Diagnosis Krisis Hipertensi
Diagnosis krisis hipertensi perlu dinilai dan dibedakan sejak dini karena keadaan ini adalah suatu kegawatdaruratan. Diagnosis juga harus mampu membedakan antara hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi.
Anamnesis
Anamnesis yang baik diperlukan dalam mendiagnosis krisis hipertensi. Hal yang harus diperhatikan adalah kondisi pasien sebelumnya, derajat beratnya hipertensi saat ini, hingga manajemen yang telah diberikan untuk mengatasi hipertensinya. Anamnesis juga harus berfokus kepada keberadaan kerusakan organ target maupun kemungkinan terjadinya disfungsi organ, segala yang berhubungan dengan hipertensi pada pasien saat ini, hingga etiologi lain yang mendukung kondisi krisis hipertensi saat ini.
Berikut adalah beberapa gejala yang harus digali pada krisis hipertensi:
- Gejala neurobehaviour : penurunan kesadaran, parestesia, kejang, agitasi psikomotor, defisit neurologis
- Gejala kardiorespirasi : nyeri dada, sesak nafas, aritmia
- Lainnya : pandangan kabur, edema, epistaksis, kelainan pada saluran kemih (oliguria, hematuria)
Gejala klinis pada kerusakan organ target yang dapat ditemukan di antara nya infark serebral (24,5%), edema paru (22,5%), hipertensif ensefalopati (16,3%) dan gagal jantung kongestif (12%). Kondisi lainnya yang juga termasuk ke dalam kerusakan organ target adalah perdarahan intrakranial, diseksi aorta, infark miokard, gangguan retina dan ginjal (kerusakan ginjal akut), hingga eklampsia. Pada pasien hamil, krisis hipertensi dapat muncul pada kasus hipertensi yang memang sudah diderita sebelumnya, atau karena preeklampsia berat.
Riwayat hipertensi pasien sebelumnya harus digali beserta obat-obatan yang sedang diminum, baik obat antihipertensi hingga obat yang lain. Riwayat kerusakan organ sebelumnya juga perlu diketahui, seperti gagal ginjal atau stroke. Pada wanita, nilai periode menstruasi terakhir untuk melihat kemungkinan terjadinya kehamilan pada pasien.
Riwayat dari kondisi yang menjadi komorbid penyakit pasien juga sebaiknya digali seperti diabetes, merokok, hyperlipidemia, dan gagal ginjal kronik. Gejala dari penyakit lain yang mungkin menjadi etiologi juga dapat ditanyakan seperti terjadinya palpitasi, diaphoresis dan tremor mengindikasikan kearah pheokromositoma, atau peningkatan berat badan disertai penipisan dari lapisan kulit dapat dicurigai Sindrom Cushing.[3,5]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pun harus dapat mendukung adanya keterlibatan kerusakan organ target. Tekanan darah pasien tidak perlu diperiksa dalam posisi berdiri dan berbaring untuk menilai hipotensi akibat gangguan perfusi, tetapi harus dinilai pada kedua tangan (perbedaan yang bermakna, mengarah ke diseksi aorta).
Pemeriksaan mata dilakukan untuk menilai adanya perdarahan retina, hingga eksudat dan edema papil yang mengarah ke hipertensi emergensi. Peningkatan tekanan vena jugularis, crackles pada auskultasi paru, hingga edema perifer mengindikasikan ke arah gagal jantung kongestif. Gangguan pada sistem saraf pusat juga perlu dilakukan disertai pemeriksaan status mental.
Pada pemeriksaan nadi dan tekanan darah harap diperhatikan beberapa hal berikut.
- Periksa kondisi denyut nadi pada semua nadi perifer termasuk ektremitas atas, karotis, femoral dan ekstremitas bawah
- Ukur tekanan darah dengan teknik yang benar dan manset tekanan darah yang sesuai
- Ukur tekanan darah pada minimal kedua tangan dan, bila mungkin, sedikitnya pada salah satu kaki
- Auskultasi nadi karotis dan abdominal untuk melihat adanya bruit.
- Pemeriksaan kardiovaskular yang komprehensif sangat diperlukan. [3]
Anamnesis dan pemeriksaan fisik, tujuan utama nya adalah menentukan pasien mana yang mengalami krisis hipertensi akut dengan gejala kerusakan pada organ target dan memerlukan terapi parenteral segera. Diagnosis dan tatalaksana yang tepat dapat menurunkan risiko dari gangguan perfusi organ target sehingga mencegah terjadinya perburukan lebih lanjut.[5]
Pemeriksaan Penunjang
Berikut ini adalah beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan dalam membantu diagnosis krisis hipertensi, dan tentunya dilakukan ketika pasien sudah dalam kondisi stabil.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium seperti darah rutin hingga urin juga dapat dilakukan untuk mendukung diagnosis. Pemeriksaan fungsi ginjal dilakukan untuk melihat kerusakan organ target.
Pemeriksaan fungsi tiroid untuk mengeliminasi adanya kelainan endokrin, profil lipid, untuk mencari komorbiditas. Pemeriksaan Venylmandelic acid (VMA) urin/ Metanefrin/ 5 HIAA untuk menilai.
Penilaian kortisol plasma dan tes supresi deksametason untuk menilai Sindrom Cushing.
Pemeriksaan Radiologi
Beberapa pemeriksaan radiologi yang dapat diakukan :
- Rontgen Thoraks untuk melihat adanya kardiomegali atau kongesti pulmonal
- CT-Scan kepala non kontras untuk menilai terjadinya cedera pada kepala dan pembuluh darah serebral
- Echocardiography, untuk menilai adanya abnormalitas katup jantung, hingga kelainan dinding jantung
- Pemeriksaan arteri Ginjal untuk menilai terjadinya stenosis
Elektrokardiografi (EKG)
Elektrokardiografi (EKG) dilakukan untuk menilai apakah terjadi perubahan dari segmen ST dan T, bukti terjadinya LVH, iskemia atau aritmia. [3,5,6]