Kontroversi Penggunaan Rigid Cervical Collar dalam Penatalaksanaan Pasien Trauma

Oleh :
dr. Steven Johanes Adrian

Rigid cervical collar sering digunakan dalam tata laksana pasien trauma. Namun, bukti-bukti ilmiah yang mendukung manfaat dari tindakan ini masih terbatas.

Rekomendasi penggunaan collar pada pasien trauma telah berlangsung selama lebih dari 30 tahun. Pemasangan cervical collar biasanya dilakukan di awal bersamaan dengan ABCDE (Airway with cervical spine protection, Breathing, and Circulation with hemorrhage control, Disability, dan Exposure/Environmental Control). Proteksi vertebra servikal dianggap harus tetap dilakukan sampai cedera vertebra servikal dapat dieksklusi.[1]

Beberapa laporan menyatakan bahwa 2-4% pasien trauma mengalami cedera vertebra servikal, dengan 20% di antaranya menderita cedera medulla spinalis, 10% cedera multi-level, dan 10% cedera ligamen. Cedera vertebra servikal lebih sering ditemukan pada pasin yang tidak sadar dibanding pasien yang sadar dan dapat berkomunikasi.[2]

Kontroversi Penggunaan Rigid Cervical Collar dalam Penatalaksanaan Pasien Trauma-min

5% pasien dengan cedera otak traumatik dilaporkan mengalami cedera medulla spinalis, sementara 25% pasien dengan cedera medulla spinalis paling tidak mengalami cedera kepala ringan. 55% cedera terjadi pada regio servikal, 15% pada torakal, 15% pada torakolumbal, dan 15% pada lumbosakral.[1]

Keterbatasan Bukti Terkait Manfaat Penggunaan Cervical Collar pada Pasien Trauma

Penggunaan cervical collar pada pasien trauma bertujuan untuk stabilisasi dan imobilisasi vertebra, sehingga mencegah kerugian lebih lanjut pada pasien. Telah dilaporkan bahwa 3-25% cedera medulla spinalis adalah sekunder, akibat penatalaksanaan sebelum masuk rumah sakit atau penatalaksanaan awal di rumah sakit, seperti tidak adanya imobilisasi vertebra. Namun, klaim ini memiliki keterbatasan, salah satunya adalah tindakan ini didasarkan pada penelitian bertahun-tahun lalu dengan standar tata laksana dan sumber daya yang berbeda.[2]

Perbandingan rigid collar dan soft collar juga telah diteliti, di mana keduanya secara signifikan mampu menurunkan pergerakan pada subyek sehat. Namun, rigid collar dilaporkan secara signifikan mampu menurunkan mobilisasi ke semua arah, termasuk fleksi-ekstensi, rotasi kiri dan kanan, fleksi lateral ke kanan, dan fleksi lateral ke kiri. [3] Penelitian lain menunjukkan bahwa soft collar menurunkan pergerakan sebanyak 17,4% dan hard collar menurunkan pergerakan sebesar 62,9%.[4]

Belum ada bukti ilmiah kelas I atau kelas II yang mendukung manfaat imobilisasi vertebra pada pasien trauma. [5] Kemanjuran tindakan tersebut belum pernah diteliti pada pasien trauma sesungguhnya. Penelitian yang ada sering kali menggunakan subyek sehat dan mengukur pergerakan leher dengan goniometer.[6]

Sebuah tinjauan sistematik Cochrane pada tahun 2001 menyatakan bahwa mereka tidak dapat menemukan uji klinis yang adekuat untuk dianalisis, salah satu kriterianya adalah studi tidak dilakukan pada subjek sehat. Peneliti menyebutkan bahwa efek dari imobilisasi spinal terhadap mortalitas, cedera neurologi, stabilitas spinal, dan aspek keamanannya masih belum jelas. Peneliti menganggap bahwa penggunaan imobilisasi spinal, terutama di regio servikal, dapat mengganggu jalan napas, bahkan terdapat kemungkinan tindakan ini meningkatkan mortalitas dan morbiditas pasien. Oleh karena itu, studi prospektif dengan jumlah sampel yang adekuat dan dilakukan pada pasien trauma masih diperlukan sebelum kesimpulan yang lebih pasti terkait manfaat dan keamanannya dapat ditarik.[7]

Potensi Kerugian Akibat Penggunaan Cervical Collar pada Pasien Trauma

Penggunaan cervical collar ternyata memiliki beberapa dampak yang merugikan, seperti menyebabkan ketidaknyamanan, ulkus dekubitus,atau meningkatkan tekanan intrakranial.

