Kontraindikasi dan Peringatan Clarithromycin
Kontraindikasi dan peringatan pada penggunaan clarithromycin sangat banyak dan berhubungan dengan probabilitas interaksi antar obat, penyakit, dan pembentukan mikroba kebal antibiotik.
Kontraindikasi
Kontraindikasi penggunaan clarithromycin sangat luas dan berkaitan erat dengan potensi interaksi antar obat, penyakit dengan obat, dan bentuk sediaan yang terdiri atas lebih dari satu macam komposisi obat.
Riwayat hipersensitivitas terhadap makrolida dan eksipiennya merupakan kontraindikasi mutlak bagi penggunaan clarithromycin. Hal ini juga berlaku bagi pasien yang mendapat clarithromycin yang dikemas bersama amoxicillin dan inhibitor pompa proton (PPI) dan pernah mengalami hipersensitivitas yang mungkin sulit dibedakan komponen obat yang mana yang menyebabkan reaksi hipersensitivitas [21].
Clarithromycin juga tidak boleh digunakan pada pasien yang berisiko tinggi mengalami pemanjangan interval QT. Ini mencakup pasien yang mendapat obat lain yang bila digunakan bersama dapat memperburuk pemanjangan interval QT (astemizole, cisapride, domperidone, pimozide, terfenadine), memiliki riwayat pemanjangan interval QT atau aritmia ventrikuler bawaan/didapat, serta pasien hipokalemik [20,24].
Clarithromycin juga tidak boleh digunakan bersamaan dengan obat-obatan yang mengalami metabolisme oleh CYP3A4. Penggunaan clarithromycin bersama obat-obatan tersebut meningkatkan risiko pemanjangan efek farmakologi dan risiko toksisitas terkait obat yang menjadi substrat CYP3A4 [20].
Untuk menghindari risiko toksisitas ergot, clarithromycin juga tidak boleh digunakan pada pasien yang mendapat terapi alkaloid ergot (ergotamin atau dihidroergotamin) [20].
Peringatan
Beberapa peringatan pada penggunaan clarithromycin yang perlu diperhatikan mencakup kewaspadaan pada wanita hamil, penggunaan jangka panjang, dan pembentukan organisme kebal obat. Pada wanita hamil, penggunaan clarithromycin tidak boleh dilakukan secara rutin kecuali telah dilakukan penilaian klinis menyeluruh mengenai tingkat manfaat clarithromycin melebihi risiko yang mungkin dialami pasien dan janin yang dikandung dan tidak ada alternatif obat lain yang lebih aman bagi pasien. Hal ini terutama penting diperhatikan pada kehamilan trimester pertama. Selain itu, penggunaan jangka panjang dapat meningkatkan risiko kolonisasi bakteri dan jamur yang kebal antibiotik. Apabila terdapat manifestasi superinfeksi setelah pasien mengonsumsi clarithromycin, evaluasi klinis secara rinci perlu dilakukan dengan sasaran agar terapi antimikroba lebih spesifik dan komplikasi superinfeksi dapat ditekan [20,24].