Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • SKP Online
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit
  • Obat
  • Tindakan Medis
Penatalaksanaan Atrial Flutter general_alomedika 2019-11-28T10:57:26+07:00 2019-11-28T10:57:26+07:00
Atrial Flutter
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Penatalaksanaan Atrial Flutter

Oleh :
Sunita
Share To Social Media:

Prinsip penatalaksanaan atrial flutter yang optimal memiliki empat komponen penting, yaitu pengendalian laju ventrikel, pengembalian irama sinus, pencegahan tromboembolisme, dan pemeliharaan irama sinus.

Hingga kini pedoman penatalaksanaan atrial flutter masih menjadi bagian dari pedoman klinis takikardi supraventrikuler (SVT). [1] Pada pedoman klinis lainnya, komponen pencegahan stroke dan tromboembolisme pada atrial flutter masih dianggap sama dengan atrial fibrilasi (AF). [5,31] Di sisi lain, bukti mutakhir menunjukkan bahwa risiko trombosis intraatrial dan stroke pada pasien atrial flutter lebih rendah dibandingkan pada pasien dengan AF namun tetap lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol. [1,30,43] Hal ini mengisyaratkan bahwa kepatutan regimen antitrombotik dan metode skoring risiko tromboembolisme pada pasien dengan atrial flutter mungkin perlu dilakukan dengan pendekatan yang berbeda.

Pengendalian Laju Ventrikuler

Pengendalian laju ventrikuler pada atrial flutter bertujuan untuk mencegah gangguan hemodinamik, memperbaiki gejala, serta mencegah kardiomiopati imbas aritmia (arrhythmia-induced cardiomyopathy/AIC). Keberhasilan pengendalian laju ventrikuler pada atrial flutter biasanya tidak sebaik seperti yang diharapkan pada atrial fibrilasi (AF). Namun, hal ini tetap perlu dipertimbangkan dengan pemberian obat oral maupun intravena dengan efek langsung terhadap nodus atrioventrikular. [1]

Penghambat Reseptor Beta dan Penghambat Kanal Kalsium Non Dihidropiridin

Jika kondisi hemodinamik pasien stabil, penghambat reseptor beta atau penghambat kanal kalsium non dihidropiridin (verapamil, diltiazem) dapat dipertimbangkan untuk mencapai pengendalian laju ventrikuler. Kedua obat ini memiliki efektivitas yang sebanding.

Pemilihan salah satu dari kedua golongan obat ini ditentukan dari komorbiditas yang dialami pasien. Penghambat reseptor beta lebih tepat diberikan pada pasien dengan iskemia miokard, infark miokard, hipertiroidisme, dan kondisi pascaoperasi. Namun harus dihindari pada pasien dengan penyakit jalan napas reaktif seperti asthma dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). [44,45]

Sementara itu, diltiazem  dan verapamil sebaiknya tidak digunakan pada pasien dengan gagal jantung tahap lanjut, atrial flutter disertai blokade jantung, dan disfungsi nodus sinus tanpa pemakaian terapi pacu jantung. [1,46]

Digoxin

Pada pasien dengan atrial flutter yang disertai AF atau respons penurunan laju ventrikuler yang kurang optimal dengan pemberian penghambat beta atau penghambat kanal kalsium, digoxin dapat ditambahkan sebagai terapi lini kedua.

Tinjauan sistematik mutakhir yang dilakukan Sethi et al menunjukkan bahwa digoxin memang lebih baik dibandingkan plasebo dalam mencapai kendali laju ventrikuler, namun tidak lebih dibandingkan penghambat beta, penghambat kanal kalsium, maupun amiodarone. [47]

Amiodarone

Jika penggunaan penghambat beta dan kanal kalsium tidak efektif atau pasien memiliki penyakit penyerta yang berat, gagal jantung akut, atau instabilitas hemodinamik, pemberian amiodarone intravena dapat dipertimbangkan. Sebelum penggunaan amiodarone dimulai, pasien harus dipastikan tidak memiliki riwayat preeksitasi. Pertimbangan risiko serta manfaat pemberian antikoagulan sebaiknya.

