Prognosis Hiperemesis Gravidarum
Prognosis pada hiperemesis gravidarum masih lebih sering terjadi morbiditas tapi mortalitas sudah sangat jarang ditemukan.
Komplikasi
Dengan adanya tata laksana rehidrasi intravena, prognosis hiperemesis gravidarum saat ini menjadi baik namun di sisi lain morbiditas baik berupa komplikasi maternal maupun komplikasi janin harus diwaspadai.
Komplikasi yang dapat terjadi pada hiperemesis gravidarum antara lain adalah dehidrasi, gangguan elektrolit, dan malnutrisi. Sementara pada hiperemesis gravidarum yang menetap/berulang komplikasi yang dapat terjadi di antaranya:
- Gagal ginjal akut
- Ruptur diafragma
- Ruptur esofagus
- Sindrom Boerhaave
- Hipoprotrombinemia yang disebabkan defisiensi vitamin K
- Anemia yang disebabkan defisiensi folat dan besi
- Perdarahan robekan Mallory-Weiss, pneumotoraks, pneumomediastinum, pneumoperikardium
- Ensefalopati Wernicke yang disebabkan defisiensi thiamin
- Depresi
Komplikasi di atas merupakan komplikasi hiperemesis gravidarum yang dapat terjadi pada ibu, sedangkan komplikasi yang dapat terjadi pada janin adalah berat badan lahir yang rendah.[4,15,16]
Prognosis
Mual dan muntah pada kehamilan merupakan kondisi yang self-limited dan akan hilang dengan sendirinya pada akhir trimester pertama walaupun ada juga yang berlanjut sampai pertengahan trimester kedua. Mual dan muntah pada kehamilan dengan derajat yang ringan sampai sedang tidak menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang berarti, tetapi sering kali quality of life (QOL) dari perempuan yang mengalaminya akan terganggu. Perempuan hamil yang mengalami mual dan muntah mayoritas mengaku merasa terganggu dalam melakukan aktivitas sehari-hari seperti bekerja dan istirahat.
Mortalitas pada hiperemesis gravidarum juga sudah sangat jarang ditemukan dengan tata laksana rehidrasi intravena yang segera dilakukan. Namun, morbiditas pada hiperemesis gravidarum masih lebih sering terjadi. Morbiditas tersebut berupa komplikasi maternal dari hiperemesis gravidarum yang telah dijelaskan sebelumnya yakni gagal ginjal akut, ruptur diafragma, ruptur esofagus-sindrom Boerhaave, hipoprotrombinemia yang disebabkan defisiensi vitamin K, anemia yang disebabkan defisiensi folat dan besi, perdarahan robekan Mallory-Weiss, pneumotoraks, pneumomediastinum, penumoperikardium, ensefalopati Wernicke yang disebabkan defisiensi thiamin, dan depresi. Untuk janin, kemungkinan yang akan terjadi adalah berat bayi lahir rendah (BBLR). Kondisi hiperemesis gravidarum tidak akan sampai abortus dan jarang sekali kondisi ini harus diakhiri dengan terminasi kehamilan.[5,17]