Diagnosis Kanker Paru
Diagnosis kanker paru ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, dan pemeriksaan patologi anatomik. [1-5]
Anamnesis
Gejala klinis kanker paru tidak khas seperti batuk, sesak napas, atau nyeri dada (gejala respirasi) yang muncul lama atau tidak kunjung sembuh dengan pengobatan biasa harus ditindaklanjuti untuk prosedur diagnosis kanker paru. Batuk merupakan gejala tersering (60-70%) pada kanker paru. [1-3]
Beberapa gejala yang dapat muncul yaitu:
- Gejala yang berkaitan dengan pertumbuhan tumor langsung, misalnya batuk, hemoptisis, nyeri dada, dan sesak napas/stridor
-
Gejala yang berkaitan dengan pertumbuhan regional, seperti efusi pleura, efusi perikard, sindrom vena kava superior, disfagia, pancoast syndrome, paralisis diafragma. Pancoast syndrome merupakan kumpulan gejala dari kanker paru yang tumbuh di sulkus superior yang menyebabkan invasi pleksus brakialis sehingga menyebabkan nyeri pada lengan dan sindrom Horner (ptosis, miosis, hemifacial anhidrosis)
- Gejala sistemik: penurunan berat badan dalam waktu yang singkat, nafsu makan menurun, demam hilang timbul
- Gejala yang berkaitan dengan gangguan neurologis (sakit kepala, lemah/parese) sering terjadi jika telah terjadi penyebaran ke otak atau tulang belakang. Nyeri tulang sering menjadi gejala awal pada kanker yang telah menyebar ke tulang.
-
Gejala dari sindrom paraneoplastik. [1-3]
Dokter juga harus menanyakan mengenai riwayat penyakit dahulu dan faktor risiko yang berhubungan dengan kanker paru, misalnya penyakit paru obstruktif kronis atau tuberkulosis, atau paparan zat karsinogenik seperti asbestos, radon, dan arsen, serta riwayat merokok.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, tanda yang dapat ditemukan pada kanker paru dapat bervariasi tergantung pada letak, besar tumor dan penyebarannya. Pemeriksaan fisik mencakup:
-
Status performa(Karnofsky dan WHO) penderita yang menurun
- Pemeriksaan fisik paru: retraksi interkostal, penggunaan otot bantu pernapasan, perkusi pekak, penurunan suara napas, stridor, wheezing
- Pembesaran kelenjar getah bening regional
- Tanda-tanda metastasis jauh
- Sindrom vena kava superior
- Trombosis vena dalam
- Tanda dari sindrom paraneoplastik. [1-3]
Tabel 1. Status Performa. Sumber: Pedoman Nasional Penatalaksanaan Kanker [1]
Karnofsky | WHO | Batasan |
90-100 | 0 | Aktivitas normal |
70-80 | 1 | Ada keluhan, tapi masih aktif, dapat mengurus diri sendiri |
50-60 | 2 | Cukup aktif, namun kadang memerlukan bantuan |
30-40 | 3 | Kurang aktif, perlu perawatan |
10-20 | 4 | Tidak dapat meninggalkan tempat tidur, perlu dirawat di rumah sakit |
0-10 | Tidak sadar |
Penentuan Stadium
Penentuan stadium kanker paru bukan sel kecil (KPBSK) berdasarkan sistem TNM dari American Joint Committee on Cancer (AJCC) versi 7 tahun 2010, sebagai berikut:
Tabel 2. Sistem TNM AJCC 2010. Sumber: Medscape [3]
Tumor Primer (T) | |
Tx | tumor primer tidak dapat ditentukan dengan hasil radiologi dan bronkoskopi tetapi sitologi sputum atau bilasan bronkus positif (ditemukan sel ganas) |
T0 | tidak tampak lesi atau tumor primer |
Tis | Carcinoma in situ |
T1 | ukuran terbesar tumor primer ≤ 3 cm tanpa lesi invasi intra bronkus yang sampai ke proksimal bronkus lobaris T1a Ukuran tumor primer ≤ 2 cm T1b Ukuran tumor primer > 2 cm tetapi ≤ 3cm |
T2 | ukuran terbesar tumor primer > 3 cm tetapi ≤ 7 cm, invasi intrabronkus dengan jarak lesi ≥ 2 cm dari distal karina, berhubungan dengan atelektasis atau pneumonitis obstruktif pada daerah hilus atau invasi ke pleura visera. T2a Ukuran tumor primer > 3cm tetapi ≤ 5 cm T2b Ukuran tumor primer > 5cm tetapi ≤ 7 cm |
