Diagnosis Mastoiditis
Diagnosis mastoiditis didapatkan melalui anamnesis meliputi keluhan dan riwayat penyakit dahulu. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan eritema retroaurikular dan abses pada liang telinga. Pencitraan berupa CT scan tulang temporal merupakan pemeriksaan yang standar dilakukan untuk menunjang diagnosis mastoiditis.
Anamnesis
Pada anamnesis, perlu ditanyakan gejala dan faktor risiko yang dapat ikut berperan dalam terjadinya mastoiditis. Gejala mastoiditis pada pasien dewasa biasanya berupa otorea ≥3 minggu, nyeri telinga (otalgia) di bagian dalam atau di belakang telinga yang memburuk di malam hari, dan demam yang persisten walaupun pasien sudah mengonsumsi antibiotik. Pasien juga dapat mengalami gangguan pendengaran, yaitu tuli konduktif.
Pada anak-anak dan bayi, gejala yang muncul biasanya tidak spesifik, yakni demam, iritabilitas, letargi, malaise, tidak nafsu makan, hingga diare. Perlu ditanyakan juga apakah ada riwayat otitis media akut (OMA) sebelumnya. Meskipun begitu, hampir 80% kasus pasien anak dengan mastoiditis tidak memiliki riwayat OMA sebelumnya. Kondisi autism spectrum disorder pada anak juga dapat menjadi faktor risiko terjadinya mastoiditis.
Berdasarkan hasil anamnesis, dokter bisa mengelompokkan mastoiditis berdasarkan onsetnya, yakni mastoiditis akut dan kronis. Mastoiditis akut biasanya ditandai dengan keluhan yang berlangsung <1 bulan dan merupakan komplikasi dari otitis media akut (OMA), sedangkan keluhan pada mastoiditis kronis biasanya berlangsung >1 bulan dan merupakan komplikasi dari otitis media supuratif kronis (OMSK). Biasanya kondisi mastoiditis kronis disertai dengan terbentuknya kolesteatoma secara bersamaan.[2,6,8]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada kasus mastoiditis harus meliputi pemeriksaan telinga secara menyeluruh oleh karena mastoiditis biasanya tidak berdiri sendiri, melainkan bersamaan dengan kondisi lain, seperti infeksi telinga bagian tengah, baik OMA maupun OMSK; tuli konduktif; dan kolesteatoma. Pemeriksaan fisik berupa inspeksi dan palpasi pada telinga (aurikula, postauricular, dan liang telinga), pemeriksaan otoskopi, serta tes pendengaran.[1,11]
Pemeriksaan Telinga Bagian Luar dan Liang Telinga
Pemeriksaan telinga bagian luar pada kasus mastoiditis akut terutama berfokus pada area mastoid (dibelakang telinga) saat inspeksi akan tampak eritema dan edema. Saat palpasi, nyeri tekan mastoid, penebalan periosteal, dan fluktuasi (pertanda sudah terbentuk abses) akan didapatkan. Pada pasien anak-anak di bawah usia 2 tahun, bentuk aurikula akan mengalami protrusi ke arah bawah dan luar, sedangkan pada anak-anak di atas usia 2 tahun, protrusi ke arah atas dan luar.
Pemeriksaan liang telinga menilai adanya sekret dan kolesteatoma. Pada kasus mastoiditis kronis, biasanya tidak tampak adanya kelainan saat pemeriksaan telinga bagian luar, tetapi saat pemeriksaan liang telinga dapat ditemukan sekret dan kolesteatoma.
Pemeriksaan Otoskopi
Pemeriksaan otoskopi dilakukan untuk mengevaluasi membran timpani. Hasil pemeriksaan otoskopi yang dapat muncul akibat mastoiditis adalah sebagai berikut:
- Membran timpani akan tampak menonjol
- Warna membran timpani menjadi eritema atau kemerahan
- Membran timpani tidak utuh atau ada perforasi dan otorea
Hal-hal di atas biasanya hanya ditemukan pada sebagian besar kasus mastoiditis akut, sedangkan pada mastoiditis kronis membran timpani bisa saja normal atau tidak ada kelainan.
