Diagnosis Kardiomiopati
Diagnosis kardiomiopati diawali dari kecurigaan adanya gejala gangguan jantung dan faktor risiko pada anamnesis, misalnya adanya sesak atau nyeri dada, dan temuan pemeriksaan klinis, misalnya adanya murmur jantung atau ronki pada basal paru. Konfirmasi diagnosis dilakukan menggunakan pemeriksaan penunjang dengan pilihan modalitas berupa EKG, ekokardiografi, cardiac magnetic resonance (CMR), cardiac computed tomography (CT kardiak), dan pencitraan nuklir. Selain itu, prosedur diagnostik seperti kateterisasi jantung dengan angiografi koroner atau biopsi endomiokard dapat diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis.
Anamnesis
Anamnesis yang harus digali pada kecurigaan kardiomiopati meliputi eksplorasi gejala yang diderita serta adanya faktor risiko kardiomiopati:
- Adanya sesak, nyeri dada, lemas, atau pingsan yang dipicu aktivitas
- Adanya bengkak pada ekstremitas bawah, perut semakin membuncit
-
Adanya orthopnea, paroxysmal nocturnal dyspnea, serta batuk / sesak seperti tenggelam di malam hari
- Rasa berdebar-debar atau denyut jantung yang ireguler
- Adanya konsumsi alkohol, kokain, amfetamin atau menjalani kemoterapi
- Riwayat penyakit sebelumnya: miokarditis viral
- Adanya penyakit sistemik lain seperti hemokromatosis, sarcoidosis, amyloidosis, atau keganasan
- Riwayat keluarga: adanya penyakit jantung atau kematian mendadak[2-4,7,8]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang harus diperhatikan pada kecurigaan kardiomiopati pada dasarnya serupa dengan gagal jantung, antara lain:
- Tanda-tanda vital
- Suara jantung: adanya pulsasi ireguler, murmur kardiak
- Suara paru: adanya ronki pada basal paru yang menunjukkan tanda kongesti
- Peningkatan tekanan vena jugular
- Hepatosplenomegali
- Asites
-
Pitting edema pada ekstremitas bawah[3,6]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding suatu jenis kardiomiopati pada dasarnya adalah jenis kardiomiopati yang lainnya, penyakit jantung koroner (iskemik/infark), athlete’s heart, atau perikarditis konstriktif.
Tabel 1.Diagnosis Banding Kardiomiopati
Diagnosis Banding | Kriteria Diagnosis | Pembeda |
Kardiomiopati Dilatasi | EF<50% dan dilatasi LV (EDV / diameter >2 SD dari predicted value yang dikoreksi berdasarkan usia dan body surface area) tanpa adanya penyakit jantung koroner | EKG: LVH Ekokardiografi: pembesaran ventrikel dengan ketebalan dinding normal atau menurun, disfungsi sistolik CMR: LGE negatif, atau positif di area tegangan tinggi seperti septum interventrikel di tempat insersi ventricular fiber atau area bukan persebaran arteri koroner |
Kardiomiopati Hipertrofi | Kriteria diagnosis: hipertrofi LV (ketebalan LV maksimal ≥15mm pada fase akhir diastole) tanpa adanya dilatasi LV | EKG: LVH, kompleks QRS lebar, Q patologis, T inversi Ekokardiografi: LVH tanpa etiologi jelas dan penurunan volume ventrikel |
Kardiomiopati Restriktif | Kriteria diagnosis: dilatasi RV dengan disfungsi global/regional | EKG: LVH Ekokardiografi: pembesaran biatrial, volume ventrikel normal atau menurun, dinding ventrikel kiri normal, fungsi sistolik normal, gangguan pengisian ventrikel, disfungsi diastolik |
