Golongan Obat Baru dalam Penatalaksanaan Hipertensi

Oleh :
dr.Eduward Thendiono, SpPD,FINASIM

Beberapa obat yang baru ditemukan dan berpotensi untuk digunakan dalam tata laksana hipertensi antara lain dual angiotensin receptor-neprilysin inhibitor,  soluble guanylate cyclase stimulatornonsteroidal dihydropyridine-based mineralocorticoid receptor antagonistcentrally acting aminopeptidase A inhibitorendothelin receptor antagonist, dan sodium-glucose cotransporter 2 inhibitor.[1]

Hipertensi mempengaruhi sepertiga dari populasi orang dewasa dan sudah diketahui berperan sebagai faktor risiko berbagai penyakit lain seperti infark miokardgagal jantung, dan stroke.[2,3] Terlepas dari ketersediaan golongan obat antihipertensi yang sudah ada, kasus hipertensi masih sulit terkontrol di seluruh dunia, bahkan prevalensinya semakin meningkat.[4] Oleh karena itu pengembangan obat-obat antihipertensi baru terus dilakukan untuk mengatasi masalah ini.

shutterstock_1341644006-min

Dual Angiotensin Receptor-Neprilysin Inhibitor

Neprilysin (NEP) merupakan membrane-bound zinc endopeptidase yang ditemukan pada sejumlah organ yang berfungsi untuk menghidrolisis atrial natriuretic peptide, brain natriuretic peptide (BNP), C-type natriuretic peptide, dan urodilatin.

Neprilyisin inhibitor (NEPi) meningkatkan kadar natriuretic peptide endogen dan mencegah degradasi vasoaktif peptida lainnya termasuk adrenomedulin, bradikinin, calcitonin gene-related peptide, substansi P, angiotensin II, dan endotelin-1. Dampak dari NEPi adalah vasodilatasi, peningkatan diuresis, natriuresis serta menurunkan tonus simpatis dan aldosteron jangka pendek. Selain itu, NEPi menginduksi antiinflamasi, antifibrosis, dan efek antihipertrofi pada miosit jantung untuk jangka panjang. Untuk memaksimalkan efek tersebut, NEPi perlu dikombinasi dengan renin-angiotensin system (RAS) blocker.[1,5-7]

Obat baru golongan ini adalah valsartan-sacubitril. Pada sebuah meta analisis yang mencakup 3816 pasien hipertensi dari 12 uji klinis acak terkontrol, kombinasi valsartan-sacubitril terbukti lebih efektif mengontrol ambulatory blood pressure jika dibandingkan dengan terapi tunggal valsartan atau olmersartan.[7]

Selain itu, valsartan-sacubitril terbukti lebih efektif daripada enalapril dalam mengurangi morbiditas dan mortalitas pada hipertensi dengan heart failure with reduced ejection fraction (HFrEF).[8] Kombinasi obat ini juga dilaporkan bermanfaat pada penanganan  heart failure with preserved ejection fraction (HFpEF).[9]

Soluble Guanylate Cyclase Stimulator

Sasaran mekanisme kerja soluble guanylate cyclase (sGC) stimulator adalah  jalur Nitrite Oxide(NO)-sGC-cyclic guanosine monophosphate (cGMP). Vericiguat, salah satu jenis obat golongan ini, secara langsung menstimulasi soluble guanylate cyclase untuk membentuk cGMP. [10] Efek dari cGMP adalah vasodilatasi melalui aktivasi vasodilator-specific protein dan meregulasi myosin light-chain phosphatase yang menurunkan sensitivitas filamen kontraktil pada sel otot polos. Aktivasi jalur NO/sGC/cGMP turut memberi efek antifibrosis, antiinflamasi, angiogenik, dan antiproliferatif.[1,10]

Data klinis awal untuk vericiguat menunjukkan bahwa vericiguat tidak memberi efek signifikan untuk menurunkan tekanan darah pada pasien gagal jantung kronis jika dibandingkan dengan plasebo. Akan tetapi, limitasi percobaan ini adalah metode penelitian yang tidak spesifik dalam mengukur efikasi penurunan tekanan darah, dan baseline tekanan darah pada subyek penelitian banyak yang di bawah 130/80.[11]

Saat ini, masih berlangsung sejumlah penelitian lanjutan yang menguji efikasi vericiguat pada pasien gagal jantung HfrEF dan HFpEF, yakni VICTORIA trial dan VITALITY-HfpEF trial.[1]

Nonsteroidal Dihydropyridine-Based Mineralocorticoid Receptor Antagonist

Risiko hiperkalemia dan perburukan fungsi ginjal membatasi penggunaan steroid dihydropyridine-based mineralocorticoid receptor antagonist (MRA) seperti spironolactone dan eplerenone. Oleh karenanya, dikembangkanlah golongan nonsteroidal dihydropyridine-based MRA. Obat baru yang termasuk kategori ini adalah finerenone,  esaxerenone, dan apararenone.[1]

Pada studi eksperimental, finerenone memberikan efek proteksi jantung dan ginjal yang lebih baik dari steroid-based MRA, sekaligus mampu memperbaiki disfungsi diastolik, dan hipertrofi jantung.[1] Pada pasien HFrEF, finerenone terbukti sama efektifnya dengan spironolactone dalam mengurangi BNP dan NT-proBNP, demikian pula dengan penurunan tekanan darah sistolik.[12] Selain itu, finerenone juga ditemukan berpotensi mengurangi rasio albumin-kreatinin.[13]