Tes Pendengaran
Tes pendengaran yang bisa dilakukan yakni tes Rinne, Weber, dan Schwabach. Dari hasil pemeriksaan biasa didapatkan hasil tuli konduktif.
Kriteria Diagnosis
Kriteria diagnosis yang paling umum digunakan adalah adanya riwayat terkini OMA dengan adanya minimal 2 dari manifestasi berikut:
- Protrusi pinna
- Pembengkakan retroaurikular
- Eritema retroaurikular,
- Nyeri tekan retroaurikular
- Abses pada liang telinga
Selain itu, mastoiditis akut dapat saja ditegakkan saat operasi dengan temuan sekresi purulen atau infeksi akut pada prosesus mastoideus.[12]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding mastoiditis, yakni otitis eksterna, otitis media akut, parotitis, tumor, limfadenopati/limfadenitis, dan cat scratch disease atau disebut dengan cat scratch fever.
Otitis Eksterna
Otitis eksterna adalah infeksi yang terjadi pada liang telinga bagian luar atau eksternal, dan paling sering disebabkan oleh Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, hingga jamur. Pada umumnya, otitis eksterna hanya menimbulkan gejala berupa nyeri telinga, gatal, rasa penuh pada telinga, otorea dengan atau tanpa penurunan pendengaran dan nyeri rahang. Namun pada beberapa kasus bisa disertai dengan keluhan selulitis hingga abses pada pina dan liang telinga serta limfadenitis lokal area sekitar telinga.
Otitis Media Akut
Otitis Media Akut/ OMA adalah inflamasi dan infeksi akut pada telinga bagian tengah, paling sering disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae, Moraxella catarrhalis, dan Haemophilus influenza. Gejala pada kasus otitis media akut bisa dibilang hampir serupa atau overlap dengan kondisi mastoiditis akut, yakni otalgia, otorea, hingga penurunan pendengaran. Hal ini karena kondisi OMA yang mengalami komplikasi atau tidak diterapi dengan baik dapat berakhir menjadi mastoiditis akut. Sehingga yang membedakan keduanya tentu dari durasi atau onset gejala dan tidak ada perbaikan klinis setelah diberikan terapi pada kasus OMA.
Parotitis
Parotitis atau infeksi pada kelenjar parotis bisa disebabkan oleh bakteri, virus, hingga penyakit autoimun. Keluhan yang muncul pada kondisi parotitis adalah pembesaran pada kelenjar, kemerahan dan nyeri saat perabaan. Lokasi kelenjar parotis yang dekat dengan lokasi telinga membuatnya menjadi diagnosis banding pada kasus mastoiditis.
Tumor
Sesuai dengan lokasi dari mastoiditis yaitu pada tulang mastoid atau area postauricular, maka tumor yang muncul pada area postauricular bisa jadi diagnosis banding dari mastoiditis. Tumor yang paling sering muncul pada area postauricular yakni kista dermoid, lipoma hingga hemangioma. Namun kondisi tumor dan mastoiditis biasanya mudah dibedakan melalui pemeriksaan fisik. Pada kondisi-kondisi kista dermoid dan lipoma, pada perabaan biasanya tidak menimbulkan nyeri, masa teraba kenyal, rubbery, warna menyerupai kulit dan mobile. Sedangkan pada hemangioma biasanya benjolan akan tampak kemerahan.
