Patofisiologi Keracunan Karbon Monoksida
Patofisiologi keracunan karbon monoksida diawali dari pembentukan karboksihemoglobin (HbCO), kemudian terjadi gangguan pengantaran oksigen, gangguan utilisasi oksigen, stres oksidatif, dan pada akhirnya kerusakan jaringan.[1,2]
Gangguan Pengantaran Oksigen
Hemoglobin berikatan dengan karbon monoksida (CO) membentuk karboksihemoglobin (HbCO) dengan afinitas 240 kali lebih besar dibandingkan ikatan dengan oksigen. Pembentukan HbCO menurunkan kapasitas pengangkutan oksigen oleh hemoglobin dan menghambat pelepasan oksigen ke jaringan perifer.[1-3]
Gangguan Utilisasi Oksigen
Sekitar 10-15% CO berada di ekstravaskular dan berikatan dengan mioglobin, sitokrom, dan nicotinamide adenine dinucleotide phosphate (NADPH) reduktase, yang menyebabkan gangguan pada fosforilasi oksidatif di tingkat mitokondria. Waktu paruh CO yang terikat pada molekul-molekul tersebut lebih panjang dibandingkan dengan HbCO.
Ikatan CO dengan sitokrom a3 menghasilkan efek toksik terhadap respirasi seluler, memicu pembentukan radikal bebas oksigen (terutama peroksinitrit), dan menyebabkan gangguan pada rantai transpor elektron. Ikatan dengan mioglobin membentuk karboksimioglobin (COMb), yang menyebabkan penurunan ketersediaan oksigen di otot skeletal dan miokardium. Efek ini dapat memicu toksisitas otot, rhabdomyolysis, aritmia, disfungsi jantung, sindrom kompartemen, dan gagal ginjal akut.[1,2,4]
Stres Oksidatif dan Kerusakan Seluler
CO menimbulkan stres oksidatif akibat peningkatan kadar heme sitosolik, dan meyebabkan gangguan respirasi seluler melalui ikatan dengan protein platelet dan sitokrom c oksidase. Mekanisme ini menghasilkan spesies oksigen reaktif (superoksida) yang menyebabkan apoptosis dan nekrosis neuron.
Perubahan respirasi seluler juga memicu aktivasi faktor yang diinduksi hipoksia (hypoxia-inducible factors) dan perubahan ekspresi genetik. Produksi superoksida dan stres oksidatif yang diinduksi CO ini berkontribusi terhadap peroksidasi lipid dan kerusakan sistem saraf. Inaktivasi enzim mitokondria dan gangguan rantai transpor elektron memperburuk kerusakan seluler.[1-3,5]
Efek pada Jaringan dan Sistem
Otak dan miokardium memiliki kebutuhan oksigen yang tinggi sehingga menjadi jaringan yang paling terdampak pada keracunan karbon monoksida. Keracunan karbon monoksida juga dapat menyebabkan rhabdomyolysis dan gagal ginjal akut, melalui kerusakan langsung pada otot skeletal dan ikatan CO pada mioglobin.
Perubahan keseimbangan asam-basa juga terjadi, tergantung pada derajat keracunan. Pada keracunan derajat sedang, terjadi alkalosis respiratorik sebagai kompensasi hipoksia. Sementara itu, pada keracunan derajat berat lebih sering terjadi asidosis metabolik karena adanya peningkatan produksi laktat.[1-3]
Efek pada Sistem Saraf
Gejala neurologis awal mencakup sakit kepala frontal kontinu, mual, dan pusing. Pada individu tanpa komorbid, gejala awal muncul setelah paparan CO minimal 200 parts per million (ppm) selama 4 jam. Seiring meningkatnya paparan, muncul gejala yang lebih berat seperti perubahan status mental, kebingungan, sinkop, kejang, sindrom akut yang menyerupai stroke, dan koma.[1,2]
Delayed neurological syndrome (DNS) terjadi pada 1-47% pasien pasca keracunan karbon monoksida. DNS umumnya muncul dalam waktu 40 hari pasca paparan, meskipun terdapat laporan latensi hingga 8 bulan.
Mekanisme terjadinya DNS belum sepenuhnya dipahami, namun diduga melibatkan peroksidasi lipid yang dimediasi oleh radikal bebas hasil kerja xanthine oxidase, yaitu enzim yang terbentuk dari konversi xanthine dehydrogenase melalui enzim-enzim yang dilepaskan oleh leukosit pada endotel yang rusak.
Faktor risiko terjadinya DNS meliputi usia di atas 40 tahun, penyakit kardiovaskular, durasi paparan CO lebih dari satu jam, adanya kelainan elektroensefalografi, dan koma. Manifestasi klinis DNS meliputi gangguan motorik, gangguan berjalan, disfungsi otonom, kejang, kebutaan kortikal, neuropati perifer, afasia Wernicke, sindrom Korsakoff, agnosia, mutisme, demensia, perubahan kepribadian, psikosis, dan gangguan bipolar.[1,2,4]
Efek pada Sistem Kardiovaskular
Efek pada sistem kardiovaskular yang utama adalah takikardia akibat hipoksia. Pada keracunan berat dapat terjadi hipotensi, aritmia, iskemia miokard, infark miokard, hingga henti jantung. Terjadinya hipotensi disebabkan oleh kerusakan jantung akibat hipoksia atau iskemia, penurunan aktivitas miokard akibat keterikatan CO pada mioglobin, serta vasodilatasi perifer.[1,6]
Keracunan CO dapat memperburuk kondisi kardiovaskular yang sudah ada sebelumnya, sehingga pasien dengan penyakit jantung merupakan kelompok yang sangat rentan terhadap manifestasi kardiovaskular pada keracunan CO.[1,4,7]