Pendahuluan Angioedema
Angioedema merupakan pembengkakan pada jaringan submukosa, subkutan dan dermis akibat peningkatan permeabilitas dari pembuluh kapiler disertai dengan ekstravasasi plasma lokal. Penyakit ini umumnya menyerang bibir, mata, dan wajah, tetapi dapat pula menyerang tubuh lain seperti saluran pencernaan, genital dan saluran pernapasan termasuk laring yang dapat mengancam nyawa. Penyebab tersering berkaitan dengan alergi, tetapi bisa juga nonalergi seperti herediter, didapat, akibat ACE inhibitor, aktivitas fisik dan idiopatik. [1,2]
Patofisiologi angioedema tersering adalah akibat dari pengeluaran mediator histamin atau bradikinin. Etiologi angioedema dapat diklasifikasikan menjadi alergi dan non alergi. Angioedema alergi disebabkan oleh hipersensitivitas terhadap alergen, bisa tipe I atau tipe IV (lambat). Sedangkan angioedema nonalergi terdiri dari angioedema herediter (Hereditary angioedema/HAE), angioedema didapat (Acquired Angioedema/AAE), angioedema akibat ACE inhibitor (Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor Angioedema/ACEI-AE), angioedema akibat aktivitas fisik (Physical Angioedema/PAE) dan angioedema idiopatik (Idiopathic Angioedema/IAE).[2,4,5]
Prevalensi global kasus angioedema adalah sekitar 40% dari pasien urtikaria, dan sekitar 10% angioedema hadir tanpa urtikaria. Sedangkan data prevalensi di Indonesia masih belum diketahui secara pasti.[3,6,7,8]
Diagnosis angioedema terutama dari pemeriksaan fisik yaitu ditemukan non pitting edema kulit dan mukosa dengan sensasi lebih menyakitkan daripada gatal. Pembengkakan terjadi jelas dan tiba-tiba, bisa di wajah, ekstremitas dan genitalia. Anamnesis ditujukan untuk mencari etiologi, sedangkan pemeriksaan tanda vital penting untuk menyingkirkan kemungkinan syok anafilaksis. Sebagian besar kasus angioedema biasanya tidak memerlukan pemeriksaan penunjang. [5,6,9]
Penatalaksanaan angioedema tergantung derajat keparahannya, yaitu angioedema berat yang disertai dengan edema laring, angioedema sedang, serta angioedema ringan. Pada angioedema ringan perlu dibedakan penatalaksanaan karena alergi atau nonalergi. [10]
Angioedema dapat menyebabkan komplikasi fatal seperti asfiksia bila mengenai laring. Prognosis angioedema bergantung dengan keparahan dan jenisnya. Karena itu pada edukasi perlu konseling tanda-tanda darurat akibat angioedema saluran napas.[4,9]
Edukasi yang juga perlu diberikan pada pasien dan keluarga adalah pada banyak kasus angioedema bisa sembuh spontan, obat-obatan dapat membantu mengatasi gejala lebih cepat. Pada angioedema kronis, herediter, idiopatik, atau berulang, disarankan untuk kontrol ke dokter ahli alergi imunologi. Bila diketahui faktor pencetusnya, maka pasien disarankan untuk menghindari pencetus tersebut. [4,9]