Penatalaksanaan Hipertensi Pulmonal
Penatalaksanaan hipertensi pulmonal bertujuan untuk mencapai status risiko rendah, yang ditandai dengan kemampuan aktivitas yang baik, kualitas hidup yang baik, fungsi ventrikel kanan yang baik, dan risiko mortalitas yang rendah, dengan kata lain, menjaga agar pasien tetap dalam kelas fungsional WHO II. Target tersebut tercapai dengan cerminan :
- Jarak berjalan selama 6 menit > 440 meter
- Tidak ada gejala gagal jantung kanan
- Tidak ada progresi gejala
- Tidak ada sinkop
B-type natriuretic peptide (BNP) < 300 ng/l
- VO2 puncak > 15 ml/menit/kg
- Tidak ada efusi perikardium
- Luas atrium kanan < 18 cm2
- Hemodinamik yang stabil (tekanan atrium kanan < 8 mmHg, indeks kardiak ≥ 2,5 liter/menit/m2, dan SVO2 > 65%) [1,12]
Strategi penatalaksanaan hipertensi pulmonal dapat dibagi menjadi 3 langkah utama, yakni :
- Tatalaksana tahap awal : terapi suportif, dan rujukan ke pusat kesehatan
- Tatalaksana tahap kedua : memulai medikamentosa spesifik untuk hipertensi pulmonal
- Tatalaksana tahap ketiga : evaluasi penatalaksanaan awal dan penilaian perlunya transplantasi paru [1,2,5]
Pentingnya Terapi Oksigen pada Hipertensi Pulmonal
Pasien dengan hipertensi pulmonal yang mendapatkan terapi oksigen suplemental dilaporkan memiliki risiko mortalitas yang lebih rendah secara signifikan dibandingkan kontrol. Secara umum, terapi oksigen jangka panjang harus dipertimbangkan pada :
- Pasien dengan PaO2 < 55 mmHg saat istirahat
- Pasien yang mengalami desaturasi oksigen saat aktivitas
- Pasien dengan saturasi oksigen < 88%
- Pasien dengan PaO2 56-59 mmHg atau SaO2 89% dengan bukti cor pulmonale, gagal jantung kanan, atau eritrositosis. [2,15]
Tatalaksana Tahap Awal
Tatalaksana tahap awal dilakukan dengan memberikan saran-saran kepada pasien mengenai aktivitas sehari-hari. Diagnosis hipertensi pulmonal mungkin dapat membuat pasien menjadi terisolasi dan membatasi diri dalam aktivitas sehari-hari. Pasien dapat disarankan untuk mengikuti support group atau menjalani fisioterapi untuk membantu meningkatkan kualitas hidup dan fungsi tubuh.
Pasien dengan kasus khusus seperti kehamilan, rencana pembedahan elektif, dan risiko infeksi memerlukan perhatian khusus dan saran dari ahli. Dukungan psikososial dari keluarga juga diperlukan dan perlu untuk didorong pada tahap awal ini. Ketaatan pengobatan pasien juga dievaluasi pada tahap ini untuk memastikan pasien berada dalam status risiko rendah.
Pasien hipertensi arteri pulmonal dengan tekanan O2 < 8 kPa yang ingin berpergian dengan pesawat (atau berada di ketinggian > 1500-2000 meter) mungkin memerlukan suplementasi oksigen selama perjalanan.
Terapi suportif dapat diberikan, berupa :
- Terapi oksigen untuk pasien dengan tekanan Oksigen persisten < 60 mmHg
- Pemberian diuretik : untuk pasien dengan gejala gagal ventrikel kanan dan retensi cairan
- Pemberian terapi antikoagulan
- Koreksi anemia [1,2,5]
Tatalaksana Tahap Kedua
Pemberian obat spesifik dilakukan pada tahap ini. Beberapa obat yang dapat diberikan, antara lain calcium channel blocker, antagonis reseptor endotelin, dan derivat prostasiklin. [4]
Calcium Channel Blocker
Penggunaan calcium channel blocker saat ini menurun, karena hanya beberapa pasien yang berespon memuaskan melalui penggunaan obat ini. Calcium channel blocker hanya digunakan pada pasien dengan hasil tes vasoreaktivitas akut yang baik. Jenis calcium channel blocker yang selama ini banyak digunakan adalah nifedipine, diltiazem, dan amlodipine. Pemilihan jenis calcium channel blocker didasarkan pada denyut jantung pasien di awal pemeriksaan, pasien dengan bradikardia biasanya diberikan nifedipine dan amlodipine.