Kardiomiopati Aritmogenik | Kriteria diagnosis: adanya kriteria mayor dan minor mencakup genetik, EKG, patofisiologi dan histopatologi | EKG: gangguan repolarisasi, adanya gelombang epsilon Ekokardiografi: kelainan dinding segmental baik dengan atau tanpa gangguan motion. RVOT >30mm dari parasternal long-axis view. |
Kardiomiopati Iskemik (Penyakit Jantung Koroner) | Diagnosis klinis nyeri dada dengan perubahan EKG yang menandakan iskemia/infark. | EKG: ST elevasi, ST depresi, T inversi, Q patologis Kateterisasi jantung dengan angiografi koroner: adanya sumbatan arteri koroner CMR: adanya LGE transmural dari subendocardial hingga ke epikardial sesuai penyebaran arteri koroner |
Athlete’s Heart | Dilatasi fisiologis LV disertai penurunan LVEF. Secara umum mirip dengan kardiomiopati dilatasi, hanya dapat dibedakan dengan penunjang. | Gejala: tidak ada EKG: normal Ekokardiografi: fungsi diastolik normal Cardiopulmonary testing: puncak VO2 tinggi CMR: dapat serupa dengan kardiomiopati dilatasi |
Perikarditis Konstriktif | Secara umum mirip kardiomiopati restriktif, hanya dapat dibedakan dengan penunjang. | Ekokardiografi: tidak ada penurunan aliran sistolik vena pulmonal akibat peningkatan aliran diastolik seperti yang ditemukan pada kardiomiopati restriktif CMR: penebalan perikard >4 mm pada gambaran T2-weighted black blood |
EF: ejection fraction. LV: left ventricle. LVH: left ventricular hypertrophy. EDV: end diastolic volume. CMR: cardiac magnetic resonance. LGE: late gadolinium enhancement. LVEF: left ventricular ejection fraction. RVOT: right ventricular outflow tract.
Sumber: dr. Alexandra, 2019.[4,7,9,12,16]
Pemeriksaan Penunjang
Berbagai jenis pemeriksaan penunjang memiliki peranan tersendiri dalam diagnosis kardiomiopati. Pemeriksaan laboratorium digunakan umumnya hanya untuk mengevaluasi kondisi medis pasien secara umum, serupa dengan pemeriksaan laboratorium pada pasien gagal jantung. Pemeriksaan penunjang baik EKG maupun pencitraan sering kali digunakan secara kombinasi, begitu pula dengan penunjang prosedural (kateterisasi jantung dengan angiografi koroner, biopsi endomiokard) guna menegakkan diagnosis jenis kardiomiopati tertentu atau menyingkirkan diagnosis banding.
EKG
Pemeriksaan EKG rutin dilakukan pada pasien yang dicurigai kardiomiopati. Pada pemeriksaan EKG dapat ditemukan kelainan-kelainan, antara lain:
-
Left ventricular hypertrophy (LVH): dapat ditemukan pada kardiomiopati dilatasi, restriktif, dan hipertrofi
- Kompleks QRS lebar, Q patologis, T inversi: ditemukan pada kardiomiopati hipertrofi
-
Low voltage dengan LVH: ditemukan pada kardiomiopati restriktif
- Gangguan repolarisasi dan gelombang amplitudo kecil pada akhir kompleks QRS (gelombang Epsilon): kardiomiopati aritmogenik
- ST elevasi, ST depresi, Q patologis, T inversi: dapat ditemukan pada kardiomiopati iskemik[3,9,16]
Pencitraan
Pemeriksaan pencitraan lini pertama yang rutin dilakukan pada pasien kardiomiopati adalah ekokardiografi. Perbedaan hasil ekokardiografi untuk tiap jenis kardiomiopati dijabarkan dalam Tabel 2.
