Patofisiologi Dispareunia
Patofisiologi dispareunia dapat dibedakan antara dispareunia dalam dan dispareunia superfisial. Keluhan nyeri panggul dalam yang terlokalisir saat bersenggama disebut dispareunia dalam, dapat disebabkan kelainan di vagina bagian atas dan uterus, misalnya mioma uteri, endometriosis atau proses peradangan. Untuk patofisiologi dispareunia superfisial masih belum jelas dan sering tumpang tindih dengan keluhan vaginismus. Studi baru menemukan faktor psikologi tidak berperan pada pasien dispareunia dengan VVS (vulvar vestibular syndrome), tetapi terjadi perubahan morfologis, neurokimia, dan fungsional mukosa di area vestibular vulva.[6,9-12]
Patofisiologi Dispareunia Dalam
Dispareunia dalam adalah nyeri panggul kronis nonsiklik dengan presentasi yang terlokalisir, dapat muncul bila ada kelainan di vagina bagian atas dan uterus. Misalnya mioma besar di fundus uteri seringkali menimbulkan nyeri panggul dengan karakteristik seperti ditekan, namun mioma bertangkai yang berlokasi di segmen bawah posterior uteri dan mengalami degenerasi merah dapat menimbulkan dispareunia dalam yang parah. Contoh lain yaitu pada endometriosis yang berlokasi di ligamen uterosakral akan menimbulkan dispareunia dalam yang parah. Dispareunia dalam juga dapat muncul sebagai akibat dari proses peradangan apapun yang terjadi di vagina bagian atas dan uterus. [6,9]
Patofisiologi Dispareunia Superfisial
Patofisiologi dari dispareunia superfisial masih belum jelas dan seringkali tumpang tindih dengan patofisiologi vaginismus. Sebagian besar pasien yang mengeluhkan dispareunia superfisial mendeskripsikan rasa nyeri yang dirasakan pada saat pembukaan vagina, yaitu pdi daerah vestibulum vulva. [6,10-12]
Sindrom vestibular vulva (vulvar vestibular syndrome / VVS) dianggap sebagai bentuk dispareunia superfisial yang paling sering ditemui. Pandangan lama menganggap bahwa mukosa vestibula pada sindroma ini sebenarnya normal dan tidak terdapat gangguan organik, sehingga rasa nyeri yang dialami bersifat psikogenik. Namun dengan berkembangnya pengetahuan, diketahui bahwa terjadi perubahan morfologis, neurokimia, dan fungsional pada mukosa pasien-pasien yang mengalami VVS. Telah dilaporkan terjadi peningkatan ujung saraf bebas intraepitel yang bersifat imunoreaktivitas terhadap calcitonin gene-related peptide (CGRP), sehingga meningkatkan sensasi dispareunia. [6,10-12]
Peran Faktor-Faktor Psikologis
Untuk mengerti peran faktor-faktor psikologis pada keluhan nyeri bersenggama, maka harus dibedakan antara dispareunia dengan gejala VVS, dispareunia tanpa gejala VVS, serta vaginismus. [6,10-12]
Dispareunia Dengan Gejala VVS
Dispareunia dengan gejala VVS tadinya dianggap sebagai gangguan psikogenik, namun ternyata bukti-bukti baru tidak mendukung anggapan ini. Terdapat banyak studi yang menunjukkan pada pasien dengan VVS ada peningkatan prevalensi gejala ansietas dan depresi, namun sebagai akibat dari VVS, bukan merupakan penyebabnya. Pasien dengan VVS juga menunjukkan respons gairah seksual yang baik terhadap stimulus visual yang diberikan. [6,10-12]
Dispareunia Tanpa Gejala VVS
Pada kelompok yang mengalami dispareunia tanpa gejala VVS, ditemukan adanya peningkatan gangguan ansietas dan depresi yang relevan. Muncul gejala psikotik, sikap permusuhan, cenderung lebih erotofobik, menghindar dari aktivitas seksual, dan lebih sulit mengalami gairah seksual. [6,10-12]
Perbedaan penemuan tersebut diatas menunjukkan bahwa pasien-pasien yang mengalami dispareunia tanpa VVS membutuhkan evaluasi psikiatri lebih menyeluruh, sedangkan pasien dengan VVS cukup membutuhkan dukungan yang lebih kuat. [6,10-12]
Vaginismus
Pada pasien vaginismus lebih sulit untuk dikenali karakter psikologisnya karena sulit membedakan pasien ini dengan dispareunia. Keluhan spasme vagina atau nyeri vagina tidak membedakan vaginismus, dispareunia dengan VVS, dan dispareunia tanpa VVS secara objektif. Tetapi saat dikelompokkan secara subjektif, ditemukan bahwa pasien vaginismus memiliki otot pelvis dan vagina dengan tonus yang lebih tinggi dan kekuatan yang lebih rendah. Di pasien vaginismus juga menunjukkan frekuensi yang lebih tinggi akan gangguan perilaku defensif atau perilaku menghindar saat dilakukan pemeriksaan panggul. Pasien-pasien ini juga menunjukkan stres afektif yang lebih jelas saat mengingat-ingat percobaan hubungan seksual sebelumnya. [6,10-12]