Awal pemberian disarankan menggunakan dosis yang rendah. Sebagai contoh :
- Amlodipine slow release 2 x 30 mg
- Diltiazem 3 x 60 mg
Dosis ditingkatkan perlahan hingga mencapai dosis maksimum yang mampu ditoleransi pasien. [1,2,5]
Antagonis Reseptor Endotelin
Pasien dengan hipertensi pulmonal terbukti mengalami aktivasi sistem endotelin pada plasma dan paru-paru. Aktivasi endotelin-1 menyebabkan efek vasokonstriksi dan mitogenik dengan mengikat dua isiform reseptor endotelin, yakni reseptor tipe A dan B. Beberapa obat digunakan untuk mengurangi aktivasi sistem endotelin tersebut. Contohnya ambrisentan, bosentan, dan macitentan. Penggunaan obat-obatan ini memerlukan pemeriksaan fungsi hepar rutin. [1-3,5]
Inhibitor Fosfodiesterase Tipe 5 dan Stimulator Guanilat Siklase
Inhibisi fosfodiesterase tipe 5 akan menyebabkan vasodilatasi melalui jalur NO/cGMP. Vaskular paru memiliki cukup banyak fosfodiesterase tipe 5. Beberapa inhibitor fosfodiesterase tipe 5 yang dapat digunakan antara lain :
Sildenafil 3 x 20 mg per oral
Tadalafil 1 x 2,5-40 mg per oral
- Vaerdenafil 2 x 5 mg per oral
- Riociguat 3 x 2,5 mg per oral [1-3,5]
Derivat Prostasiklin
Prostasiklin diproduksi oleh sel-sel endotelial dan mampu menyebabkan vasodilatasi yang poten pada seluruh bagian vaskular. Pada hipertensi pulmonal, dapat ditemukan adanya disregulasi jalur metabolik prostasiklin. Beberapa obat golongan analog prostasiklin atau agonis reseptor prostasiklin yang dapat digunakan, antara lain :
- Epoprostenol, dosis awal 2-4 ng/kg/menit, dosis optimal 20-40 ng/kg/menit intravena
- Iloprost 2,5-5 ug/ inhalasi dengan dosis rata-rata 30 ug per hari
- Treprostinil, dosis optimal 20-80 ng/kg/menit [1-3,5]
Terapi Tahap Ketiga
Pada tahap ini, terapi yang sebelumnya sudah diberikan akan dievaluasi. Pemberian terapi kombinasi juga dapat dipertimbangkan dengan dua atau lebih kelas obat secara bersamaan. Penggunaan terapi kombinasi terbukti efektif dalam meningkatkan kualitas hidup pasien dan menurunkan status risiko dengan efek samping yang sama dengan penggunaan obat individual.
Terapi kombinasi dapat diberikan dari awal, maupun sekuensial. Saat ini, terapi kombinasi lebih banyak digunakan secara sekuensial setelah penggunaan obat tunggal yang kurang efektif dan memerlukan tambahan medikamentosa. Pemilihan kombinasi obat didasari pada kelas fungsional WHO, contoh :
- Ambrisentan + tadalafil : untuk kelas fungsional II
- Macitentan sebagai tambahan untuk sildenafil : untuk kelas fungsional III
- Sildenafil sebagai tambahan untuk epoprostenol : untuk kelas fungsional IV
Selain terapi medikomentosa kombinasi, dapat dilakukan septostomi atrium dengan balon, tujuannya untuk menciptakan shunt atrium kanan ke atrium kiri, untuk menyebabkan dekompresi jantung kanan dan meningkatkan preload ventrikel kiri dan curah jantung. Tindakan ini dapat meningkatkan transpor oksigen bahkan pada kondisi desaturasi arteri.
Transplantasi paru dapat dipertimbangkan pada pasien dengan kelas fungsional III atau IV yang mengalami kegagalan terapi. Transplantasi paru terbukti dapat meningkatkan kualitas hidup dan menghasilkan angka kesintasan 5 tahun sebesar 52-75% dan 10 tahun sebesar 45-66%. Kegagalan terapi merupakan kondisi tidak adanya kemajuan respon klinis setelah pemberian monoterapi awal yang dilanjutkan dengan rujukan menuju pusat kesehatan yang lebih baik dan pemberian terapi kombinasi yang maksimal. [1-3,5]