Indikasi Pungsi Lumbal
Pungsi lumbal terutama digunakan untuk indikasi gawat darurat, misalnya untuk diagnosis meningitis dan perdarahan subaraknoid, serta untuk indikasi neurologis, misalnya untuk diagnosis Guillain-Barre syndrome.
Pungsi lumbal sebaiknya dilakukan sesuai indikasi berikut:
- Suspek meningitis (bakteri, virus, tuberkulosis, cryptococcus dan akibat zat kimia tertentu)
- Suspek stroke hemorrhagik akibat perdarahan subaraknoid
-
Suspek penyakit hematologi seperti leukemia
-
Suspek penyakit sistem saraf pusat tertentu (Multiple sclerosis, sarkoidosis, guillain-barre syndrome, gangguan mitokondria, leukoensefali dan meningitis karsinomatosa/sindrom paraneoplastik)
- Terapi peningkatan tekanan intrakranial idiopatik atau spontan (pseudotumor serebri)
- Memasukkan zat tertentu pada cairan serebrospinal (anestesi spinal, kemoterapi intratekal, antibiotik intratekal, baclofen intratekal dan zat kontras pada mielografi dan sisternografi)[1,2]
Pada instalasi gawat darurat, pungsi lumbal memiliki efikasi untuk menyingkirkan diagnosis beberapa penyakit serius seperti meningitis, perdarahan subaraknoid dan Guillain-Barre syndrome yang mempengaruhi status fungsional dan keadaan vital pasien. Sebelum dilakukan pungsi lumbal, perlu dilakukan penelusuran terhadap diagnosis banding melalui pemeriksaan penunjang lainnya untuk memperjelas indikasi dari pungsi lumbal. Hal ini sangat penting terutama pada pasien usia tua dimana efisiensi dari pungsi lumbal menurun pada kelompok ini.[3]
Sekalipun terdapat pemeriksaan pencitraan modern, pungsi lumbal masih merupakan modalitas diagnostik yang penting dan memberikan banyak informasi pada berbagai kelainan neurologis. Selain itu, pungsi lumbal juga dapat memberikan informasi mengenai tekanan cairan serebrospinal dan sering digunakan dalam penelitian untuk mengetahui patologi otak dan petanda biologisnya.[4]