Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • SKP
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Penatalaksanaan Ataksia general_alomedika 2022-03-11T10:36:47+07:00 2022-03-11T10:36:47+07:00
Ataksia
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Penatalaksanaan Ataksia

Oleh :
dr.Muhammad Ridwan
Share To Social Media:

Penatalaksanaan ataksia sangat bergantung pada etiologi yang mendasari. Sebagai contoh, jika ataksia diduga disebabkan oleh phenobarbital atau lithium, penghentian obat dapat menghilangkan gejala. Pada ataksia yang disebabkan oleh defisiensi vitamin B12, vitamin E, atau koenzim Q10 (CoQ10), suplementasi mampu mengobati pasien. Pada ataksia gluten, direkomendasikan diet bebas gluten selama 6 bulan. Untuk ataksia yang bersifat progresif, tata laksana penyakit yang mendasari disertai fisioterapi dan obat simptomatik dapat meningkatkan kualitas hidup pasien.

Ataksia Terkait Defisiensi

Malabsorbsi vitamin E, termasuk pada abetalipoproteinemia, dapat menyebabkan ataksia. Pasien dapat diberikan vitamin E dosis pengganti hingga 1500 mg/ hari.[2,3]

Pada pasien ataksia serebellar direkomendasikan untuk dilakukan pemeriksaan sensitivitas gluten. Pemeriksaan antibodi TG6 merupakan pemeriksaan yang sensitif untuk ataksia gluten. Pada pasien ataksia gluten diperlukan diet bebas gluten selama 6 bulan untuk eliminasi antibodi antigliadin.[15,16]

Pada pasien dengan defisiensi CoQ10 dapat diberikan suplementasi  CoQ10 500-1000 mg/hari. Pasien dengan mutasi gen APTX dan mutasi pada gen AN010  juga dilaporkan berespon dengan pemberian CoQ10 200-500 mg/hari.[17,18]

Pada ataksia yang disebabkan defisiensi vitamin B12, dapat diberikan cyanocobalamin atau hydroxocobalamin oral atau parenteral. Dosis dan cara pemberian tergantung pada derajat defisiensi.[18]

Terapi Simptomatik

Pasien dengan ataksia progresif bisa mengalami berbagai gejala yang dapat dibantu dengan pengobatan, misalnya spastisitas, tremor, nyeri kronik, dan manifestasi kardiologi.

Spastisitas

Tujuan tata laksana spastisitas adalah:

  • Optimalisasi mobilitas, kapasitas berdiri, dan fungsi ekstremitas atas
  • Mengurangi gejala nyeri dan spasme
  • Meningkatkan postur dan kemampuan aktivitas harian
  • Mencegah ulserasi kulit dan terbentuknya ulkus dekubitus
  • Mencegah kontraktur dan disabilitas kronik

Tata laksana spastisitas dapat dilakukan dengan fisioterapi, pencegahan pemicu spastisitas, dan terapi medikamentosa. Walaupun sebetulnya belum ada obat yang terbukti secara ilmiah bermanfaat mengatasi spastisitas pada pasien ataksia, kebanyakan klinisi menggunakan obat oral untuk spastisitas generalisata, misalnya baclofen, tizanidine, gabapentin, dan clonazepam.[19]

Tremor

Berikut adalah beberapa obat yang bisa dipilih untuk mengatasi tremor:

  • Propranolol: dimulai dengan dosis 20 mg/hari, dilanjutkan terapi rumatan 80-160 mg/hari

  • Primidone: dimulai dengan dosis 50 mg/hari, dilanjutkan dosis rumatan 125-250 mg 2 kali sehari
  • Topiramate: dimulai dengan dosis 12,5 mg/hari, dilanjutkan dosis rumatan 25 mg 2 kali sehari
  • Clonazepam: dosis 0,5 mg/hari[19]

Nyeri

Nyeri kronik sering menjadi masalah pada pasien dengan ataksia progresif. Tata laksana yang disarankan untuk mengatasi nyeri pada ataksia progresif adalah kombinasi terapi medikamentosa dengan fisioterapi. Medikamentosa yang dapat dipilih untuk nyeri neuropatik antara lain amitriptyline, nortriptyline, carbamazepine, pregabalin, dan duloxetine.[19]

Manifestasi Kardiologi pada Ataksia Friedreich

Pada ataksia Friedreich (FRDA), lebih dari 90% pasien mengalami gangguan kardiologi. Tata laksana manifestasi kardiologi bersifat simptomatik dan juga bertujuan untuk mencegah komplikasi. Pedoman tata laksana kardiomiopati hipertrofi dan gagal jantung diaplikasikan sesuai dengan fenotipe masing-masing kasus.