Limfadenitis
Limfadenopati merupakan kondisi dimana terjadi pembesaran kelenjar getah bening. Jika terjadi inflamasi juga pada kelenjar getah bening maka disebut dengan kondisi limfadenitis. Kelenjar getah bening bisa ditemukan pada area-area tubuh tertentu (servikal, aksila, inguinal, suboksipital dan postauricular) jika mengalami pembesaran atau inflamasi, namun pada kondisi normal harusnya tidak teraba. Biasanya kondisi limfadenopati bersifat asimptomatik, namun bisa juga menimbulkan nyeri pada perabaan dan kemerahan pada permukaan kulit. Biasanya kondisi limfadenopati diawali dengan penyakit infeksi terlebih dahulu baik pada saluran nafas hingga telinga.
Cat Scratch Disease
Cat Scratch Disease/CSD adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri gram negatif Bartonella henselae. Penderita yang mengalami kondisi ini biasanya diawali dengan adanya riwayat dicakar atau digigit oleh kucing. Gejalanya bisa berupa muncul lesi kulit berupa makula atau vesikel yang lama kelamaan berupa menjadi lesi papul atau pustul, dan diikuti dengan pembesaran kelenjar getah bening regional dalam waktu 1- 2 minggu. Area tubuh yang paling sering terjadi kondisi CSD adalah ekstremitas atas, leher, rahang, hingga preauricular.[2,13-18]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang bisa digunakan untuk membantu dalam mendiagnosis mastoiditis adalah pemeriksaan kultur, pemeriksaan darah, audiometri, CT scan, MRI, serta timpanosentesis atau miringotomi.[1,5-6]
Pemeriksaan Kultur
Pemeriksaan kultur biasanya menggunakan spesimen yang berasal dari hasil timpanosentesis atau miringotomi. Spesimen bisa berupa darah, pus, atau jaringan mastoid yang diambil. Pemeriksaan kultur yang dilakukan yakni untuk bakteri anaerobik, aerobik, jamur, mikobakteria, pewarnaan gram, dan acid-fast. Tujuan pemeriksaan kultur selain berguna untuk kepentingan diagnostik, juga berguna untuk penatalaksanaan, yakni pemilihan antibiotik yang sesuai dengan sensitivitas.
Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan darah biasanya dilakukan untuk menilai kadar leukosit. Kadar leukosit yang tinggi dapat menjadi faktor prediktor kemungkinan terjadinya komplikasi. Selain itu, pemeriksaan kadar leukosit juga bisa digunakan untuk menilai efektivitas pemberian terapi. Selain pemeriksaan kadar leukosit, biasanya kasus mastoiditis juga mengandalkan hasil pemeriksaan laju sedimentasi eritrosit dan protein c-reactive protein (CRP). Jika ada peningkatan pada CRP maka kemungkinan besar pasien mengalami komplikasi intrakranial dan membutuhkan tindakan pembedahan.
Audiometri
Pemeriksaan audiometri biasanya sangat membantu untuk diagnosis mastoiditis pada anak-anak, terutama anak dengan autisme. Namun sebaiknya pemeriksaan audiometri dilakukan setelah fase akut penyakit berakhir dan lebih disarankan digunakan pada kasus mastoiditis kronis untuk menilai tipe gangguan pendengaran dan derajat ketulian yang disebabkan oleh mastoiditis atau komplikasi akibat mastoiditis.
Pencitraan
Pemeriksaan pencitraan yang dapat dilakukan untuk mastoiditis adalah CT scan atau MRI. CT scan tulang temporal merupakan pemeriksaan yang standar dilakukan pada pasien yang dicurigai mengalami mastoiditis. Sedangkan MRI terkadang hanya dilakukan pada pasien-pasien yang dicurigai telah mengalami komplikasi.
Pada pemeriksaan CT scan dapat ditemukan opasifikasi pada sel mastoid air, pembengkakan pada mukosa telinga tengah, cairan, enhancement pada area yang mengalami abses, demineralisasi pada dinding sel mastoid sehingga tidak tampak atau tampak kabur, atrofi, dan nekrosis septa tulang. Sedangkan pemeriksaan MRI, akan sangat membantu dalam menemukan komplikasi lainnya, seperti abses dam sinus thrombosis.[1,19]