Pendahuluan Keracunan Karbon Monoksida
Keracunan karbon monoksida (CO) adalah kegawatdaruratan yang terjadi akibat terhirupnya gas CO dalam jumlah yang signifikan. CO adalah gas yang tidak berbau, tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak menimbulkan iritasi, sehingga keracunan sering tidak terdeteksi hingga timbul gejala. Gas CO memiliki afinitas sangat tinggi dengan hemoglobin, sehingga akan menghalangi ikatan hemoglobin dengan oksigen.
Sumber paparan CO dapat berasal dari pembakaran tidak sempurna bahan organik atau senyawa yang mengandung karbon, seperti peralatan rumah tangga (kompor, pemanas ruangan), kendaraan bermotor, generator listrik, atau kebakaran. Mekanisme keracunan karbon monoksida diawali ketika CO berikatan dengan hemoglobin membentuk karboksihemoglobin (HbCO), yang menghambat pengangkutan oksigen.[1,2]
Diagnosis keracunan karbon monoksida ditegakkan berdasarkan riwayat paparan CO, gambaran klinis, dan peningkatan kadar HbCO darah. Pasien yang mengalami paparan CO bisa mengeluhkan nyeri kepala, pusing, dan flu-like symptoms. Perlu diingat bahwa oksimeter tidak dapat membedakan antara HbCO dan HbO₂, sehingga pasien bisa menunjukkan saturasi oksigen normal saat dilakukan pulse oximetry.[1-3]
Tata laksana keracunan karbon monoksida yang utama adalah pemberian oksigen konsentrasi tinggi untuk mempercepat eliminasi CO dari tubuh, disertai terapi suportif sesuai kondisi klinis dan komplikasi. Pada kasus keracunan karbon monoksida dengan gejala berat, pedoman American College of Emergency Physicians (ACEP) menyatakan bahwa terapi oksigen hiperbarik dapat dipertimbangkan.
Dengan identifikasi dini dan penanganan segera, prognosis keracunan karbon monoksida umumnya baik. Pendekatan diagnosis yang tepat, penatalaksanaan cepat, serta upaya pencegahan yang optimal, dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas akibat keracunan karbon monoksida secara signifikan.[1,2]