Atas pertimbangan profil toksisitasnya yang luas, penggunaan amiodarone intravena dalam jangka panjang tidak disarankan. [1,5]

Pengembalian Irama Sinus

Pengembalian irama sinus pada atrial flutter dianggap sebagai strategi yang lebih baik dibandingkan pengendalian laju. Penghentian atrial flutter dengan cara pengembalian irama sinus berkaitan dengan perbaikan gejala dan peningkatan kapasitas fungsional dan kualitas hidup, serta pencegahan tromboembolisme serta kardiomiopati imbas aritmia. [1,48] Oleh sebab itu, strategi pengembalian irama sinus diperuntukkan bagi pasien yang tidak memiliki kontraindikasi terhadap terapi antikoagulasi, terbukti memiliki trombus intraatrial, atau pasien dengan gejala yang berat akibat atrial flutter dan mengalami instabilitas hemodinamik akibat atrial flutter. [49]

Modalitas terapi untuk pengembalian irama sinus mencakup terapi kardioversi elektrik, kardioversi farmakologi, overdrive atrial pacing (OAP), dan ablasi kateter radiofrekuensi (radiofrequency catheter ablation/RFCA).

Pemilihan metode kardioversi dipengaruhi oleh durasi atrial flutter, keparahan gejala pasien, kecukupan pengendalian laju ventrikuler, dan risiko tromboembolisme. Kardioversi dini dipertimbangkan bagi pasien  dengan atrial flutter disertai instabilitas hemodinamik dan laju ventrikel yang tinggi. Kardioversi juga diperlukan pada pasien dengan kondisi hemodinamik stabil namun simptomatik berkaitan dengan atrial flutter persisten dan pengendalian laju ventrikel yang belum optimal. Jika kondisi pasien stabil, gejala minimal, dan denyut jantung terkendali baik, pengembalian irama sinus bisa ditunda dan direncanakan tindakan ablasi kateter. [1,5,50]

Terapi Antikoagulan

Terapi antikoagulan pada atrial flutter masih sesuai dengan rekomendasi strategi antikoagulasi pada atrial fibrilasi (AF). Sebelum memberikan terapi antikoagulasi, stratifikasi risiko dengan menggunakan skor CHADS2 dan CHA2DS2-VASc.

  • Jika pasien mengalami AF non valvular atau atrial flutter dengan skor CHA2DS2-VASc adalah 0, pemberian terapi antitrombotik dapat ditunda

  • Jika pasien memiliki riwayat stroke atau skor CHA2DS2-VASc ≥ 2, pemberian antikoagulan disarankan dengan pilihan berupa warfarin, dabigatran, rivaroxaban, atau apixaban

  • Pada pasien dengan skor CHA2DS2-VASc ≥ 2 dan gagal ginjal stadium akhir (bersihan kreatinin < 15 ml/menit) atau dalam terapi hemodialisis, pilihan obat antikoagulan yang disarankan adalah warfarin oral
  • Jika pasien memiliki gagal ginjal derajat sedang-berat, dabigatran atau rivaroxaban masih dapat diberikan namun dosisnya diturunkan. [5]

Bila Atrial Flutter Berlangsung > 48 jam 

Pada pasien dengan atrial flutter yang telah berlangsung minimal 48 jam atau durasinya tak diketahui, terapi antikoagulasi dengan warfarin selama minimal 3 minggu sebelum hingga 4 minggu setelah kardioversi patut dipertimbangkan. Namun, bila pasien dengan atrial flutter > 48 jam memerlukan kardioversi dini, pemberian antikoagulan harus segera dimulai sebelum tindakan kardioversi dan diteruskan selama minimal 4 minggu pasca kardioversi.

Bila Atrial Flutter Berlangsung < 48 jam 

Bila atrial flutter berlangsung < 48 jam dan risiko stroke tinggi, heparin intravena atau dabigatran atau rivaroxaban dapat dipertimbangkan sebelum atau segera setelah kardioversi, dan dilanjutkan dengan pemberian antikoagulan jangka panjang. [5]

Penghentian Antikoagulan 

Terapi antikoagulan dapat dihentikan apabila telah berlangsung minimal 4 minggu serta tidak terdapat bukti rekurensi atrial flutter dan tidak ada risiko stroke. [51]

Kardioversi Elektrik

Kardioversi elektrik tersinkronisasi dapat dipertimbangkan pada pasien atrial flutter) dengan kondisi stabil untuk mencegah kardiomiopati imbas aritmia. [1] Jika pasien dipertimbangkan untuk menjalani kardioversi dini namun belum pernah mendapat terapi antikoagulan adekuat, ekokardiografi transesofageal (TEE) dapat dilakukan untuk memastikan apakah terdapat trombus intraatrial, khususnya pada pasien atrial flutter yang datang setelah 48 jam sejak onset gejala. [31]

