Perhatian Khusus dalam Terapi Farmakologis pada Lansia

Oleh :
dr.Reni Widyastuti, Sp.FK

Terapi farmakologis pada pasien lansia perlu mendapat perhatian khusus karena adanya perubahan fisiologis yang berpengaruh terhadap farmakokinetik dan farmakodinamik obat. Perubahan pada sistem gastrointestinal terkait penuaan yang dapat memengaruhi absorpsi obat adalah penurunan produksi asam lambung, perubahan aliran darah di saluran cerna, dan melambatnya waktu pengosongan lambung.

Perubahan massa hepar dan aliran darah ke hepar dapat menyebabkan perubahan metabolisme beberapa obat sedangkan menurunnya fungsi ginjal pada lansia dapat mengurangi ekskresi beberapa obat.[1,2]

Perhatian Khusus dalam Terapi Farmakologis pada Lansia-min

Kriteria Beers untuk Mengurangi Ketidaktepatan Peresepan pada Lansia

Kriteria Beers dibuat oleh Mark H.Beers pada tahun 1991 untuk mengurangi ketidaktepatan peresepan pada pasien lansia. Tujuan penetapan kriteria ini adalah untuk memperbaiki pemilihan obat, memberikan edukasi kepada klinisi dan pasien, mengurangi efek samping obat, dan berperan sebagai suatu instrumen untuk mengevaluasi kualitas perawatan, biaya, dan pola penggunaan obat pada pasien lansia.

Pada tahun 2011, The American Geriatrics Society (AGS) mulai melakukan revisi dan update terhadap kriteria ini. AGS melakukan update tiap 3 tahun sekali mulai tahun 2012. Pada bulan Januari 2019, AGS mempublikasikan update terbaru dari kriteria Beers, dengan penilaian kembali mengenai tepat tidaknya penempatan obat-obatan pada kategori yang ada, yaitu obat yang berpotensi tidak tepat digunakan pada sebagian besar lansia, kelompok obat yang berpotensi tidak tepat digunakan pada lansia dengan kondisi tertentu, dan kelompok obat yang harus digunakan secara hati-hati pada lansia, dan interaksi obat yang penting secara klinis agar dihindari pada pasien geriatri.[3,4]

Obat yang Berpotensi Tidak Tepat Digunakan pada Sebagian Besar Lansia

Obat yang berpotensi tidak tepat digunakan untuk sebagian besar lansia diantaranya adalah obat golongan benzodiazepine, barbiturat, proton pump inhibitor, sulfonilurea, dan nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAID).

Golongan Benzodiazepine

Pasien geriatri mengalami peningkatan sensitivitas terhadap benzodiazepine dan penurunan metabolisme terhadap benzodiazepine kerja panjang. Benzodiazepine secara umum dapat meningkatkan risiko gangguan kognitif, delirium, jatuh, fraktur, dan kecelakaan kendaraan bermotor pada lansia.[3,5]

AGS merekomendasikan agar penggunaan obat golongan benzodiazepine dihindari pada lansia, baik benzodiazepine kerja pendek dan menengah (alprazolam, temazepam, estazolam, lorazepam, oxazepam, triazolam) maupun benzodiazepine kerja panjang (chlordiazepoxide, clonazepam, clorazepate, diazepam, flurazepam, dan quazepam).

Obat Golongan Barbiturat

Obat golongan barbiturat, seperti amobarbital dan phenobarbital juga sebaiknya dihindari pada pasien lansia. Kemampuan untuk mengekskresi dan mengeliminasi barbiturat berkurang, sehingga berisiko menyebabkan overdosis pada penggunaan dosis yang lebih rendah. Obat golongan barbiturat juga berpotensi menyebabkan ketergantungan pada lansia.[3,4]

Analgesik

Kebanyakan NSAID, misalnya ibuprofen, asam mefenamat, meloxicam, dan piroxicam dapat meningkatkan risiko perdarahan gastrointestinal pada lansia. Risiko serupa juga terlihat pada penggunaan aspirin dengan dosis >325 mg per hari. Angka kejadian perdarahan gastrointestinal terlihat semakin meningkat pada durasi terapi yang semakin panjang.

Penggunaan NSAID jangka panjang harus dihindari, kecuali obat alternatif lain tidak efektif atau pasien mendapatkan agen gastroprotektif, seperti proton pump inhibitor (omeprazole) atau misoprostol.

