Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • SKP Online
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit
  • Obat
  • Tindakan Medis
Diagnosis Dispareunia general_alomedika 2021-08-30T09:44:29+07:00 2021-08-30T09:44:29+07:00
Dispareunia
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Diagnosis Dispareunia

Oleh :
Audric Albertus
Share To Social Media:

Diagnosis dispareunia selain diklasifikasikan menjadi dispareunia superfisial (intratoital) dan dispareunia dalam, juga dibagi menjadi dispareunia primer dan dispareunia sekunder. Utamanya diagnosis ditegakkan dari hasil anamnesis, mengingat pemeriksaan fisik hanya mungkin dilakukan bila pasien nyaman dan mengizinkan. Anamnesis karakteristik nyeri dapat menggunakan Female Sexual Function Index (FSFI). Pemeriksaan fisik dilakukan pemeriksaan abdomen, muskuloskeletal dan vulvovagina; terdiri dari inspeksi dan bila memungkinkan dilakukan pemeriksaan dengan spekulum dan pemeriksaan dalam. Untuk dispareunia superfisial, sebaiknya lokasi allodynia dipastikan dengan test rangsang sensorik menggunakan kapas (cotton swab test). Pemeriksaan penunjang seperti kultur, biopsi laboratorium, pencitraan dan laparoskopi mungkin diperlukan untuk mencari etiologi yang mendasari keluhan dispareunia.[2,4,6-8]

Klasifikasi

Diagnosis dispareunia biasa menggunakan beberapa klasifikasi. Berdasarkan letak lokasi nyeri yang dipersepsikan pasien, dispareunia diklasifikasikan menjadi dispareunia superfisial dan dispareunia dalam. Klasifikasi berdasarkan waktu munculnya nyeri, dibedakan dispareunia primer dan dispareunia sekunder. [6-8]

Dispareunia superfisial (intratoital) merupakan nyeri senggama yang dirasakan pasien di area vulva saat terjadi pembukaan vagina. Dispareunia dalam adalah nyeri saat senggama yang dirasakan pasien terlokalisir di dalam vagina atau pelvis bagian bawah. Dispareunia dalam seringkali dikaitkan dengan penetrasi dalam saat bersenggama. [6-8]

Sedangkan dispareunia primer  terjadi segera pada saat pasien melakukan senggama. Dispareunia sekunder terjadi setelah beberapa waktu senggama tidak merasa nyeri.[6-8]

Anamnesis

Salah satu hal yang paling sering dialami oleh wanita-wanita yang mengalami dispareunia adalah kurangnya dukungan serta keyakinan bahwa rasa nyeri yang dirasakannya nyata. Oleh karenanya, salah satu hal yang paling penting untuk dilakukan dokter pertama kali dalam evaluasi pasien adalah meyakinkan bahwa keluhan yang dimilikinya benar-benar ada. Penting bagi klinisi untuk dapat membicarakan keluhan seks secara profesional dan nyaman agar pasien dapat terbuka sehingga masalah dapat ditangani dengan baik. Pendekatan yang baik untuk menggali masalah utama, berpotensi mengurangi biaya untuk pemeriksaan yang tidak perlu. Lagipula pasien dapat menunjukkan gejala disosiasi ketika dilakukan pemeriksaan genital, sehingga anamnesis juga menjadi cara pendekatan dengan pasien.  [2,18]

Wanita yang datang untuk berkonsultasi sering kali menceritakan berbagai macam keluhan yang tidak spesifik. Beberapa istilah yang kerap digunakan pasien untuk mendeskripsikan masalah-masalah ini di antaranya:

  • nyeri saat berhubungan seksual
  • kesulitan berhubungan seksual
  • mencari bantuan karena ketidakpuasan pasangannya
  • keluhan terselubung lainnya seperti menolak pap smear atau tidak puas terhadap metode kontrasepsi [2,18]

Langkah awal dalam anamnesis adalah menanyakan karakteristik gejala, yaitu:

  • Karakteristik nyeri (lokasi, durasi, faktor-faktor eksaserbasi)
  • Simptom lain yang berhubungan (gejala dari usus, kandung kemih atau muskuloskeletal)
  • perilaku seksual dan orientasi seksual
  • riwayat psikologikal
  • masalah medis komorbid
  • terapi-terapi sebelumnya
  • riwayat pelecehan fisik maupun seksual di masa lalu
  • riwayat operasi dan tindakan medis sebelumnya. [2,8]

Cara lain untuk menghitung nyeri yang dirasakan pasien secara kuantitatif adalah dengan menggunakan berbagai kuesioner-kuesioner self-reporting seperti Female Sexual Function Index (FSFI), kuesioner McGill Pain, dan Patient Reported Outcomes. Salah satu kuesioner yang paling sering digunakan adalah kuesioner FSFI. Kuesioner ini menilai berbagai domain fungsi seksual yang berbeda seperti hasrat, arousal, lubrikasi, orgasme, kepuasan, dan nyeri, selain juga menilai skoring fungsi seksual secara keseluruhan. [4,8]

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pasien dengan nyeri genital harus mencakup evaluasi abdomen dan muskuloskeletal eksternal, diikuti oleh evaluasi genital.  Pemeriksaan vulvovaginal dimulai dengan inspeksi, test rangsang sensorik, bila memungkinkan dilakukan pemeriksaan spekulum dan pemeriksaan dalam.[2,8]

Pemeriksaan Abdomen dan muskuloskeletal

Pemeriksaan abdomen dengan palpasi untuk mencari massa pada rongga panggul maupun abdomen. Pemeriksaan ini berperan penting dalam eksklusi etiologi. [2,8]

Pemeriksaan muskuloskeletal meliputi otot lower back, abdomen dan panggul. Mengamati segala posisi asimetri atau rasa sakit yang mempengaruhi gaya berjalan, postur tubuh saat berdiri dan duduk. Selanjutnya meraba otot-otot abdomen, gluteal, punggung, dan ekstremitas bawah untuk mengidentifikasi area ketegangan dan / atau nyeri. Terakhir, penilaian kekuatan otot, rentang gerak, sensasi, dan refleks otot sebaiknya dilakukan.[2,8]

Pemeriksaan Vulvovagina

Pemeriksaan genital hanya dilakukan jika pasien merasa nyaman. Pemeriksaan ini meliputi inspeksi, test rangsang sensorik, dan bila memungkinkan dilakukan pemeriksaan spekulum dan pemeriksaan dalam.

Saat inspeksi harus dilihat dengan hati-hati, mulai dari kulit bagian luar vulva, labia minora, labia mayora, lipatan antara labia, tudung klitoris dan klitoris, fourchette posterior, vestibulum, hymen dan tepi hymen. Pemeriksaan ini untuk mencari sobekan, fisura, eritem, tanda inflamasi, dermatosis, jaringan parut, bekas operasi pada vulva dan perineum. Juga bisa ditemukan tanda-tanda atrofi vulvovaginalis seperti hipopigmentasi, jaringan otot polos yang tidak elastik dan epitelium yang berkilat, yang merupakan bagian dari tanda-tanda gejala post menopause.[2,18]

Pada wanita dengan dispareunia superfisial, lokasi allodynia sebaiknya dipastikan dengan test rangsang sensorik menggunakan kapas (cotton swab test). Pada pemeriksaan ini, pemeriksa akan memberikan sentuhan ringan menggunakan ujung dari cotton swab di daerah vestibular vulva. Pada pasien dengan alodinia, maka pada sentuhan ringan saja akan tercetus rasa sakit yang amat sangat. [8,18]

Apabila memungkinkan bisa dilakukan pemeriksaan spekulum dan pemeriksaan dalam. Pemeriksaan ini kontraindikasi pada pasien dengan vulvodynia atau dermatosis. Saat pasien merasa nyaman bisa dilakukan pemeriksaan dengan satu jari, bila tidak ada keluhan dilanjutkan dengan pemeriksaan dua jari, dan bila pasien tidak menolak maka dilakukan pemeriksaan dengan spekulum. Spekulum yang digunakan biasanya spekulum Graves ukuran pediatrik. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dan dinilai adalah mencari area nyeri terutama pada keluhan dispareunia dalam, juga mengidentifikasi nodul endometriosis (penebalan di septum rectovaginal, kavum douglas atau ligamen uterosakral), variasi anatomis dari vagina, serviks dan uterus. [2,8]

