Dewasa

Manajemen pasien dengan red flags diare pada dewasa dimulai dengan memastikan apakah ada kegawatdaruratan. Pasien dengan diare akut bisa mengalami syok hipovolemik, sehingga pemeriksaan awal perlu mengevaluasi hal tersebut. Pada pasien dengan diare kronis, perlu dievaluasi kemungkinan keganasan atau HIV.[1-4]

Anamnesis

Anamnesis perlu menanyakan onset diare, konsistensi tinja, frekuensi diare per hari, adanya darah atau lendir, dan kemungkinan faktor pencetus. Gejala penyerta dapat berupa mual muntah, demam, ataupun tenesmus. Gali juga riwayat bepergian dan riwayat penggunaan obat, seperti antibiotik atau obat antidiabetes.

Anamnesis juga perlu menggali gejala dehidrasi, seperti asupan makan minum pasien, jumlah dan frekuensi buang air kecil, ada tidaknya sensasi pusing, nyeri kepala, lemas, ataupun mukosa mulut yang terasa kering. Tanyakan pula apakah pasien pernah mengalami gejala serupa sebelumnya dan apa saja pemeriksaan yang sudah dilakukan.[1-4]

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang paling penting dilakukan adalah pemeriksaan tanda dehidrasi dan syok. Ini mencakup penurunan tekanan darah, takikardia, nadi lemah, perubahan kesadaran, mukosa bibir dan mulut kering, penurunan volume urine, ekstremitas dingin, dan adanya penurunan capillary refill time.

Lakukan juga pemeriksaan abdomen untuk mengevaluasi adanya nyeri tekan atau massa. Pemeriksaan rektal dapat bermanfaat untuk mengevaluasi massa rektal, tonus otot anorektal, konsistensi tinja, dan ada tidaknya darah pada tinja.[2-4,9]

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dipilih sesuai dengan arah diagnosis banding yang didapat dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Fecal occult blood test mungkin diperlukan pada pasien diare yang menunjukkan tanda anemia tanpa adanya perdarahan gastrointestinal yang nyata. Pemeriksaan toksin C. difficile akan bermanfaat pada pasien diare yang memiliki riwayat konsumsi antibiotik sebelumnya.

Pencitraan, seperti endoskopi, dapat bermanfaat jika dicurigai diare berkaitan dengan keganasan gastrointestinal atau inflammatory bowel disease. Analisis feses ataupun kultur feses juga dapat bermanfaat pada kasus diare terkait infeksi untuk menentukan patogen penyebab.[2-4,9]

Tata Laksana

Rehidrasi dan resusitasi cairan diperlukan pada pasien diare akut yang menunjukkan tanda dehidrasi atau syok hipovolemik. Pada kasus diare disertai darah, transfusi darah dapat diperlukan. Pasien dengan diare berdarah, tanda dehidrasi, ataupun syok hipovolemik akan memerlukan rawat inap. Pada pasien dengan dehidrasi ringan-sedang, rehidrasi sebaiknya dilakukan per oral.

Penanganan lain disesuaikan dengan penyebab yang mendasari diare. Diare akibat virus umumnya bersifat swasirna dan akan hilang dalam 2-3 hari. Sementara itu, diare akibat bakteri dapat hilang dalam 3-7 hari.

Pasien dengan inflammatory bowel disease dapat diberikan anti inflamasi seperti sulfasalazine, ataupun imunosupresan dengan steroid seperti prednison. Di sisi lain, pasien dengan keganasan kolorektal mungkin memerlukan reseksi bedah, kemoterapi, dan radioterapi sesuai derajat klinis keganasan.

Antibiotik hanya diberikan jika ada indikasi yang jelas, misalnya pada disentri. Antibiotik harus menargetkan patogen spesifik yang dicurigai atau telah dikonfirmasi. Pada kasus amebiasis, dapat diberikan metronidazole.[1,3,8,9]

Referensi