Indikasi dan Dosis Chlordiazepoxide
Indikasi chlordiazepoxide adalah untuk penanganan penyalahgunaan alkohol, penanganan kecemasan, serta sebagai ansiolitik preoperatif. Dosis berbeda-beda tergantung indikasi klinis, yakni dapat dimulai dari 5-50 mg. Keamanan dan efikasi chlordiazepoxide pada anak usia di bawah 6 tahun masih belum diketahui.[9,12,13]
Sindrom Putus Alkohol (Alcohol Withdrawal)
Chlordiazepoxide digunakan untuk meredakan agitasi, tremor, serta mencegah atau mengurangi gejala delirium tremens dan halusinasi selama fase akut sindrom putus alkohol.
Dosis awal secara oral adalah 50–100 mg, dapat diulang hingga kontrol gejala tercapai. Dosis maksimum yang direkomendasikan oleh produsen adalah 300 mg/hari, meskipun dalam praktik klinis, dosis hingga 600–800 mg/hari telah digunakan secara aman untuk kasus berat. Setelah kondisi terkendali, dosis harus diturunkan secara bertahap untuk mencegah gejala putus zat.[9]
Gangguan Kecemasan dan Depresi
Untuk pengelolaan kecemasan ringan hingga sedang, dosis oral yang dianjurkan adalah 5–10 mg, 3–4 kali sehari. Pada kecemasan berat, dosis dapat ditingkatkan menjadi 20–25 mg, 3–4 kali sehari.
Pada pasien dengan depresi sedang hingga berat disertai kecemasan, chlordiazepoxide digunakan dalam kombinasi tetap dengan amitriptyline. Dosis awal adalah chlordiazepoxide 30–40 mg/hari dengan amitriptyline 75–100 mg/hari, diberikan dalam dosis terbagi. Jika diperlukan, dosis dapat ditingkatkan hingga chlordiazepoxide 60 mg/hari, dengan amitriptyline 150 mg. Namun, dosis rendah, seperti chlordiazepoxide 20 mg/hari, seringkali sudah efektif dan lebih ditoleransi.[9]
Dosis Anak
Pada anak di atas 6 tahun, dosis yang digunakan untuk mengatasi gangguan kecemasan umumnya adalah 5 mg, 2-4 kali/hari. Dosis inisial tidak boleh melebihi 10 mg/hari, tetapi dosis bisa ditingkatkan bertahap menjadi 10 mg 2-3 kali/hari jika diperlukan. Sebagai alternatif, beberapa klinisi merekomendasikan dosis 0,5 mg/kg/hari atau 15 mg/m²/hari dalam 3–4 dosis terbagi.[9]
Ansiolitik Preoperatif
Untuk ansiolitik preoperatif, chlordiazepoxide dapat diberikan secara oral 5–10 mg, 3–4 kali sehari selama beberapa hari menjelang operasi untuk menurunkan kecemasan preoperatif.[9]
Dispepsia Fungsional, Irritable Bowel Syndrome, dan Ulkus Peptikum
Chlordiazepoxide dalam kombinasi tetap dengan clidinium bromide telah digunakan sebagai terapi tambahan pada irritable bowel syndrome, enterokolitis akut, dan ulkus peptikum.
Dosis yang biasa digunakan adalah 5 atau 10 mg chlordiazepoxide dengan clidinium 2,5 atau 5 mg, diberikan 3–4 kali/hari, diberikan sebelum makan dan menjelang tidur. Penggunaan harus hati-hati terutama pada pasien dengan diare atau kolitis ulseratif karena efek antimuskarinik clidinium.[9]
Penyesuaian Dosis Pada Pasien Geriatri, Gangguan Ginjal dan Hati
Pasien lanjut usia memiliki metabolisme hepatik dan fungsi ginjal yang menurun, yang dapat meningkatkan kadar obat dalam darah dan memperpanjang waktu paruh chlordiazepoxide. Risiko sedasi berlebihan, delirium, dan jatuh akan meningkat secara signifikan pada populasi pasien ini. Oleh karena itu, dosis awal yang dianjurkan adalah 5 mg 2-4 kali sehari, dan harus dititrasi perlahan berdasarkan respons.
Chlordiazepoxide mengalami metabolisme hati secara ekstensif, dan pada pasien dengan gangguan hati, waktu paruhnya meningkat secara signifikan. Pasien dengan sirosis hati berisiko mengalami ensefalopati hepatik jika diberikan benzodiazepin. Oleh karena itu, penggunaan harus dihindari atau dibatasi pada dosis awal rendah, misalnya 5 mg/hari, dan dipantau ketat.
Meskipun chlordiazepoxide terutama dimetabolisme di hati, metabolit aktifnya diekskresikan melalui ginjal. Akumulasi metabolit pada pasien dengan gangguan ginjal dapat memperpanjang efek sedatif. FDA menyarankan kehati-hatian dalam pemberian, dan meskipun tidak ada penyesuaian dosis spesifik yang direkomendasikan, pemantauan ketat terhadap efek samping sangat dianjurkan.[9,14,16]