Penatalaksanaan Krisis Hipertensi
Penatalaksanaan krisis hipertensi sesuai dengan hasil pemeriksaan yang sudah dilakukan apakah termasuk ke dalam hipertensi emergensi atau urgensi. Berikut ini adalah alur algoritma JACC 2017 yang dapat digunakan dalam melakukan tatalaksana pada pasien dengan krisis hipertensi.[1]

Rekomendasi dalam Target Menurunkan Tekanan Darah
Pada pasien dewasa dengan hipertensi emergensi, perawatan di ICU direkomendasikan sebagai bentuk monitoring yang kontinyu dari penurunan tekanan darah dan kerusakan organ target, serta pemberian terapi secara parenteral. Pada kasus diseksi aorta, preeklampsia berat dan eklampsia, serta pheokromositoma dengan krisis hipertensi, diperlukan penurunan tekanan darah sistolik secara cepat hingga <140 mmHg pada satu jam pertama, atau <120 mmHg pada diseksi aorta.
Penurunan tekanan darah yang berlebihan dapat meningkatkan risiko terjadinya kerusakan ginjal, otak, dan iskemik koroner, sehingga perlu dihindari bila tidak perlu. Oleh karena itu, pemberian dosis antihipertensi baik secara oral maupun intravena harus diperhatikan.
Pada pasien tanpa adanya kondisi yang memperberat, tekanan darah sistolik dapat diturunkan tidak lebih dari 25% pada 1 jam pertama. Apabila tekanan darah stabil, maka dapat diturunkan menuju 160/100 mmHg pada 2 – 6 jam berikutnya, hingga mencapai nilai normal pada 24-48 jam kemudian.
Tidak ada penelitian RCT yang menjelaskan bahwa pemberian obat antihipertensi dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas pada pasien dengan hipertensi emergensi. Namun demikian, pemberian antihipertensi berdasarkan pengalaman klinis memberi efek yang cukup baik dalam penanganan hipertensi emergensi. Beberapa obat antihipertensi dari beragam kelas farmakologi dapat digunakan sebagai terapi hipertensi emergensi. Kejadian terganggunya sistem autoregulasi perfusi jaringan pada hipertensi emergensi membuat pemberian antihipertensi dengan titrasi intravena secara kontinu diperlukan untuk mencegah terjadinya kerusakan organ target. Pemilihan antihipertensi yang tepat pun harus didasarkan pada farmakologi obat tersebut, patofisiologi yang mendasari terjadinya hipertensi pada pasien, dan keberadaan komorbid. [1]
Medikamentosa
Beberapa obat yang dapat diberikan pada pasien dengan Hipertensi Emergensi adalah sebagai berikut:
Tabel 1 Medikamentosa Pada Penatalaksanaan Krisis Hipertensi
Kelas | Obat | Dosis | Catatan Khusus |
Calcium Channel Blocker -dihidropiridine | Nicardipine | Dosis inisial 5 mg/jam, dapat ditingkatkan setiap 5 menit sebanyak 2.5 mg/jam, maksimal 15 mg/jam | Kontraindikasi pada stenosis aorta yang berat |
Clevidipine | Dosis inisial 1-2 mg/jam, dapat ditingkatkan dua kali lipat setiap 90 detik hingga mencapai target TD. Kemudian dapat ditingkatkan sebanyak kurang dari 2 kali lipat setiap 5-10 menit, dosis maksimal 32 mg/jam, durasi maksimal 72 jam | Kontraindikasi pada pasien dengan alergi produk kedelai dan defek metabolisme lipid.Gunakan dosis ambang bawah pada pasien lansia. | |
Vasodilator –NO dependent | Sodium nitroprusside | Dosis inisial 0.3-0.5 mcg/kg/menit, dapat ditingkatkan dalam kelipatan 0.5 mcg/kg/menit hingga target TD tercapai, maksimum dosis 10 mcg/kg/menit, sengan durasi sependek mungkin. Pada laju tetesan ≥4-10 mcg/kg/menit atau durasi > 30 menit, dapat diberikan tiosulfat untuk mencegah keracunan sianida | Pemantauan TD intraarterial direkomendasikan.Gunakan ambang bawah pada pasien lansia.Keracunan sianida dapat menyebabkan gangguan neurologis permanen dan henti jantung. |