Saat ini masih berlangsung penelitian FIDELIO-DKD yang menyelidiki efek finerenone terhadap perbaikan rasio albumin-kreatinin pada pasien nefropati diabetes. Sementara itu, saat ini esaxerenone dan apararenone sedang dikembangkan di Jepang untuk penatalaksanaan hipertensi dan nefropati diabetes. Hasil penelitian fase III menemukan bahwa esaxerenone mampu mengurangi ambulatory blood pressure dengan dose dependent manner.  Sedangkan, masih belum tersedia data klinis terkait apararenone.[1]

Centrally Acting Aminopeptidase A Inhibitor

Data studi eksperimental menunjukkan bukti keberadaan sistem renin-angiotensin-aldosteron di otak yang mengontrol fungsi kardiovaskular dan homeostasis cairan tubuh. Angiotensin III merupakan peptida efektor utama yang mengontrol sistem tersebut di otak. Aminopeptidase A (APA) membentuk angiotensin III dari angiotensin II di jaringan otak.[1,14]

Obat inhibitor selektif aminopeptidase A (firibastat) akan menginhibisi aktivitas APA yang selanjutnya memblok pembentukan angiotensin III di otak. Menurut data percobaan hewan, dampak inhibisi APA di otak akan menurunkan tekanan darah melalui beberapa mekanisme, yakni menurunkan tonus simpatis dan resistensi vaskular, menurunkan pelepasan arginine-vasopresin pada pituitari posterior dan memperbaiki fungsi barorefleks.[15]

Pada percobaan fase II label terbuka, pemberian firibastat selama 8 minggu terbukti mampu menurunkan tekanan darah.[16] Saat ini masih berlangsung penelitian lanjutan untuk mengukur efikasi maupun efek samping firibastat.[1]

Endothelin Receptor Antagonist (ERA)

Sistem endotelin terdiri dari 3 peptida yakni endotelin (ET) 1, ET-2 dan ET-3. ET-1 berkontribusi dalam vasokonstriksi, hipertrofi vaskular dan jantung, serta inflamasi. Endothelin receptor antagonist (ERA) dapat memperbaiki fungsi kardiovaskular maupun menurunkan tekanan darah dengan memblok kerja ET.

Obat golongan ERA sering digunakan untuk penatalaksanaan hipertensi pulmonal.  Namun, belum lama ini obat golongan ERA sedang diselidiki untuk penanganan hipertensi resisten.[17,18]

Pada sebuah meta analisis yang mencakup 4.894 pasien hipertensi, obat golongan ERA terbukti dapat menurunkan tekanan darah sistolik maupun diastolik. Namun, efikasi tersebut disertai oleh efek samping signifikan yakni kerusakan hepar (bosentan), edema perifer (bosentan dan ambrisentan), dan anemia (bosentan dan macitentan).[19]

Saat ini masih berlangsung penelitian fase II yang menguji dampak aprocitentan pada hipertensi resisten. Selain efeknya pada hipertensi, penelitian lainnya menemukan bahwa atrasentan mampu memperbaiki rasio albumin-kreatinin pada pasien nefropati diabetes. Namun, masih dibutuhkan penelitian lanjutan untuk menguji konsistensi efikasi obat golongan ERA pada kasus hipertensi resisten maupun gagal ginjal.[1]

Sodium-Glucose Cotransporter 2 Inhibitor

Sodium-glucose cotransporter 2 inhibitor (SGLT2 inhibitor) pada mulanya dikembangkan untuk penatalaksanaan diabetes melitus tipe 2. Hal ini karena golongan obat ini diduga mampu meningkatkan eliminasi glukosa melalui urin. Namun, data ilmiah yang ada menunjukkan bahwa SGLT2 inhibitor ternyata berdampak positif untuk perbaikan luaran kardiovaskular, berat badan, dan tekanan darah.

Mekanisme antihipertensi SGLT2 inhibitor meliputi efek diuretik (osmotik diuresis dan natriuresis), penurunan berat badan, dan efek langsung vaskular dengan mengurangi kekakuan dan resistansi vaskular.[1]

Suatu meta analisis menunjukkan bahwa SGLT2 inhibitor mampu menurunkan ambulatory blood pressure 24 jam (sistolik/diastolik) sebesar 3,62/1,70 mmHg. Efikasi ini setara dengan dosis rendah hydrochlorothiazide.[20]

Pada penelitian lainnya, ditemukan bahwa efikasi antihipertensi dapaglifozin bertambah jika dikombinasikan dengan calcium channel blocker atau penghambat beta. Laporan penelitian di Jepang menemukan bahwa pemberian 12 minggu empaglifozin mampu menurunkan tekanan darah sistolik 24 jam pada subjek nonobesitas diabetes mellitus tipe2 dengan hipertensi. Penggunaan empaglifozin dalam waktu empat minggu juga ditemukan mampu menurunkan kadar NT-proBNP jika dibandingkan dengan plasebo.[1]

Kesimpulan

Penemuan sejumlah obat baru untuk penatalaksanaan hipertensi menambah armamentarium dalam upaya pengontrolan hipertensi, terutama untuk kasus hipertensi resisten. Golongan obat baru ini juga berpotensi positif dalam menurunkan risiko kardiovaskular dan nefropati diabetes.

Beberapa golongan obat antihipertensi baru yang saat ini sedang dalam penelitian adalah :

  • Dual angiotensin receptor-neprilysin inhibitor: sacubitril yang dikombinasikan dengan valsartan

  • Guanylate cyclase (sGC) stimulator: vericiguat

  • Nonsteroidal dihydropyridine-based mineralocorticoid receptor antagonist: finerenone, esaxerenone, dan apararenone

  • Centrally acting aminopeptidase a inhibitor: firibastat

  • Endothelin receptor antagonist (ERA): bosentan, ambrisentan, dan macitentan

  • Sodium-glucose cotransporter 2 inhibitor (SGLT2 inhibitor): dapaglifozin dan empaglifozin

Referensi