Ketidaknyamanan Pasien

Cervical collar dapat menyebabkan nyeri dan ketidaknyamanan pada pasien yang menggunakannya. Sebagian besar pasien memiliki keluhan ketidaknyamanan pada penggunaan jangka pendek. [8] Ketidaknyamanan, nyeri, dan respon terhadap stres dapat menjadi faktor yang mengganggu pemeriksaan dan manajemen trauma.[2]

Ulkus Dekubitus

Penggunaan cervical collar dapat mengakibatkan terbentuknya ulkus akibat tekanan. Pasien-pasien trauma rentan mengalami ulkus dekubitus akibat faktor-faktor seperti penurunan kesadaran, penurunan respon terhadap stimulus berbahaya, dan penurunan toleransi terhadap tekanan. Penggunaan cervical collar juga secara khusus meningkatkan insidensi ulkus pada regio oksipital. [9] Waktu merupakan indikator utama, yaitu setiap 1 hari penggunaan cervical collar, risiko terbentuknya ulkus meningkat 66%. [10] Penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan skin breakdown yang mulai terjadi dalam 48 jam setelah pemakaian cervical collar.[5]

Gangguan Respirasi

Risiko aspirasi dan keterbatasan fungsi respirasi dapat terjadi pada imobilisasi vertebra servikal. Penggunaan cervical collar pada subyek sehat menyebabkan penurunan parameter fungsi paru. Hal ini perlu menjadi perhatian pada pasien yang menderita penyakit paru dan respiratory distress.[11] Penurunan fungsi paru terjadi karena fiksasi menyebabkan keterbatasan aktivitas otot aksesoris pernapasan.[12]

Peningkatan Tekanan Intrakranial

Menghindari peningkatan tekanan intrakranial (TIK) sangat penting dalam manajemen cedera kepala. Penggunaan collar dilaporkan dapat meningkatkan TIK sekitar 4,4 mmHg melalui kompresi vena jugularis interna. [2,13] Penggunaan rigid cervical collar meningkatkan luas penampang vena jugularis interna secara signifikan pada subyek sehat. [14] Sesuai doktrin Monroe-Kellie, gangguan drainase vena akan menyebabkan ekspansi volume dalam kranium yang akan meningkatkan TIK. Terdapat juga peningkatan signifikan pada optical nerve sheath diameter (ONSD), yang diakibatkan oleh peningkatan TIK pada subyek sehat yang menggunakan rigid cervical collar. [15] Pada pasien dengan cedera otak, peningkatan TIK akan menyebabkan perburukan prognosis.

Kesulitan Manajemen Jalan Napas

Penggunaan collar dapat menyebabkan kesulitan pembukaan mulut dan aspirasi akibat muntah. Rigid cervical collar akan menyulitkan petugas kesehatan dalam melakukan tindakan tata laksana jalan napas ketika pasien muntah, sehingga meningkatkan risiko aspirasi.

Kesulitan manajemen airway dapat dilihat melalui kriteria LEMON (look externally, evaluate 3-3-2, Mallampati score, obstruction, and neck mobility). Pada penelitian simulasi, penggunaan cervical collar secara signifikan memperburuk parameter LEMON, seperti penurunan jarak gigi insisivus dari 4,5 menjadi 2,6 cm, Mallampati score kelas I dan II menjadi kelas III dan IV, dan ekstensi leher dari 44 menjadi 22 derajat.[16]

Kondisi-Kondisi Khusus Lain

Cervical collar pada populasi pediatrik masih menjadi perdebatan, karena dasar penggunaannya berasal dari bukti-bukti pada penelitian dewasa. Belum ada juga penelitian yang membandingkan stabilisasi vertebra pada anak dengan atau tanpa collar.[2]

Tindakan imobilisasi pada pasien dengan trauma penetrasi meningkatkan morbiditas dan mortalitas, dengan number needed to treat (NNT) untuk memberikan manfaat adalah 1.032, dan number needed to harm untuk menyebabkan 1 kematian adalah 66. Pasien dengan trauma penetrasi jarang mengalami instabilitas vertebra, dan imobilisasi menyebabkan ditundanya resusitasi. [17] Pada pasien dengan ankylosing spondylitis, ekstensi vertebra servikal saat pemasangan cervical collar berbahaya karena dapat menyebabkan perburukan neurologis.[18]

Banyak rumah sakit dan layanan prehospital di negara-negara Skandinavia, Inggris, Australia, dan Malaysia sudah tidak lagi menggunakan rigid cervical collar dalam manajemen pasien trauma.

Kesimpulan

Penggunaan rigid cervical collar pada pasien trauma masih banyak dilakukan. Padahal, bukti terkait manfaat dari tindakan ini sangat terbatas. Kebanyakan studi yang mendukung tindakan pemasangan cervical collar pada pasien trauma adalah studi-studi lama dan dilakukan pada subjek sehat (bukan pasien trauma). Uji klinis terkait manfaat dan keamanan pemasangan cervical collar pada pasien trauma sangat-sangat terbatas. Berbagai bukti ilmiah bahkan menyebutkan kekurangan terkait pemasangan cervical collar pada pasien trauma, antara lain menyebabkan ketidaknyamanan pasien, meningkatkan risiko ulkus dekubitus, menyebabkan gangguan respirasi, peningkatan tekanan intrakranial, menyulitkan manajemen jalan napas, tidak adanya bukti yang cukup terkait pasien pediatri, dan meningkatkan mortalitas dan morbiditas pada trauma penetrasi.

Referensi