Walaupun belum divalidasi secara spesifik pada pasien FRDA, umumnya obat golongan penyekat beta, ACE inhibitor, spironolactone, dan loop diuretic diberikan pada pasien dengan gejala gagal jantung. Amiodarone dan digitalis dapat bermanfaat pada atrial fibrilasi; kontrol laju juga bisa didapat dengan penyekat beta atau antagonis kalsium. Tata laksana juga bisa mencakup pemasangan pacing device atau defibrilator.[19]

Tindakan Khusus

Pasien ataksia dapat mengalami disfagia. Disfagia berat dapat membuat pasien menjadi malnutrisi akibat terganggunya asupan nutrisi per oral. Perlu dipertimbangkan pemasangan percutaneous endoscopic gastrostomy tube (PEG) untuk menjaga nutrisi dan hidrasi secara adekuat.[20,21]

Fisioterapi dapat meningkatkan gaya berjalan serta keseimbangan pasien dengan ataksia. Bagi pasien dengan disfungsi serebelar, latihan tugas dinamis yang menantang stabilitas, mengeksplorasi batas stabilitas, dan bertujuan untuk mengurangi beban tungkai atas, dilaporkan mampu meningkatkan gaya berjalan dan keseimbangan.[22,23]

 

Referensi

2. de Silva RN, Vallortigara J, Greenfield J, et al. Diagnosis and management of progressive ataxia in adults. Practical Neurology 2019;19:196-207.
3. Schuelke M. Ataxia with Vitamin E Deficiency. 2005 May 20 [Updated 2016 Oct 13]. In: Adam MP, Ardinger HH, Pagon RA, et al., editors. GeneReviews®. Seattle (WA): University of Washington, Seattle; 1993-2020. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK1241/
15. Schmitz-Hübsch, T. et al. Scale for the assessment and rating of ataxia: development of a new clinical scale. Neurology, 2006. 66, 1717–1720 .
16. Nanri K, Okita M, Takeguchi M, Taguchi T, Ishiko T, Saito H, Otsuka T, Mitoma H, Koizumi K. Intravenous immunoglobulin therapy for autoantibody-positive cerebellar ataxia. Intern Med. 2009;48(10):783-90. doi: 10.2169/internalmedicine.48.1802. Epub 2009 May 15. PMID: 19443972..
17. Balreira A, Boczonadi V, Barca E, Pyle A, Bansagi B, Appleton M, Graham C, Hargreaves IP, Rasic VM, Lochmüller H, Griffin H, Taylor RW, Naini A, Chinnery PF, Hirano M, Quinzii CM, Horvath R. ANO10 mutations cause ataxia and coenzyme Q₁₀ deficiency. J Neurol. 2014 Nov;261(11):2192-8. doi: 10.1007/s00415-014-7476-7. Epub 2014 Sep 3. PMID: 25182700; PMCID: PMC4221650.
18. Quinzii CM, Kattah AG, Naini A, Akman HO, Mootha VK, DiMauro S, Hirano M. Coenzyme Q deficiency and cerebellar ataxia associated with an aprataxin mutation. Neurology. 2005 Feb 8;64(3):539-41. doi: 10.1212/01.WNL.0000150588.75281.58. PMID: 15699391.
19. de Silva R, Greenfield J, Cook A, et al. Guidelines on the diagnosis and management of the progressive ataxias. Orphanet J Rare Dis. 2019;14(1):51. Published 2019 Feb 20. doi:10.1186/s13023-019-1013-9
20. Sarva H, Shanker VL. Treatment Options in Degenerative Cerebellar Ataxia: A Systematic Review. Mov Disord Clin Pract. 2014 Jun 12;1(4):291-298. doi: 10.1002/mdc3.12057. PMID: 30363941; PMCID: PMC6183008.
21. Ekberg O, Hamdy S, Woisard V, Wuttge-Hannig A, Ortega P. Social and psychological burden of dysphagia: its impact on diagnosis and treatment. Dysphagia. 2002 Spring;17(2):139-46. doi: 10.1007/s00455-001-0113-5. PMID: 11956839.
22. Ilg W, Synofzik M, Brötz D, Burkard S, Giese MA, Schöls L. Intensive coordinative training improves motor performance in degenerative cerebellar disease. Neurology. 2009 Dec 1;73(22):1823-30. doi: 10.1212/WNL.0b013e3181c33adf. Epub 2009 Oct 28. PMID: 19864636.
23. Brown, K. E., et al. Physical therapy for central vestibular dysfunction. Arch. Phys. Med. Rehabil, 2006. 87, 76–81.

Diagnosis Ataksia
Prognosis Ataksia
Diskusi Terbaru
Anonymous
Hari ini, 09:13
Lidah dengan bercak kebiruan
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Pasien wanita usia 78 tahunMengeluh ada bercak biru keunguan di lidah, tidak terasa nyeri ( tidak ada keluhan)Terdapat 2 nodul kecil pada lidahApakah ini...
dr. Gabriela Widjaja
Hari ini, 09:00
Dislipidemia Tidak Menyebabkan Nyeri Kepala - Artikel SKP Alomedika
Oleh: dr. Gabriela Widjaja
2 Balasan
ALO Dokter! Pasien yang datang dengan keluhan nyeri kepala tentunya sering Anda temui dalam praktik sehari-hari.  Anda juga pasti pernah ditanyai pasien 1...
Anonymous
Hari ini, 06:23
Terapi untuk anak kejang demam tanpa rawat inap
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Alo dokter, mohon berdiskusi....apakah anak dg kejang demam harus di rawat inap? Kadang org tua tdk tahu beda kejang dan menggigil....adakah pedoman terapi...

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya, Gratis!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2021 Alomedika.com All Rights Reserved.