T3 | Ukuran tumor primer > 7 cm atau tumor menginvasi dinding dada termasuk sulkus superior, diafragma, nervus phrenikus, menempel pleura mediastinum, pericardium. Lesi intrabronkus ≤ 2 cm distal karina tanpa keterlibatan karina. Berhubungan dengan atelektasis atau pneumonitis obstruktif di paru. Lebih dari satu nodul dalam satu lobus yang sama dengan tumor primer. |
T4 | Ukuran tumor primer sembarang tetapi telah melibatkan atau invasi ke mediastinum, trakea, jantung, pembuluh darah besar, karina, nervus laring, esophagus, vertebral body. Lebih dari satu nodul berbeda lobus pada sisi yang sama dengan tumor (ipsilateral). |
Kelenjar Getah Bening (KGB) regional (N) | |
Nx | Metastasis ke KGB mediastinum sulit dinilai dari gambaran radiologi |
N0 | Tidak ditemukan metastasis ke KGB |
N1 | Metastasis ke KGB peribronkus (#10), hilus (#10), intrapulmonary (#10) ipsilateral |
N2 | Metastasis ke KGB mediastinum (#2) ipsilateral dan atau subkarina (#7) |
N3 | Metastasis ke KGB peribronkial, hilus, intrapulmoner, mediastinum kontralateral dan atau KGB supraklavikula |
Metastasis (M) | |
Mx | Metastasis sulit dinilai dari gambaran radiologi |
M0 | Tidak ditemukan metastasis |
M1 | Terdapat metastasis jauh M1a Metastasis ke paru kontralateral, nodul di pleura, efusi pleura ganas, efusi perikardium M1b Metastasis jauh ke organ lain (otak, tulang, hepar, KGB leher, aksila, atau suprarenal |
Tabel 3. Pengelompokan stadium berdasarkan AJCC 2010. Sumber: Medscape [3]
Stadium Kanker | T | N | M |
Occult Carcinoma | Tx | N0 | M0 |
Stadium 0 | Tis T1a | N0 N0 | M0 M0 |
Stadium IA | T1b | N0 | M0 |
Stadium IB | T2a | N0 | M0 |
Stadium IIA | T1a T1b T2a | N1 N1 N1 | M0 M0 M0 |
Stadium IIB | T2b T3 (>7cm) | N1 N0 | M0 M0 |
Stadium IIIA | T1a T1a T2a T2b T3 T4 T4 | N2 N2 N2 N2 N1 N0 N1 | M0 M0 M0 M0 M0 M0 M0 |
Stadium IIIB | T4 Sembarang T | N2 N3 | M0 M0 |
Stadium IVA | Sembarang T | Sembarang N | M1a (pleura, paru kontralateral) |
Stadium IVB | Sembarang T | Sembarang N | M1b (metastasis jauh) |
Berdasarkan Veterans Administration Lung Group (VALSG), kanker paru sel kecil (KPSK) dibagi menjadi stadium terbatas (limited stage disease) dan stadium lanjut (extensive stage disease). Pasien dengan lesi yang terbatas pada satu hemitoraks dengan atau tanpa keterlibatan mediastinum, kelenjar getah bening ipsilateral supraklavikula, hilus kontralateral atau scalene digolongkan sebagai stadium terbatas. Selain dari keadaan itu, pasien digolongkan menjadi stadium lanjut. Pada sistem AJCC 2010, stadium terbatas digolongkan sebagai semua T, semua N, M0 kecuali pada T3-4 dengan nodul multipel yang terdapat pada lebih dari satu lapang radiasi. Stadium lanjut digolongkan menjadi semua T, semua N, M1a/b dan T3-4 dengan nodul multipel. [2]
Stadium terbatas masih memiliki potensi untuk dilakukan terapi kuratif dengan kemoterapi, radiasi dan pembedahan. Stadium lanjut tidak dapat diberikan terapi kuratif dan kemoterapi hanya digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesintasan. [1,2]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding utama dari kanker paru adalah jenis kanker paru lainnya. Dokter harus dapat membedakan kanker paru sel kecil dari kanker paru bukan sel kecil supaya dapat menentukan pengobatan yang tepat. Penentuan ini juga berperan penting untuk melihat metastasis dan prognosis pasien karena kanker paru sel kecil umumnya lebih agresif dan sudah metastasis saat awal diagnosis. Lokasi metastasis yang umum adalah tulang, hepar, kelenjar adrenal, pericardium, otak, dan tulang belakang.
