Hubungan Agen Antikolinergik dengan Peningkatan Risiko Demensia

Oleh :
dr. Anyeliria Sutanto, Sp.S

Agen antikolinergik ditemukan berhubungan dengan peningkatan risiko dementia, terutama dementia Alzheimer. Agen antikolinergik, seperti chlorpheniramine dan amitriptyline, adalah substansi yang memblokade neurotransmitter asetilkolin di sistem saraf pusat dan perifer. Secara umum, agen antikolinergik bekerja dengan berikatan pada reseptor muskarinik dan menghambat neurotransmisi dari asetilkolin.[1]

Agen antikolinergik banyak digunakan dalam berbagai kondisi medis, seperti gangguan psikotik, depresi, insomnia, parkinsonisme sekunder, spasme otot, inkontinensia urine, nyeri neuropatik, serta reaksi alergi seperti urtikaria dan hay fever. Contoh obat golongan antikolinergik adalah trihexyphenidyl, oxybutynin, dan tolterodine. Agen antikolinergik telah dikaitkan dengan berbagai efek samping, termasuk disfungsi kognitif dan percepatan proses neurodegeneratif.[1,2]

Hubungan Agen Antikolinergik dengan Peningkatan Risiko Demensia-min

Mekanisme Agen Antikolinergik Menimbulkan Dementia

Dementia merupakan kondisi hilangnya fungsi kognitif pada beberapa domain fungsi kognitif yang cukup berat, hingga dapat menyebabkan gangguan pada fungsi sosial dan pekerjaan. Mekanisme pasti agen antikolinergik menyebabkan dementia masih belum diketahui, namun diduga berkaitan dengan gangguan pada reseptor muskarinik.[3]

Agen Antikolinergik, Reseptor Muskarinik, dan Dementia

Reseptor muskarinik, tempat berikatannya antikolinergik, memiliki 5 subtipe utama yaitu M1 hingga M5. Secara spesifik, reseptor M1, M2, dan M4 yang paling sering dikaitkan dengan efek samping dari antikolinergik. Reseptor M1 merupakan reseptor yang paling umum terdapat pada sistem saraf pusat dan berperan dalam fungsi eksekutif dan memori episodik pada korteks prefrontal dan hipokampus. Reseptor M2 berperan dalam memproses memori dan M4 berperan dalam mengatur kadar asetilkolin. Efek antagonistik dari agen antikolinergik pada reseptor-reseptor ini dapat berakibat pada gangguan kognitif dan kematian dari sel neuron yang diduga meningkatkan risiko dementia.[1,4]

Penggunaan jangka panjang dari antikolinergik dapat memicu perubahan pada otak yang secara parsial dapat terlihat sama dengan perubahan yang terjadi pada otak pasien yang mengalami dementia oleh karena Alzheimer. Beberapa studi menemukan bahwa pasien yang menggunakan antikolinergik memiliki jumlah plak peptida beta-amiloid yang lebih banyak dibandingkan dengan pasien dengan terapi jangka pendek atau kontrol.[1,3]

Berbagai Jenis Agen Antikolinergik

Seperti telah disebutkan di atas, agen antikolinergik memiliki peran pada berbagai kondisi medis, termasuk pada penyakit neurologi, urologi, bahkan kardiovaskular dan psikiatri. Berikut merupakan beberapa jenis agen antikolinergik dan contohnya:

  • Antikolinergik antiparkinson: Benztropine dan trihexyphenidyl
  • Antikolinergik antihistamin: Antihistamin generasi pertama seperti chlorpheniramine, diphenhydramine

  • Antikolinergik urologi: Oxybutynin dan tolterodine
  • Antikolinergik respiratorik: Glycopyrrolate dan ipratropium

  • Antikolinergik gastrointestinal: Scopolamine, hydroxyzine, meclizine, promethazine
  • Antikolinergik kardiovaskular: Disopyramide
  • Antikolinergik psikotropik: Chlorpromazine, fluphenazine, loxapine, methotrimeprazine, serta tricyclic antidepressants (TCA) seperti amitriptyline

  • Antikolinergik analgesik: Codeine, hydrocodone, meperidine, tramadol.[6]

Bukti Ilmiah Peningkatan Risiko Dementia pada Penggunaan Agen Antikolinergik

Beberapa penelitian telah berusaha mencari hubungan antara pemberian obat antikolinergik dengan risiko terjadinya dementia. Sebuah meta analisis oleh Zheng dkk (2021) menemukan bahwa penggunaan obat antikolinergik berkaitan dengan peningkatan risiko dementia oleh Alzheimer (RR=1,18).Dalam studi ini dilakukan tinjauan terhadap 14 studi observasional dengan total sampel lebih dari 1,5 juta partisipan.

Di antara jenis obat antikolinergik spesifik, peningkatan signifikan risiko dementia dilaporkan pada penggunaan antikolinergik antiparkinson (RR = 1,39), antikolinergik urologi (RR = 1,27), dan antikolinergik antidepresan (RR = 1,19). Namun, penggunaan antikolinergik kardiovaskular (RR = 0,97) dan antikolinergik gastrointestinal (RR = 0,95) ditemukan berhubungan negatif dengan risiko dementia. Obat antikolinergik antipsikotik, analgesik, dan respiratorik tidak ditemukan berkaitan dengan dementia. Selain itu, meta analisis ini juga melaporkan bahwa semakin tinggi dosis antikolinergik harian dan kumulatif yang dikonsumsi, semakin tinggi risiko mengalami dementia.[5]

Sebuah studi kasus kontrol pada 58.769 pasien dementia dan 225.574 kontrol menemukan hasil serupa. Dalam studi ini, dilaporkan peningkatan odds ratio (OR) untuk dementia dari 1,06 pada kelompok pasien dengan dosis paparan terendah hingga OR 1,49 pada paparan tertinggi jika dibandingkan dengan kelompok kontrol.[4]

Kesimpulan

Berbagai studi observasional menunjukkan bahwa penggunaan obat antikolinergik berkaitan dengan peningkatan risiko dementia. Meski demikian, hubungan kausal yang pasti masih belum diketahui. Mekanisme pasti yang mengaitkan penggunaan antikolinergik dengan dementia juga belum diketahui, namun diduga melibatkan gangguan pada reseptor muskarinik.

Meskipun studi lebih lanjut masih diperlukan untuk menentukan hubungan kausal, dokter tetap perlu berhati-hati saat meresepkan agen antikolinergik, terutama pada pasien yang berisiko dementia. Contoh dari populasi ini adalah pasien dengan penyakit Parkinson, depresi, serta pada pasien dengan gaya hidup sedenter.

 

 

 

 

Penulisan pertama oleh: dr. Rainey Ahmad Fajri Putranta

Referensi