Di samping itu, NSAID juga memengaruhi sistem saraf pusat, dengan  efek paling merugikan dimiliki oleh indomethacin.[3,6]

Hampir semua relaksan otot, termasuk chlorzoxazone ditoleransi dengan buruk oleh lansia karena efek samping antikolinergik, sedasi, serta peningkatan risiko fraktur. Efektivitas dosis relaksan otot yang dapat ditoleransi oleh lansia juga masih dipertanyakan.[3,6]

Proton Pump Inhibitor

The American Geriatrics Society (AGS) 2019 Updated Beers Criteria merekomendasikan pemberian proton pump inhibitor, seperti omeprazole dalam jangka waktu kurang dari 8 minggu, kecuali pada pasien risiko tinggi (misalnya pasien yang mendapat kortikosteroid oral atau NSAID jangka panjang), Barrett's esophagus, erosive esophagitis,  dan kondisi hipersekretori patologis.

Hal ini karena obat golongan proton pump inhibitor dapat meningkatkan risiko infeksi Clostridium difficile, bone loss, dan fraktur akibat osteoporosis. Selain itu, terdapat potensi efek samping lain, seperti peningkatan risiko pneumonia komunitas, defisiensi vitamin B12, dan dementia.[3,7]

Obat Golongan Sulfonilurea

Obat lain yang sebaiknya dihindari adalah obat diabetes golongan sulfonilurea seperti glimepiride dan glibenclamide karena berisiko menyebabkan hipoglikemia jangka panjang pada lansia.[3,4]

Obat yang Berpotensi Tidak Tepat Digunakan pada Lansia dengan Kondisi Tertentu

Beberapa obat yang berpotensi tidak tepat digunakan pada lansia dengan penyakit tertentu karena mengeksaserbasi penyakit tersebut.

Lansia dengan Gagal Jantung

Beberapa obat harus dihindari atau digunakan dengan kehati-hatian pada lansia dengan gagal jantung. Cilostazol dilaporkan dapat meningkatkan mortalitas lansia dengan gagal jantung sehingga harus dihindari. Bila terdapat penurunan fraksi ejeksi, obat calcium-channel blocker nondihydropyridine (diltiazem dan verapamil) harus dihindari.

Selain itu, NSAID dan cyclooxygenase 1 inhibitors (COX-1 inhibitor), serta thiazolidinedione berpotensi meningkatkan retensi cairan dan/atau menyebabkan eksaserbasi gagal jantung, sehingga perlu diberikan dengan kehati-hatian pada pasien asimtomatik dan perlu dihindari pada pasien simtomatik.

Studi oleh Masoudi et al menemukan bahwa pemberian thiazolidinediones tidak berhubungan dengan peningkatan mortalitas. Di lain sisi,  Tang et al menemukan bahwa retensi cairan akibat pemberian thiazolidinedione pada pasien dengan gagal jantung sering bermanifestasi sebagai edema perifer tanpa edema pulmoner dan bersifat reversible jika obat dihentikan.[3,8,9]

Lansia dengan Risiko Syncope

Pada pasien geriatri dengan risiko syncope, terutama akibat bradikardi, obat yang harus dihindari adalah obat golongan acetylcholinesterase inhibitor (AChEI), seperti donepezil, rivastigmine, dan galantamine untuk terapi dementia. Studi kohort yang dilakukan oleh Gill et al mendapati bahwa penggunaan obat ini berhubungan secara signifikan dengan kejadian syncope, bradikardia, insersi pacemaker, fraktur femur, dan fraktur panggul pada pasien geriatri dengan dementia.[3,10,11]

Lansia dengan Risiko Delirium

Pada pasien geriatri dengan risiko tinggi delirium, obat yang sebaiknya dihindari adalah golongan antipsikotik karena dapat menimbulkan efek samping berupa kebingungan dan delirium. Antipsikotik sebaiknya hanya diberikan jika terdapat agitasi yang membahayakan keamanan pasien, atau gejala psikotik seperti halusinasi atau delusi yang dapat menyebabkan distress pada pasien. Antipsikotik juga berhubungan dengan risiko stroke dan mortalitas pada pasien dementia.[3,12]