Untuk kanker paru sel kecil, diagnosis banding yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
- Tumor paru karsinoid atipikal
- Karsinoma neuroendokrin sel besar
- Adenoma paru
- Hamartoma paru
- Limfoma mediastinal atau tumor mediastinum lainnya
- Kanker paru bukan sel kecil
Untuk kanker paru bukan sel kecil, diagnosis banding yang perlu dipertimbangkan adalah:
- Pneumonia
- Pneumotoraks
- Efusi pleura
- Tumor paru karsinoid
- Bronkitis
- Sindrom vena cava superior
- Tuberkuloma [1]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang digunakan pada kanker paru terdiri dari pemeriksaan radiologi, patologi anatomi, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan lain yang spesifik untuk kanker paru.[1-5]
Pemeriksaan Radiologi
Rontgen toraks AP/lateral merupakan pemeriksaan awal untuk menilai pasien dengan kecurigaan terkena kanker paru. Berdasarkan hasil pemeriksaan ini, lokasi lesi dan tindakan selanjutnya dapat ditentukan. Jika pada rontgen toraks ditemukan lesi yang dicurigai sebagai keganasan, maka pemeriksaan CT scan toraks harus dilakukan untuk mengevaluasi lesi tersebut. [1-5]
CT scan toraks dengan kontras merupakan pemeriksaan yang penting untuk mendiagnosa dan menentukan stadium kanker paru, dan menentukan segmen paru yang terlibat secara tepat disertai keterlibatan kelenjar getah bening dan metastasis ke organ sekitar. CT scan toraks dapat diperluas hingga kelenjar adrenal untuk menilai kemungkinan metastasis hingga regio tersebut. MRI diperlukan untuk mengevaluasi pasien dengan tumor pada sulkus superior (pancoast tumor) dan dapat memberikan gambaran yang lebih baik dibandingkan CT-Scan. [1-5]
Pemeriksaan lain diperlukan bila terdapat kecurigaan metastasis jauh. CT scan kepala / MRI kepala dengan kontras diindikasikan bila terdapat kemungkinan metastasis ke otak.USG abdomen untuk mendeteksi kemungkinan penyebaran pada abdomen. Bone Scintigraphy dapat dilakukan untuk mendeteksi metastasis tulang terutama bila terdapat peningkatan kalsium dan alkali fosfatase. PET Scan dapat dilakukan untuk evaluasi hasil pengobatan dan mendeteksi metastasis jauh. [1-5]
Pemeriksaan Patologi Anatomi
Spesimen kanker paru bisa didapatkan melalui bronkoskopi, biopsi transtorakal, cairan pleura, sputum, dan biopsi dengan jarum halus pada kelenjar getah bening. Biopsi transtorakal merupakan tindakan biopsi paru transtorakal yang dapat dilakukan dengan bantuan USG atau CT-Scan untuk mendapatkan jaringan kanker paru. [1-5]
Pada lesi sentral yang dicurigai sebagai keganasan, spesimen dapat diambil melalui sputum dan bronkoskopi. Bila hasil negatif, dilanjutkan dengan biopsi transtorakal. Pada lesi perifer yang dicurigai sebagai keganasan, spesimen dapat diambil melalui biopsi transtorakal dengan bantuan CT Scan. Bila hasil negatif, dilanjutkan dengan torakoskopi dan torakotomi. [1-5]
Hasil biopsi kemudian dilakukan pemeriksaan sitologi (biopsi jarum halus, cairan pleura dan sputum) dan histopatologi untuk jaringan. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan apakah jaringan bersifat benigna atau maligna.
