Penatalaksanaan Fraktur Leher Femur
Penatalaksanaan fraktur leher femur pastinya adalah untuk dirujuk ke bagian ortopedi karena kemungkinan besar pasien akan memerlukan fiksasi. Namun tetap ada kemungkinan bahwa dokter umum dengan pengalaman dan pengetahuan mengenai penyakit ini dapat menangani pasien usia lanjut dengan fraktur tidak bergeser, dengan gangguan gerak minimal atau memang tidak dapat bergerak atau memiliki kontraindikasi operasi.[1]
Persiapan Rujukan ke Rumah Sakit
Pasien yang mengeluh nyeri di panggul sebaiknya diimobilisasi dan diposisikan di tandu. Bila pasien mengalami trauma multipel, lakukan langkah ABC (airway, breathing, circulation) dan imobilisasi servikal. Lakukan tindakan gawat darurat sesuai kondisi pasien. Fraktur atau deformitas femur yang tampak jelas dapat dipasangkan bidai.[10]
Penatalaksanaan di Unit Gawat Darurat (UGD)
Penatalaksanaan awal di UGD tentunya bertujuan untuk menyelamatkan nyawa termasuk stabilisasi ABC. Bila jelas ada fraktur femur, imobilisasi pasien, pasangkan dua jalur intravena untuk rehidrasi, pastikan pasien tidak mengkonsumsi apapun per oral dan periksa laboratorium untuk persiapan operasi.[10]
Konsultasi ke bagian ortopedi secepatnya sesuai dengan prosedur dan berikan analgesia pada pasien.
Penatalaksanaan Operatif
Secara umum, saat ini tindakan yang diperdebatkan untuk tata laksana fraktur leher femur adalah open reduction with infernal fixation (ORIF) atau artroplasti (hemiartroplasti atau total). Pilihan-pilihan ini dipertimbangkan untuk pasien lanjut usia karena tujuan tata laksana adalah untuk mobilitas dengan toleransi menahan beban, dan mengurangi komplikasi yang dapat terjadi bila bed rest terlalu lama. Menurut penelitian oleh Sendtner et al, tindakan harus ditentukan dari kondisi pasien sebelum trauma yaitu dari mobilitas, tingkat aktivitas pasien, kemandirian dalam melakukan pekerjaan sehari-hari dan status mental. Fiksasi internal direkomendasikan untuk pasien dengan fraktur yang dapat direposisi dengan baik, kualitas densitas tulang yang baik, dan tidak ada tanda artritis. Fiksasi internal secara optimal dilakukan sebelum 6 jam pasca trauma, dan maksimal 24 jam pasca fraktur. Fraktur yang sudah lebih dari 24 jam harus ditangani dengan artoplasti panggul total.[1,13,14]
Untuk pasien dewasa muda, hanya ada satu pilihan tindakan operatif yaitu reduksi terbuka dan fiksasi internal. Tujuan utama terapi adalah untuk mempertahankan kepala femur, menghindari osteonekrosis dan menghindari nonunion. Artroplasti tidak disarankan untuk pasien muda dan yang aktif.[13]
Di sebuah review yang meneliti 19 penelitian, fiksasi internal menyebabkan angka morbiditas yang lebih rendah di beberapa kategori seperti perdarahan dan risiko infeksi luka dalam. Pasien yang menjalani artroplasti memiliki angka operasi ulang yang secara signifikan lebih rendah dibandingkan fiksasi internal. Tidak ditemukan perbedaan pada angka mortalitas.[15]
Profilaksis Tromboemboli dan Infeksi
Profilaksis tromboemboli harus diberikan kepada semua pasien yang dijadwalkan operasi, kecuali pasien yang dikontraindikasikan karena risiko perdarahan hebat. Profilaksis antimikroba harus diberikan untuk prosedur ortopedi yang melibatkan fiksasi internal. Antibiotik pilihan adalah cefazolin, untuk pasien dengan hipersensitivitas beta-laktam, clindamycin atau vancomycin dapat diberikan.[1,18]
Penatalaksanaan Nonoperatif
Tata laksana nonoperatif terkadang dipertimbangkan untuk pasien dengan fraktur tipe 1 atau dapat dipertimbangkan juga pada pasien dengan fraktur kompresi. Tata laksana ini tetap memiliki banyak komplikasi seperti gangguan mobilitas pada pasien, yang meningkatkan risiko trombosis vena dalam dan pneumonia, juga biaya yang berlebih karena memerlukan perawatan di RS lama. Sebuah penelitian yang mencakup 23 pasien melaporkan bahwa 10 dari 16 pasien yang diberi tata laksana konservatif mengalami nonunion, tetapi semua pasien yang menjalani operasi tidak mengalami komplikasi trombosis vena dalam maupun pneumonia. Tata laksana nonoperatif disarankan hanya dilakukan untuk pasien berusia di atas 70 tahun.[1,10]
Medikamentosa
Peran utama terapi medikamentosa adalah untuk menangani nyeri akibat fraktur. Untuk nyeri akut, obat analgesik yang sering diberikan adalah paracetamol atau NSAID seperti ibuprofen. Bila nyeri tidak teratasi, maka pengobatan nyeri dapat ditingkatkan sesuai dengan keperluan. Terkadang opioid diperlukan, terutama di fase akut.[2]
Beberapa pertimbangan pengobatan lainnya adalah antibiotik untuk profilaksis infeksi, profilaksis tromboemboli, tatalaksana delirium dan tatalaksana penyebab osteoporosis. Tentunya semua pengobatan ini disarankan dan di diskusikan bersama dengan bagian spesialis lainnya.[16]
Program Rehabilitasi
Program rehabilitasi dapat dilakukan untuk berbagai fase penyakit; fase akut, fase penyembuhan dan fase maintenance. Tujuan utama rehabilitasi medik adalah untuk meningkatkan penyembuhan, menghindari komplikasi dan untuk mengembalikan fungsi awal pasien seperti sebelum trauma. Program rehabilitasi merupakan terapi suportif yang dilakukan bersamaan dengan terapi operatif atau non operatif. Program ini difokuskan untuk memperkuat otot dan mengembalikan pergerakan.[2]