Nitrogliserin | Dosis inisial 5 mcg/menit; dapat ditingkatkan dalam kelipatan 5 mcg/menit setiap 3-5 menit, hingga dosis maksimal 20 mcg/menit | Gunakan hanya pada pasien sidrom koroner akut, dan atau edema pulmonal akut.Jangan digunakan pada pasien hipovolemia | |
Vasodilator - direk | Hidralazine | Dosis inisial 10 mg via infus IV lambat, maksimum dosis 20 mg, dapat diulangi 4-6 jam sesuai kebutuhan. | Respon sulit diprediksi, sehingga hidralazine tidak direkomendasikan sebagai terapi lini pertama pada keadaan akut |
Adrenergik bloker – beta 1 receptor selective antagonist | Esmolol | Dosis loading 500-1000 mcg/kg/menit selama lebih dari 1 menit, diikuti dengan 50 mcg/kg/menit via infus.Untuk dosis tambahan, dosis bolus dapat ditingkatkan dalam kelipatan 50 mcg/kg/menit sesuai kebutuhan, dengan dosis maksimal 200 mcg/kg/menit | Kontraindikasi pada pasien yang juga mengonsumsi beta bloker, pasien bradikardia, dan gagal jantung dekompensata.Lakukan pemantauan bradikardia.Dapat memperburuk gagal jantung Dosis tinggi dapat mempengaruhi reseptor beta dan mempengaruhi fungsi paru pada pasien dengan penyakit saluran napas reaktif |
Adrenergik bloker – kombinasi alfa 1 dan nonselektif beta bloker | Labetalol | Dosis inisial 0.3-1.0 mg/kg, maksimum 20 mg, IV pelan setiap 10 menit atau 0.4-1.0 mg/kg/jam infus IV hingga 3 mg/kg/jam. Dosis maksimal kumulatif adalah 300 mg.Dapat diulang dalam 4- 6 jam | Kontraindikasi pada penyakit saluran napas reaktif.Dapat memperburuk gagal jantung.Sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan blokade jantung derajat 2-3 ataupun bradikardia |
Adrenergik bloker – nonselektif alfa reseptor antagonis | Phentolamine | Bolus IV 5 mg. Bolus tambahan setiap 10 menit sesuai kebutuhan hingga target TD tercapai | Baik digunakan pada hipertensi emergensi yang disebabkan oleh kelebihan katekolamin |
Dopamine1-reseptor selektif agonis | Fenoldopam | Dosis inisial 0,1-0,3 mcg/kg/menit, dapat ditingkatkan berdasar kelipatan 0,05-0,1 mcg/kg/menit setiap 15 menit hingga target TD tercapai. Maksimal laju infus 1,6 mcg/kg/menit | Kontraindikasi pada pasien dengan risiko peningkatan tekanan intraokular atau intrakranial dan pada pasien dengan alergi sulfat |
ACE inhibitor | Enalapril | Dosis inisial 1,25 mg dalam rentang 5 menit. Dapat ditingkatkan hingga 5 mg setiap 6 jam sampai target TD tercapai. | Kontraindikasi pada kehamilan dan sebaiknya tidak digunakan pada infark miokard akut atau stenosis arteri renal bilateral.Lebih efektif pada hipertensi emergensi yang berhubungan dengan aktivitas renin plasma yang tinggi.Onset relatif lambat dan respon terhadap TD tidak dapat diprediksi. |
Pengobatan pada pasien Hipertensi Urgensi, didasarkan pada pengobatan antihipertensi sebelumnya, atau pemilihan obat antihipertensi oral lainnya. Pada akhirnya terapi yang diberikan bertujuan untuk meminimalisir terjadinya kerusakan organ melalui pengenalan masalah secara dini dan inisiasi pemberian antihipertensi segera.[1,5]
Hipertensi Emergensi Pada Keadaan Khusus
Beberapa keadaan khusus memiliki target penatalaksanaan yang sedikit berbeda, yaitu :
Hipertensi Emergensi pada Kelainan Neurologi
Penurunan tekanan darah pada kasus emergensi neurologi berbeda baik secara target maupun terapi yang diberikan. Berikut ini adalah tatalaksana penurunan tekanan darah pada beberapa kasus emergensi pada kelainan Neurologi.