Pemeriksaan molekul Epidermal Growth Factor Receptor (EGFR), Kirsten Rat Sarcoma (KRAS), Anaplastic Lymphoma Kinase (ALK), gen BRAF, gen ROS-1, dan programmed death-ligand 1 (PD-L1) dapat dilakukan untuk menentukan gambaran molekular sebagai acuan untuk terapi target. [4]

Gambar 1. Berbagai biomarker yang berpengaruh pada tata laksana kanker paru.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan pada kanker paru yaitu darah lengkap, fungsi hati dan fungsi ginjal. Pemeriksaan elektrolit, blood urea nitrogen, kalsium dan magnesium perlu dilakukan untuk mengevaluasi gejala paraneoplastik. Pemeriksaan alkali fosfatase dapat ditambahkan untuk mendeteksi kemungkinan metastasis tulang tapi hasilnya tidak spesifik untuk kondisi tersebut. Analisa gas darah diperlukan untuk pasien dengan sesak napas yang mengarah pada gagal napas.
Pemeriksaan penanda tumor carcinoembryonic antigen (CEA) dan CYFRA-21 dapat digunakan sebagai faktor prognostik dalam memprediksi respons terapi dan kesintasan pada kanker paru bukan sel kecil terutama pada pasien yang tidak diketahui mutasi EGFRnya atau pada karsinoma sel skuamosa. Kombinasi CEA dan CYFRA-21 diperkirakan dapat membantu diagnosis kanker paru bukan sel kecil pada nilai dua kali lipat dari standar cut off nya, tetapi masi diperlukan penelitian lebih lanjut. (CEA, CYFRA) [2-5,7,8]
Pemeriksaan Lain
Terdapat beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan dalam membantu menegakkan diagnosis dan menentukan progresifitas penyakit kanker paru. Bronkoskopi dapat membantu menentukan lokasi lesi primer, pertumbuhan tumor intraluminal dan mendapatkan spesimen untuk pemeriksaan sitologi dan histopatologi, sehingga diagnosa dan stadium kanker paru dapat ditentukan.
Endobronchial Ultrasound (EBUS) dapat dilakukan untuk menilai kelenjar getah bening mediastinal, hilus, intrapulmoner, menilai lesi perifer dan saluran pernapasan dan mendapatkan jaringan sitologi dan histopatologi pada kelenjar getah bening yang terlihat pada CT-scan toraks maupun PET CT-scan.
Elektrokardiografi perlu dilakukan untuk mengevaluasi fungsi jantung dan menyingkirkan penyebab sesak napas dan nyeri dada lainnya.
Torakoskopi biasanya dilakukan pada tumor yang tidak terdiagnosis setelah dilakukan bronkoskopi dan biopsi dengan bantuan CT-Scan. Torakoskopi juga merupakan modalitas yang penting untuk tata laksana efusi pleura maligna. Video Assisted Thoracoscopy (VATS) merupakan modalitas yang lebih baru untuk diagnostik dan penentuan stadium dengan akurasi tinggi dan risiko minimal pada pasien. Pleuroskopi dilakukan untuk melihat masalah intrapleura dan menghasilkan spesimen intrapleura untuk mendeteksi adanya sel ganas pada cairan pleura. Mediastinoskopi dilakukan untuk mendapatkan spesimen dan menilai kelenjar getah bening mediastinal sebelum melakukan reseksi pada kanker paru. Torakotomi eksplorasi dilakukan sebagai modalitas terakhir, jika dengan semua modalitas lainnya tidak ditemukan sel ganas. [1-5]

Gambar 2. Metastasis kelenjar adrenal pada pasien kanker paru sel kecil. (A) CT Scan. (B) FDG PET/CT. (C) MRI.

Gambar 3. Temuan radiologi yang dikorelasikan dengan hasil EMG pada pasien kanker paru sel kecil dengan lambert eaton myasthenic syndrome. (A) CT Scan. (B) EMG.