Diagnosis Banding

Diagnosis banding dispareunia superfisial saling bertumpang tindih dengan keluhan vaginismus dan vulvodynia. Dispareunia dalam di diagnosis banding sesuai dengan penyakit-penyakit etiologinya seperti endometriosis, kista, mioma uteri, keganasan, inflamasi pelvis, irritable bowel syndrome, interstitial cystitis. [2,6,7]

Vaginismus

Vaginismus merupakan kontraksi involunter dari otot-otot vagina yang disebabkan rasa takut atau ansietas terhadap hubungan seksual. Kontraksi involunter ini menyebabkan terhalangnya penetrasi penis ke dalam vagina. Terdapat tumpang tindih antara vaginismus dan dispareunia, namun menurut Diagnostic and statistical manual of mental disorder, 5th ed, vaginismus dianggap sebagai satu kelainan yang disebabkan oleh faktor psikososial dan berlangsung selama minimal 6 bulan. [19]

Ressing et al. pada penelitiannya mengelompokan grup vaginismus terdiri dari wanita yang tidak dapat sama sekali melakukan vaginal penetrasi serta secara aktif menghindari aktivitas seksual. Serta grup dispareunia dengan VVS terdiri dari wanita yang masih bisa mengalami vaginal penetrasi namun terasa nyeri pada pintu vagina.[12]

Vulvodynia

Vulvodynia didefinisikan sebagai nyeri vulva tanpa penyebab dermatologis, anatomis, infeksi atau neurologis yang jelas. Rasa sakit sering dideskripsikan sebagai rasa seperti terbakar, atau sensasi tajam, kasar, tertusuk. Bisa diklasifikasikan sebagai terlokalisir dan generalisata, tergantung distribusi rasa nyeri.

Vulvodynia dapat terjadi dengan atau tanpa pencetus, bahkan gabungan antara keduanya. Paling sering dipicu oleh hubungan seksual, tetapi dapat pula karena penyebab lain seperti penggunaan tampon, celana ketat, bersepeda. [13]

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dilakukan jika pada pemeriksaan fisik ditemukan kelainan, misalnya pemeriksaan kultur dan biopsi bila pada pemeriksaan fisik terdapat duh, jaringan abnormal atau lesi kulit. Pemeriksaan laboratorium, pencitraan serta laparoskopi biasanya perlu dipertimbangkan untuk mencari etiologi dispareunia.[7,8]

Pemeriksaan Kultur dan Biopsi

Saat dilakukan pemeriksaan spekulum, bila ditemukan vaginal duh atau tampak jaringan internal vagina dan serviks yang abnormal, maka perlu pemeriksaan kultur dan biopsi. Pemeriksaan kultur dan sensitivitas untuk menegakan diagnosis infeksi, sedangkan biopsi untuk mencari displasia selular abnormal yang bisa menyebabkan dispareunia atau vulvodynia.[8]

Selain itu pada lesi kulit, juga dapat dipertimbangkan untuk dilakukan biopsi kulit untuk mendiagnosis dermatosis.[21]

Pemeriksaan Laboratorium

Beberapa pemeriksaan laboratorium mungkin diperlukan untuk mencari etiologi yang menyebabkan dispareunia. Beberapa pemeriksaan laboratorium yang biasa dikerjakan di antaranya:

  • Kadar Glukosa Darah
  • Profil Lipid / kadar kolesterol darah
  • Profil hormon, biasanya pasien akan memiliki gejala lain misalnya penurunan gairah seksual
  • Beberapa pemeriksaan khusus lainnya: kadar serum ferritin (pruritus dan soreness yang disebabkan oleh defisiensi besi), fungsi tiroid (kecurigaan gangguan tiroid). [7,21,24]

Pemeriksaan Pencitraan

Pemeriksaan pencitraan juga dapat membantu dalam menentukan etiologi dari dispareunia. Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien-pasien ini yaitu:

  • Foto polos tulang belakang pada kecurigaan spina bifida
  • Ultrasonografi transvaginal untuk mencari lesi patologis di ovarium
  • Magnetic Resonance Imaging (MRI) panggul untuk konfirmasi kecurigaan lesi dalam panggul [7,21,24]

Laparoskopi

Tindakan laparoskopi dapat dilakukan untuk mengeksklusi atau untuk menangani adhesi yang disebabkan oleh endometriosis.[7,21]

Referensi

2. Lee NMW, Jakes AD, Lloyd J, Frodsham LCG. Dyspareunia. BMJ. 2018;1(3):k2341.
4. Hrometz S, Say SP. Sex Hormones and Related Compounds, Including Hormonal Contraceptives [Internet]. 1st ed. Vol. 39, Side Effects of Drugs Annual. Elsevier B.V.; 2017. 417–426 p. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/bs.seda.2017.06.028
6. MacNeill C. Dyspareunia. Obstet Gynecol Clin North Am. 2006 Dec;33(4):565–77. A
7. Orr N, Wahl K, Joannou A, Hartmann D, Valle L, Yong P, et al. Deep Dyspareunia: Review of Pathophysiology and Proposed Future Research Priorities. Sex Med Rev. 2019.
8. Sorensen J, Bautista KE, Lamvu G, Feranec J. Evaluation and Treatment of Female Sexual Pain: A Clinical Review. Cureus. 2018 Mar 27;10(3):e2379.
12. Reissing ED, Binik YM, Khalifé S, Cohen D, Amsel R. Etiological correlates of vaginismus: Sexual and physical abuse, sexual knowledge, sexual self-schema, and relationship adjustment. J Sex Marital Ther. 2003;29(1):47–59.
13. Corden C. Causes and management of dyspareunia. InnovAiT Educ Inspir Gen Pract. 2013;6(2):66–75.
18. Van Lankveld JJDM, Granot M, Weijmar Schultz WCM, Binik YM, Wesselmann U, Pukall CF, et al. Women’s sexual pain disorders. J Sex Med. 2010;7(1 PART 2):615–31.
19. American Psychiatric Association, Association AP. Cautionary Statement for Forensic Use of DSM-5. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 5th Edition. 2013. 991 p.
21. Haefner HK, Collins ME, Davis GD, Edwards L, Foster DC, Hartmann ED, et al. The vulvodynia guideline. J Low Genit Tract Dis. 2005;9(1):40–51.
24. Suckling J, Lethaby A, Kennedy R. Local oestrogen for vaginal atrophy in postmenopausal women. Cochrane Database Syst Rev. 2003;(11).

Epidemiologi Dispareunia
Penatalaksanaan Dispareunia
Diskusi Terkait
dr. Natalia Christine Go
10 Maret 2022
Hubungan dispareunia dan tubektomi apakah ada hubungannya - Obgyn Ask the Expert
Oleh: dr. Natalia Christine Go
1 Balasan
Alo dr. Utomo Budidarmo, Sp.OG, M.Kes. Izin konsul dok, ada pasien yang mengeluhkan dispareunia 2 minggu setelah operasi tubektomi. Apakah memang berhubungan...
dr.Siti Chasanah Syariatin
19 Mei 2021
Dispareunia apakah selalu disebabkan oleh vaginismus - Andrologi Ask The Expert
Oleh: dr.Siti Chasanah Syariatin
3 Balasan
Selamat siang Prof. Wimpie.. Apakah dispareunia selalu vaginismus? Sebenarnya pemeriksaan apa yang perlu dilakukan untuk kasus tersebut? Terimakasih
dr. Ayudhea Tannika
25 September 2019
Tenaga kesehatan yang tepat untuk menangani kasus vaginismus
Oleh: dr. Ayudhea Tannika
17 Balasan
Alo dokter, Izin bertanya, ada user yang menyampaikan bahwa beliau tidak dapat melakukan penetrasi saat berhubungan intim dengan pasangan, karena otot-otot...

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya, Gratis!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2021 Alomedika.com All Rights Reserved.