Kardioversi elektrik memiliki angka keberhasilan yang cukup tinggi (95%) dan dapat dicapai dengan tingkat energi listrik yang lebih rendah (5-50 Joule). Meskipun kardioversi elektrik lebih efektif dibandingkan kardioversi farmakologi, metode ini memerlukan persiapan yang lebih banyak terkait kebutuhan sedasi dan anestesi, serta tidak disarankan bagi pasien dengan toksisitas digitalis, hipokalemia berat, dan ketidakseimbangan elektrolit yang belum terkoreksi. [1]

Kardioversi Farmakologi

Kardioversi farmakologis tidak lebih efektif dibandingkan kardioversi tersinkronisasi dalam mengembalikan irama sinus pada kasus atrial flutter. Ibutilide dan dofetilide oral maupun intravena merupakan obat pilihan pertama untuk kardioversi farmakologi pada pasien dengan atrial flutter walaupun kedua obat ini belum tersedia di Indonesia.

Ibutilide intravena dapat mengembalikan irama sinus pada hampir 60% kasus atrial flutter. Namun, pasien yang mendapat ibutilide lebih rentan mengalami torsades de pointes (TdP) sehingga pemantauan EKG kontinyu. [1]

Pemeliharaan Irama Sinus

Pemeliharaan irama sinus biasanya tidak diperlukan pada atrial flutter yang berkaitan dengan penyakit tertentu seperti infark miokard dan hipertiroidisme. Namun, pada atrial flutter yang tak memiliki faktor pencetus reversibel yang perlu dikoreksi atau tidak berespons adekuat dengan terapi farmakologi, pemeliharaan irama sinus dengan modalitas ablasi kateter radiofrekuensi (RFCA) mungkin diperlukan. Sebagai alternatif terhadap ablasi kateter, terapi pemeliharaan irama sinus menggunakan obat antiaritmia dapat menjadi pilihan walaupun tingkat efektivitasnya lebih rendah.

Ablasi Kateter Radiofrekuensi (RFCA)

Sebagai terapi lini pertama untuk pemeliharaan irama sinus pada atrial flutter, ablasi kateter radiofrekuensi (RFCA) memiliki efektivitas yang cukup tinggi dengan tingkat keberhasilan lebih dari 90%. RFCA merupakan pilihan yang lebih baik daripada terapi antiaritmia jangka panjang pada kasus atrial flutter tipikal. Ablasi isthmus kavotrikuspid sebagai target terapi RFCA secara efektif menghambat re-entry pada sirkuit.

RFCA diindikasikan tak hanya pada atrial flutter tipikal yang simptomatik atau refrakter terhadap pemberian obat pengendali laju ventrikel saja tapi juga dapat bermanfaat pada pengobatan atrial flutter atipikal yang refrakter terhadap pemberian obat antiaritmia. [1]

Obat Antiaritmia

Beragam obat antiaritmia dapat digunakan untuk pemeliharaan irama sinus pada pasien atrial flutter yang tidak dapat menjalani ablasi kateter. Amiodarone, dofetilide, dan sotalol merupakan obat antiaritmia pilihan pada kondisi ini. Obat-obatan tersebut bekerja dengan menghambat pemicu dan mengubah substrat atrium agar tidak rentan terhadap atrial flutter yang refrakter.

Walaupun amiodarone memiliki risiko toksisitas yang cukup tinggi, pemberian obat ini masih dapat dipertimbangkan khususnya pada pasien dengan gagal jantung.

Dofetilide dapat menjadi alternatif yang lebih baik dibandingkan amiodarone, namun hanya boleh diberikan pada skenario rawat inap di rumah sakit. Pengaruh dofetilide terhadap fungsi ginjal dan perubahan EKG menyebabkan perlunya pemantauan interval QT dan fungsi ginjal berkala.

Sotalol belum tersedia di Indonesia. [1,5]

