Diagnosis Kanker Ovarium
Diagnosis kanker ovarium sulit dilakukan pada stadium dini karena tidak adanya gejala spesifik. Kanker ovarium umumnya terdeteksi pada stadium lanjut dengan gejala seperti asites, gangguan pencernaan dan nyeri perut. Untuk menegakkan diagnosis kanker ovarium dibutuhkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang seperti CT scan, USG, penanda tumor dan biopsi.
Anamnesis
Gejala klinis yang dapat dirasakan pasien di antaranya:
- Pembesaran perut
- Perut kembung
- Gangguan pencernaan seperti konstipasi, diare, mual, muntah, asam lambung naik
- Mudah lelah
- Sesak napas
- Gangguan pada saluran kencing
- Perdarahan per vaginam
- Penurunan berat badan
- Nyeri pada panggul dan perut.[19]
Pada saat anamnesis harus digali mengenai riwayat kanker pada keluarga karena kanker ovarium dipengaruhi oleh genetik. Riwayat penggunaan obat-obatan hormon serta riwayat obstetrik harus ditanyakan kepada pasien.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien di antaranya pemeriksaan tanda-tanda vital dan pemeriksaan sistemik dari kepala sampai ekstremitas serta pemeriksaan bimanual. Kondisi yang dapat ditemukan saat pemeriksaan fisik stadium lanjut di antaranya adalah asites, efusi pleura, obstruksi gastrointestinal, serta massa pada abdomen/pelvis.
Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari kanker ovarium di antaranya adalah:
-
Kista ovarium: Kista ovarium dapat dipengaruhi oleh hormonal dan siklus menstruasi. Kista ovarium yang berukuran kecil biasanya tidak memberikan gejala dan diketahui secara tidak sengaja pada pemeriksaan USG. Tetapi dalam kondisi yang jarang, kista ovarium tersebut dapat menetap dan membesar
- Tumor adneksa: Tumor adneksa umumnya jinak, tetapi bila ditemukan pada perempuan prapubertas atau wanita menopause maka kemungkinan berisiko ganas. Oleh karena itu dibutuhkan pemeriksaan tambahan seperti USG atau evaluasi melalui pembedahan[20]
-
Kanker lain seperti: kanker usus besar, kanker serviks, kanker pankreas, kanker peritoneal, kanker rahim
- Endometriosis
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis adalah pemeriksaan radiografi dan penanda tumor. Pemeriksaan histopatologi umumnya dilakukan bersamaan dengan operasi laparoskopi untuk menentukan ada tidaknya keganasan dan tipenya. Lesi ovarium umumnya ditemukan secara insidental pada pemeriksaan radiografi abdomen atau pelvis untuk indikasi lainnya.
Pemeriksaan Radiografi
Ultrasonografi merupakan pemeriksaan yang paling bermanfaat karena dapat menentukan morfologi tumor pelvis, serta menilai ada tidaknya massa pada bagian lain abdomen. Ultrasonografi transvaginal bermanfaat untuk menilai struktur dan pendarahan ovarium, membedakan massa kistik dan solid, serta mendeteksi adanya asites. Tingkat akurasi pemeriksaan ini untuk membedakan massa jinak dan ganas adalah sensitivitas 86-94%, spesifisitas 94-96%.
Walau demikian, perlu diingat bahwa ultrasonografi sangat dipengaruhi oleh operator (operator-dependent). Studi dilakukan untuk validasi eksternal sistem skoring ultrasonografi transvaginal untuk kanker ovarium dan hasilnya menunjukkan bahwa performa pemeriksaan ini inferior dibandingkan dengan tingkat akurasi yang dilaporkan. Selain itu, ultrasonografi juga memiliki nilai prediksi positif yang rendah karena tingginya prevalensi lesi ovarium jinak.[21-23]
X-ray thorax atau CT scan rutin dilakukan untuk membantu eksklusi efusi pleura dan metastasis pulmonar. CT scan lebih disarankan karena sekaligus digunakan untuk staging kanker.
MRI lebih superior karena dapat menentukan jenis jaringan tumor, termasuk adanya lemak, darah, musin, cairan, atau jaringan pada massa ovarium. Hal ini bermanfaat untuk menentukan apakah massa tersebut jinak atau ganas. Walau demikian, pemeriksaan ini tidak umum dilakukan mengingat harga yang lebih mahal dan ketersediaan alat.[21,22]
Pemeriksaan Penanda Tumor
Pemeriksaan penanda tumor yang dilakukan adalah CA 125 pada darah. Pemeriksaan ini sebaiknya dikombinasikan dengan pemeriksaan radiologis untuk mendeteksi kanker ovarium. Selain CA 125, assay yang dapat digunakan untuk pemeriksaan di antaranya adalah apolipoprotein A1, follicle stimulating hormone (FSH) dan human epididymis protein 4. Walau demikian, pemeriksaan ini memiliki tingkat akurasi yang rendah.[24]
Kombinasi Pemeriksaan Ultrasonografi dan Penanda Tumor
Keterbatasan pemeriksaan ultrasonografi dan penanda tumor menjadi dasar penelitian untuk kombinasi kedua pemeriksaan ini. Studi menunjukkan tingkat akurasi yang lebih tinggi sehingga kombinasi kedua pemeriksaan ini saat ini menjadi standar diagnosis kanker ovarium.
