Epidemiologi Krisis Hipertensi
Krisis hipertensi secara epidemiologi dapat ditemukan berkisar antara 1 hinggga 2% dari populasi yang mengalami hipertensi. Di wilayah Asia Tenggara sebanyak 36% populasi dewasa mengalami hipertensi.
Sebuah studi yang menilai prevalensi dari krisis hipertensi pada Instalasi gawat darurat selama 1 tahun disertai penilaian pada kerusakan target organ selama 24 jam pertama setelah krisis hipertensi ditegakan melaporkan bahwa frekuensi dari hipertensi urgensi adalah sebesar 76% sedangkan hipertensi emergensi adalah sebesar 24% dari seluruh kasus krisis hipertensi. Studi ini juga menemukan bahwa sebagian besar pasien yang mengalami krisis hipertensi memiliki gangguan pada ginjalnya.
Kasus krisis hipertensi juga diketahui ditemukan 2 kali lebih sering pada usia lanjut dan laki-laki dibandingkan pada wanita. Kasus ini juga lebih sering ditemukan pada kelompok dengan status ekonomi yang rendah dibandingkan dengan yang tidak. [3]
Prevalensi dari penyakit NCD (non-communicable disease) seperti stroke, diabetes, gangguan kardiovaskular, dan hipertensi telah meningkat selama 20 tahun terakhir di negara-negara berkembang terutama di wilayah Asia. Menurut WHO, hipertensi dinilai sebagai faktor risiko primer utama dari kedua penyebab kematian tertinggi di Indonesia yaitu stroke (21% dari angka kematian) dan penyakit jantung iskemik (9%).
Secara umum, prevalensi hipertensi di Indonesia antara tahun 1997 dan 2014 cukup tinggi yaitu antara 32% dan 42%, selama kurun waktu tersebut prevalensi hipertensi pada pria meningkat antara 32% ke 36% dan 35% ke 42% pada wanita.[4]