Obat yang Perlu Diberikan dengan Perhatian

Tujuan dari kategori ini adalah untuk menempatkan beberapa obat yang dinilai mengkhawatirkan tetapi belum cukup bukti klinis yang mendasarinya. Pemberian obat yang perlu dilakukan dengan kehati-hatian adalah:

  • Ambang batas usia yang perlu perhatian ekstra dalam pemberian aspirin sebagai prevensi primer kejadian kardiovaskuler adalah 70 tahun. Kriteria usia ini juga mencakup penggunaan aspirin sebagai prevensi primer kanker kolorektal dan tidak berlaku untuk prevensi sekunder penyakit lain
  • Pemberian rivaroxaban dan dabigatran untuk terapi tromboemboli vena atau atrial fibrilasi juga perlu kehati-hatian pada lansia berusia 75 tahun ke atas
  • Tramadol dapat menyebabkan hiponatremia atau sindrom sekresi hormon antidiuretik
  • Kombinasi dextromethorphan dan quinidine diduga meningkatkan gejala perilaku dari dementia tanpa pseudobulbar, risiko jatuh, dan interaksi obat
  • Penggunaan kombinasi trimethoprim-sulfamethoxazole harus dilakukan dengan hati-hati pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal dan pasien yang mendapat angiotensin-converting enzyme inhibitor (ACEI) atau angiotensin receptor blocker (ARB) karena peningkatan risiko hiperkalemia

Vasodilator telah dikeluarkan dari kategori ini karena dinilai risiko syncope yang dihasilkannya tidak spesifik kepada lansia saja.

Interaksi Obat yang Perlu Dihindari pada Lansia

Terdapat beberapa interaksi obat yang penting secara klinis sehingga sebaiknya dihindari pada pasien geriatri. Penggunaan bersamaan antara opioid dan gabapentin atau pregabalin berisiko meningkatkan risiko efek samping depresi napas sehingga sebaiknya dihindari.[3,4,13]

Interaksi lain yang sebaiknya dihindari pada pasien geriatri adalah antara kortikosteroid dan NSAID. Penggunaan bersamaan antara kedua obat tersebut dapat meningkatkan risiko ulkus peptikum atau perdarahan saluran cerna sehingga sebaiknya dihindari. Jika tidak memungkinkan untuk menghindari penggunaan bersamaan antara kedua obat tersebut, sebaiknya diberikan obat gastroproteksi.[3,4]

Penggunaan bersama antara warfarin dan ciprofloxacin sebaiknya dihindari pada pasien geriatri. Warfarin merupakan antikoagulan poten dengan indeks terapeutik yang sempit yang bekerja dengan menghambat aktivasi faktor pembekuan darah yang tergantung vitamin K (faktor II,VII,IX,dan X). Beberapa obat, termasuk antibiotik ciprofloxacin dapat meningkatkan efek antikoagulan dari warfarin.

Ciprofloxacin diduga dapat menggeser warfarin dari ikatannya dengan albumin sehingga kadar warfarin bebas di darah meningkat. Selain itu, ciprofloxacin dan banyak antibiotik lainnya dapat mengeliminasi bakteri di usus yang memproduksi vitamin K dan menghambat enzim sitokrom CYP2C9 yang berperan dalam metabolisme warfarin. Jika tidak memungkinkan untuk menghindari penggunaan bersamaan antara kedua obat tersebut, harus dilakukan monitoring international normalized ratio (INR) secara ketat.[3,4,14,15]

Kesimpulan

Pemberian obat pada pasien lanjut usia perlu mendapat perhatian khusus karena adanya berbagai perubahan, baik fisiologis maupun patologis yang dapat memengaruhi farmakokinetik dan farmakodinamik obat. Komorbiditas dan polifarmasi menempatkan lansia pada risiko lebih tinggi akan interaksi obat dan kontraindikasinya. Kriteria Beers merupakan salah satu pedoman yang dapat digunakan dalam pemberian obat untuk lansia.

Obat-obatan yang diatur dalam kriteria Beers tersebut adalah kelompok obat yang berpotensi tidak tepat digunakan pada sebagian besar lansia, kelompok obat yang berpotensi tidak tepat digunakan pada lansia dengan kondisi tertentu, kelompok obat yang harus digunakan secara hati-hati pada lansia, dan interaksi obat yang penting secara klinis sehingga sebaiknya dihindari pada pasien geriatri.

Referensi