- Hipertensi ensefalopati: dianjurkan untuk menurunkan MAP 25% dalam 8 jam. Pemberian labetalol, nikardipin dan esmolol dapat dilakukan, hindari pemberian nitroprusside dan hidralazin.
-
Stroke iskemik akut: pemberian labetalol dan nikardipin dianjurkan. Pemberian antihipertensi dapat ditunda kecuali Tekanan sistolik berada di atas 220 mmHg dan Tekanan diastolik diatas 120 mmHg. Pada kondisi pasien dapat diberikan tissue plasminogen activator (tPA), maka target dari penurunan tekanan darah adalah kurang dari 185 mmHg untuk tekanan sistolik dan 110 mmHg untuk tekanan diastolik, sebelum terapi trombolitik diberikan. Setelah diberikan terapi dan sebelum diberikan tPA, tekanan sitolik dapat dijaga kurang dari 180 mmHg dan diastolik kurang dari 105mmHg dalam 24 jam.
- Perdarahan Intraserebral Akut: Pemberian labetalol, nikardipin dan esmolol dapat dilakukan, hindari pemberian nitroprusside dan hidralazin. Tatalaksana didasarkan pada pemeriksaan peningkatan tekanan intrakranial. Apabia ada tanda dari peningkatan tekanan intrakranial, MAP dipertahankan dibawah 130 mmHg (atau tekanan sistolik dibawah 180 mmHg) pada 24 jam pertama seteah onset. Jika tidak terjadi peningkatan tekanan intrakranial, MAP dipertahankan dibawah 110 mmHg (atau tekanan sistoik dibawah 160 mmHg) pada 24 jam pertama setelah onset.
- Perdarahan subarachnoid: Pemberian labetalol, nikardipin dan esmolol dapat dilakukan, hindari pemberian nitroprusside dan hidralazin. Pertahankan MAP dibawah 160 mmHg hingga aneurisma teratasi atau vasospasme serebral terlihat.[5,7]
Hipertensi Emergensi pada Kegawat daruratan Kardiovaskular
Penurunan tekanan darah dalam waktu cepat diindikasikan pada kasus emergensi kardiovaskuar. Berikut ini adalah tatalaksana penurunan tekanan darah pada beberapa kasus emergensi pada kardiovskular:
- Diseksi Aorta: Pemberian labetalol, nikardipin, nitropruside dan esmolol serta morfin sulfat dapat menjadi pilihan. Secara cepat turunkan tekanan darah dimana tekanan sistolik dibawah 120 mmHg dalam 20 menit. Pertahankan tekanan sistolik dibawah 110 mmHg, kecuali muncul gejala gangguan hipoperfusi pada organ target.
- Sindrom Koroner Akut: pemberian beta bloker dan nitrogliserin dianjurkan, pada tekanan darah sistol diatas 160 mmHg dan diastol diatas 100 mmHg. Turunkan tekanan darah 20-30% dari nilai awal. Pemberian trombolitik dikontra indikasikan bila tekanan darah diatas 185/100 mmHg.
- Gagal Jantung Akut: terapi yang diberikan adalah nitrogliserin IV atau nitrogliserin sublingual dan enalaprilat IV. Tekanan darah optimal dipertahankan dibawah 130/80 mmHg.[5,7]
Hipertensi Emergensi pada Preeklampsia/Eklampsia
Pemberian labetalol, nikardipin, dan hidralazin dapat menjadi pilihan, hindari penggunaan nitropruside, ACEIs, ARB, dan renin inhibitor. Tekanan darah sistolik harus diturunkan dibawah 140 mmHg pada 1 jam pertama. Apabila jumlah hitung platelet kurang dari 100.000 sel /mm3, maka tekanan darah perlu dijaga dibawah 150/80 mmHg.[5]