Walau demikian masih diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai standar penelitian (apakah penanda tumor terlebih dahulu, ultrasonografi terlebih dahulu, atau keduanya bersamaan), serta akurasi pemeriksaan.[23]
Pemeriksaan Histopatologi
Biopsi dengan aspirasi jarum halus (fine needle aspiration biopsy) tidak rutin dilakukan. Pemeriksaan histopatologi dapat dilakukan dengan operasi laparoskopi untuk mereseksi tumor. Dari pemeriksaan histopatologi dapat diketahui secara pasti apakah tumor tersebut ganas atau jinak dan tipe dari keganasan tersebut.[25]
Berdasarkan histopatologi, kanker ovarium dibedakan menjadi beberapa jenis di antaranya tipe epitelial tipe yang terbanyak (90%) yang meliputi subtipe serosa, endometrioid, clear-cell dan karsinoma musinosa. Dari tipe ini yang paling banyak adalah high-grade serous carcinoma (HGSC). Tipe kanker ovarium yang lain di antaranya adalah tumor stromal, tumor sel germinal, karsinoma peritoneal primer dan metastasis tumor ovarium.[1] Beberapa kanker ovarium diduga berasal dari luar ovarium, banyak kasus HGSC ovarium ditemukan berasal dari tuba fallopii. Baik ovarium maupun tuba falopii berasal dari epitel coelomic pada saat perkembangan embrio.[26]
Stadium Kanker Ovarium
Stadium kanker ovarium menggunakan pembagian stadium dari International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO). Stadium ditentukan berdasarkan lokasi kanker. Kanker yang terlokalisir pada ovarium dan tuba falopii merupakan tumor stadium 1, kanker yang meluas ke jaringan sekitar dikategorikan sebagai stadium 2, sedangkan pada stadium 3 dan 4 telah terjadi metastasis.
Tabel 1. Stadium Kanker Ovarium berdasarkan FIGO
Stadium | TNM | Deskripsi |
I | T1 | Tumor terdapat di ovarium dan tuba falopii |
IA | T1A | Tumor terbatas pada satu ovarium (dengan kapsul ovarium intak) atau terbatas pada tuba falopii, tidak ada tumor di permukaan ovarium maupun tuba falopii; tidak ada sel ganas di kavum peritoneal |
IB | T1B | Tumor terdapat di kedua ovarium (dengan kapsul ovarium intak) atau terbatas pada tuba falopii, tidak ada tumor di permukaan ovarium maupun tuba falopii; tidak ada sel ganas di kavum peritoneal |
IC | T1C | Tumor terbatas pada satu atau dua tuba falopii dengan derajat: 1C1: Dapat diambil dengan operasi 1C2: Kapsul ruptur sebelum operasi atau tumor terdapat di permukaan ovarium atau tuba falopii 1C3: Terdapat sel ganas pada kavum peritoneal |
II | T2 | Tumor melibatkan satu atau dua ovarium atau tuba falopii dengan perluasan ke pelvis dibawah pelvic brim atau terdapat kanker peritoneal primer (Tp) |
IIA | T2A | Perluasan dan/atau implantasi tumor pada uterus dan/atau tuba falopii dan/atau ovarium |
IIB | T2B | Perluasan tumor ke jaringan intraperitoneal pelvis yang lain |
III | T3 | Tumor melibatkan satu atau dua ovarium, atau tuba falopii atau kanker peritoneal primer dengan pemeriksaan histologi/sitologi menunjukkan perluasan keluar peritoneum di luar pelvis dan/atau metastase ke kelenjar getah bening retroperitoneal |
IIIA | T3a/ T3aN1 | Metastasis ke kelenjar getah bening retroperitoneal dengan atau tanpa keterlibatan peritoneal di pelvis secara mikroskopis -IIIA1: metastasis kelenjar getah bening retroperitoneal (dibuktikan dengan pemeriksaan histopatologi) -IIIA1(i): metastasis sampai ukuran 10mm -IIIA1(ii): Metastasis lebih dari 10 mm -IIIA2: Terdapat keterlibatan intraperitoneal esktrapelvis secara mikroskopis dengan atau tanpa metastasis kelenjar getah bening retroperitoneal |
IIIB | T3B/ T3BN1 | Metastasis peritoneal secara makroskopis di sekitar pelvis dengan ukuran sekitar 2 cm dengan atau tanpa metastasis kelenjar getah bening retroperitoneal |
IIIC | T3C/ T3CN1 | Metastasis peritoneal secara makroskopis di sekitar pelvis dengan ukuran lebih dari 2 cm dengan atau tanpa metastasis kelenjar getah bening retroperitoneal (termasuk perluasan tumor ke kapsul hati atau limpa tanpa keterlibatan parenkim organ) |
IV | T4/ TxNxM1 | Kanker sudah menyebar jauh kecuali peritoneal IVA: Efusi pleura dengan sitologi positif IVB: Metastasis ke parenkim dan metastasis ke organ extra abdominal |
Sumber: dr. Yelvi Levani, 2019.[1]