Peran Terapi Fisik dalam Penanganan Dispareunia

Oleh :
dr.Kezia Eirene Simanjuntak

Terapi fisik telah dilaporkan bermanfaat dalam penanganan dispareunia untuk menurunkan nyeri selama melakukan hubungan seksual dan meningkatkan fungsi seksual. Dispareunia masuk dalam kelompok genital-pelvic pain disorder/penetration. Secara umum, dispareunia didefinisikan sebagai nyeri yang dirasakan saat maupun setelah berhubungan seksual. Kondisi ini menjadi perhatian karena berdampak secara langsung terhadap kualitas hidup perempuan.

Secara global, diperkirakan sebanyak 3-18% perempuan mengalami dispareunia. Di Inggris, sebuah studi yang melibatkan 8869 perempuan dalam rentang usia 16-74 tahun melaporkan 7,5% subjek mengeluhkan nyeri saat berhubungan seksual. Sekitar 4,6% mengalami nyeri selama ≥ 6 bulan, dan setengah dari populasi tersebut mengaku mengalami stress karena kondisi yang dialami.[1-3]

Peran Terapi Fisik dalam Penanganan Dispareunia-min

Prinsip Penanganan Dispareunia

Dispareunia dapat disebabkan oleh banyak hal, meliputi chronic pelvic pain, post-partum, dan vaginismus. Dispareunia juga bisa dipicu oleh gangguan dalam sistem neuromuskular yang melibatkan otot-otot dasar panggul. Penyakit organ genital yang dapat menyebabkan keluhan dispareunia antara lain endometriosis, kista ovarium, mioma uteri, keganasan, dan penyakit radang panggul.

Hingga saat ini, terdapat beberapa metode tata laksana dispareunia. Secara garis besar, pemilihan tata laksana dilakukan spesifik sesuai dengan etiologi dispareunia. Pemilihan terapi dimulai dengan pendekatan konservatif yang tidak invasif. Beberapa di antaranya meliputi terapi hormonal, terapi farmakologis, dan terapi fisik. Peran terapi fisik dalam pemulihan dispareunia masih menjadi kontroversi dan hingga saat ini belum terdapat pedoman pasti terkait pilihan terapi fisik yang tepat bagi pasien dispareunia.[1-5]

Bukti Ilmiah Peran Terapi Fisik pada Penatalaksanaan Dispareunia

Belum tersedia uji klinis acak terkontrol yang ekstensif untuk memastikan efikasi terapi fisik dalam penanganan dispareunia. Meski demikian, beberapa studi yang tersedia menunjukkan hasil yang menjanjikan.[1,4,5]

Pelvic Floor Muscle Training

Dalam sebuah uji klinis (2019), dilakukan penelitian terhadap 42 perempuan dalam masa perimenopause dan post menopause. Seluruh subjek penelitian dibagi ke dalam 2 kelompok, yaitu kelompok pelvic floor muscle training (PFMT) yang menerima terapi fisik dengan fokus utama otot-otot dasar panggul, dan kelompok lower back (LB) yang mengikuti terapi fisik terhadap otot-otot lower back. Masing-masing kelompok mengikuti 5 kali sesi latihan dan menerima 2 kali evaluasi terhadap skala nyeri, fungsi seksual, fungsi otot panggul, dan kualitas hidup.

Skala nyeri sebelum dan sesudah pelatihan dinilai dengan visual analog scale (VAS), fungsi seksual dinilai dengan female sexual function index (FSFI), fungsi otot panggul dinilai berdasarkan new PERFECT score, dan kualitas hidup dengan Cervantes scale. Berdasarkan hasil evaluasi setelah seluruh rangkaian pelatihan selesai, kelompok PFMT menunjukkan hasil yang secara signifikan lebih memuaskan.[1]

Thiele Massage

Tinjauan sistematik lain (2019) mengevaluasi 3 studi observasional dan 1 uji klinis. Tinjauan ini menemukan bahwa terapi fisik menghasilkan perkembangan yang signifikan pada beberapa indikator evaluasi. Indikator tersebut meliputi skor FSFI setelah terapi, skor VAS, McGill pain index, dan Mankowski pain scale. Salah satu terapi fisik yang digunakan dalam penelitian yang dianalisis adalah Thiele massage. Terapi ini berfokus pada masase titik origin dan insersi otot-otot vagina. Kelebihan teknik ini adalah mudah dipelajari dan dapat diterapkan sendiri oleh pasien di rumah.[4]

Masase Trigger Points dan TENS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation)

Penelitian lain mengevaluasi manfaat terapi fisik pada 84 perempuan dengan dispareunia yang dibagi ke dalam 2 kelompok, yakni kelompok kontrol dan eksperimental. Kelompok kontrol tidak menerima terapi apapun, sedangkan kelompok eksperimental menerima 10 sesi terapi selama 3 bulan. Terapi ini berlangsung selama masing-masing 35-45 menit, berisikan masase pada trigger points otot-otot dasar panggul dan juga terapi menggunakan TENS frekuensi tinggi.

Setelah mengikuti terapi, pasien akan dievaluasi sebanyak 2 kali, yaitu setelah menjalani 10 sesi terapi dan 3 bulan setelahnya. Berdasarkan penelitian ini, terapi fisik yang diberikan menurunkan VAS secara signifikan pada perempuan di kelompok eksperimental. Selain itu, kekuatan dan ketahanan (endurance) dari otot-otot dasar panggul juga mengalami perkembangan yang positif.[5]

Kesimpulan

Bukti terbatas yang tersedia menunjukkan bahwa terapi fisik efektif dalam menurunkan nyeri dan meningkatkan kualitas hidup terkait fungsi seksual pada pasien dengan dispareunia. Meski demikian, studi-studi tersebut masih menggunakan protokol terapi fisik yang berbeda-beda. Belum ada cukup bukti untuk memandu peresepan terapi fisik untuk dispareunia. Sejauh ini, terapi fisik yang dianggap bermanfaat adalah pelvic floor muscle training (PFMT), Thiele massage, serta masase trigger points dan Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS).

Referensi