Saat ini, CMR sudah menjadi baku emas dalam menilai volume ventrikel dan fraksi ejeksi serta dapat mengevaluasi miokard dengan gambaran lebih detail sehingga lebih menjadi pilihan. Selain itu, CT kardiak dan pencitraan nuklir juga memiliki ruang tersendiri dalam diagnosis jenis kardiomiopati tertentu.[3,4,9]
Tabel 2. Hasil Ekokardiografi Setiap Jenis Kardiomiopati
Jenis Kardiomiopati | Hasil Ekokardiografi |
Kardiomiopati Dilatasi | Pembesaran ruang ventrikel dengan ketebalan dinding ventrikel yang normal/berkurang, disertai disfungsi sistolik |
Kardiomiopati Hipertrofi | LVH tanpa etiologi yang jelas disertai penurunan volume ruang ventrikel |
Kardiomiopati Restriktif | Pembesaran biatrial, volume ventrikel normal/berkurang, ketebalan dinding ventrikel kiri normal, fungsi sistolik normal, penurunan pengisian ventrikel |
Kardiomiopati Aritmogenik | Kelainan dinding global/segmental dengan/tanpa gangguan motion |
Kardiomiopati Iskemik | Penurunan fraksi ejeksi ventrikel kiri <50%, akinesis pada kondisi akut, serta penipisan/penebalan miokard pada kondisi kronik |
Sumber: dr. Alexandra, 2019.[3,9,16]
Pemeriksaan Cardiac Magnetic Resonance (CMR):
CMR sudah menjadi baku emas dalam menegakkan diagnosis kardiomiopati dilatasi. CMR dapat mengevaluasi pembesaran ventrikel dan menghitung fraksi ejeksi, selain itu CMR dapat mengevaluasi fibrosis pada dinding jantung dengan gambaran late gadolinium enhancement (LGE), di mana adanya LGE (LGE positif) menandakan adanya area fibrosis yang menggantikan miokard normal. CMR juga bermanfaat dalam membantu menegakkan diagnosis kardiomiopati aritmogenik dengan ditemukannya kriteria mayor dan minor pada CMR. Selain itu, CMR juga dapat membedakan kardiomiopati restriktif dari pericarditis konstriktif.[2,3,9,16]
Pemeriksaan CT Kardiak:
CT kardiak adalah pemeriksaan noninvasif yang efektif dalam mengevaluasi struktur jantung dan katupnya, tipe hipertrofi miokard (konsentrik atau eksentrik), menilai hemodinamik/aliran darah yang melalui katup jantung, ada-tidaknya regurgitasi atau stenosis katup, serta mengeksklusi etiologi sumbatan arteri koroner. Pada kasus kardiomiopati dilatasi, CT kardiak sering dilakukan untuk mengeksklusi etiologi penyakit jantung koroner. Sementara pada kardiomiopati hipertrofi, CT kardiak digunakan untuk mengevaluasi hipertrofi miokard dan menilai obstruksi hemodinamik yang ditimbulkan.[3,9,16]
Pencitraan Nuklir:
Pencitraan nuklir seperti positron emission tomography (PET) atau myocardial perfusion single photon emission computed tomography (SPECT) juga bermanfaat dalam mengkuantifikasi perfusi miokard untuk mengeksklusi etiologi iskemik. Selain itu, PET scan dengan ambilan analog glukosa F-fluorodeoxyglucose terjadi pada penyakit inflamasi dan neoplasma, sehingga diketahui kemungkinan adanya keterlibatan penyakit sistemik lain.[2,3,9,16]
Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang rutin dilakukan pada kasus kardiomiopati pada dasarnya sama dengan pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada gagal jantung:
-
Enzim jantung troponin: untuk menilai adanya iskemia / infark miokard
- Kimia darah: urea, kreatinin, gula darah, albumin, transaminase
- Elektrolit: untuk menilai adanya ketidakseimbangan elektrolit yang dapat mengakibatkan gangguan irama jantung
-
Brain natriuretic peptide (BNP): untuk menilai ada/tidaknya gagal jantung[3,16]
Pemeriksaan Lainnya
Pemeriksaan lainnya yang berperan namun tidak rutin dilakukan pada kasus kardiomiopati, antara lain:
- Kateterisasi dengan angiografi koroner: dilakukan untuk menyingkirkan adanya penyebab sumbatan arteri koroner
- Biopsi endomiokard: dilakukan pada kecurigaan kardiomiopati restriktif karena penyakit infiltratif, misalnya amyloidosis atau sarkoidosis[2,3]