Prognosis Atrial Flutter
Prognosis atrial flutter buruk karena dapat meningkatkan risiko kematian hingga 2 kali lipat dibandingkan individu yang tidak mengalami atrial flutter.
Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada pasien dengan atrial flutter berkaitan dengan perjalanan penyakit atau prosedur kuratif yang digunakan.
Komplikasi yang berkaitan dengan perjalanan penyakit antara lain kejadian tromboembolisme, infark miokard, gagal jantung, kekambuhan atrial flutter, dan pembentukan atrial fibrilasi baru.
Sementara itu, komplikasi yang dapat terjadi setelah tindakan kuratif misalnya kardioversi atau ablasi kateter, antara lain stroke, gagal jantung, efusi perikardium, dan henti jantung mendadak. [27,52]
Prognosis
Prognosis pasien yang mengalami atrial flutter sangat ditentukan oleh usia saat terdiagnosis, komorbiditas, adanya aritmia lain, serta kepatuhan terhadap pedoman klinis.
Pengaruh Usia pada Prognosis
Pada bayi dan anak-anak, atrial flutter tunggal tanpa disertai kelainan jantung kongenital maupun riwayat operasi jantung, memiliki prognosis yang baik. Atrial flutter pada populasi ini biasanya hanya terjadi sekali karena suatu pencetus yang sifatnya reversibel tanpa disertai kekambuhan maupun komplikasi serius. [19]
Pada individu dewasa dan lansia, atrial flutter berkaitan dengan peningkatan risiko atrial fibrilasi, infark miokard, gagal jantung, stroke, dan kematian. [27]
Pengaruh Komorbiditas pada Prognosis
Komorbiditas yang menyertai atrial flutter meningkatkan risiko komplikasi pasca pengobatan. Di sisi lain, penyakit penyerta juga berkaitan dengan tingkat keberhasilan terapi yang lebih rendah dibandingkan pada pasien tanpa penyakit penyerta. [41]
Pengaruh Kepatuhan Pedoman Klinis pada Prognosis
Kepatuhan terhadap pedoman klinis yang memandu regimen pengobatan atrial flutter juga terlihat berpengaruh terhadap prognosis pasien dengan atrial flutter. Pada sebuah studi observasi di Perancis, kepatuhan pengobatan antitrombotik untuk atrial flutter sesuai pedoman klinis berkaitan dengan penurunan risiko kematian dan stroke hingga 50% dibandingkan pasien yang mendapat terapi di bawah standar pedoman klinis. [53]