Referensi

1. Page RL, Joglar JA, Caldwell MA, Calkins H, Conti JB, Deal BJ, et al. 2015 ACC/AHA/HRS Guideline for the Management of Adult Patients With Supraventricular Tachycardia: A Report of the American College of Cardiology/American Heart Association Task Force on Clinical Practice Guidelines and the Heart Rhythm Society. J Am Coll Cardiol [Internet]. 2016 Dec 5;67(13):e27–115. Available from: http://circ.ahajournals.org/lookup/doi/10.1161/CIR.0000000000000310
5. January CT, Wann LS, Alpert JS, Calkins H, Cigarroa JE, Cleveland JC, et al. 2014 AHA/ACC/HRS Guideline for the Management of Patients With Atrial Fibrillation. Circulation [Internet]. 2014 Dec 2;130(23):183–8. Available from: https://www.ahajournals.org/doi/10.1161/CIR.0000000000000041
30. Cresti A, García-Fernández MA, De Sensi F, Miracapillo G, Picchi A, Scalese M, et al. Prevalence of auricular thrombosis before atrial flutter cardioversion: A 17-year transoesophageal echocardiographic study. Europace. 2016;18(3):450–6.
31. Andrade JG, Verma A, Mitchell LB, Parkash R, Leblanc K, Atzema C, et al. 2018 Focused Update of the Canadian Cardiovascular Society Guidelines for the Management of Atrial Fibrillation. Can J Cardiol [Internet]. 2018;34(11):1371–92. Available from: https://doi.org/10.1016/j.cjca.2018.08.026
43. Lin Y-S, Chen Y-L, Chen T-H, Lin M-S, Liu C-H, Yang T-Y, et al. Comparison of Clinical Outcomes Among Patients With Atrial Fibrillation or Atrial Flutter Stratified by CHA 2 DS 2 -VASc Score. JAMA Netw Open [Internet]. 2018;1(4):e180941. Available from: http://jamanetworkopen.jamanetwork.com/article.aspx?doi=10.1001/jamanetworkopen.2018.0941
44. Thein PM, White K, Banker K, Lunny C, Mirzaee S, Nasis A. Preoperative Use of Oral Beta-Adrenergic Blocking Agents and the Incidence of New-Onset Atrial Fibrillation After Cardiac Surgery. A Systematic Review and Meta-Analysis. Heart Lung Circ [Internet]. 2018 Mar;27(3):310–21. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/29129562
45. Hines MC, Reed BN, Ivaturi V, Bontempo LJ, Bond MC, Hayes BD. Diltiazem versus metoprolol for rate control in atrial fibrillation with rapid ventricular response in the emergency department. Am J Health Syst Pharm [Internet]. 2016 Dec 15;73(24):2068–76. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/27919874
46. Verma A, Macle L, Cox J, Skanes AC. Canadian Cardiovascular Society atrial fibrillation guidelines 2010: Catheter ablation for atrial fibrillation/atrial flutter. Can J Cardiol. 2011;27(1):60–6.
47. Sethi NJ, Nielsen EE, Safi S, Feinberg J, Gluud C, Jakobsen JC. Digoxin for atrial fibrillation and atrial flutter: A systematic review with meta-analysis and trial sequential analysis of randomised clinical trials. PLoS One [Internet]. 2018;13(3):e0193924. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/29518134
48. Weng C-J, Li C-H, Liao Y-C, Lin C-C, Lin J-C, Chang S-L, et al. Rhythm control better prevents stroke and mortality than rate control strategies in patients with atrial fibrillation - A nationwide cohort study. Int J Cardiol [Internet]. 2018 Nov;270:154–9. Available from: https://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0167527318334636
49. Sethi NJ, Feinberg J, Nielsen EE, Safi S, Gluud C, Jakobsen JC. The effects of rhythm control strategies versus rate control strategies for atrial fibrillation and atrial flutter: A systematic review with meta-analysis and Trial Sequential Analysis. PLoS One [Internet]. 2017;12(10):e0186856. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/29073191
50. Marinelli A, Capucci A. Pharmacologic Conversion of Atrial Fibrillation and Atrial Flutter. Card Electrophysiol Clin [Internet]. 2010;2(3):393–407. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/j.ccep.2010.06.002
51. Herzog E, Argulian E, Levy SB, Aziz EF. Pathway for the Management of Atrial Fibrillation and Atrial Flutter. Crit Pathw Cardiol. 2017;16(2):47–52

Diagnosis Atrial Flutter
Prognosis Atrial Flutter
Diskusi Terbaru
Anonymous
Hari ini, 20:56
Acuan untuk jasa dan tindakan yang dijamin BPJS berbeda2 menurut faskes
Oleh: Anonymous
3 Balasan
Acuan untuk jasa dan tindakan yang dijamin BPJS berbeda2 menurut faskes, apakah ada sejawat yang memiliki acuan tarif pelayanan dokter?, Baik tindakan maupun...
dr. I Made Bayu Indratama, Sp.PD
Hari ini, 18:46
BLOOD 2022
Oleh: dr. I Made Bayu Indratama, Sp.PD
1 Balasan
Bali Hematology and Oncology Update (BLOOD) 2022
Anonymous
Hari ini, 15:44
Serumen prop pada pasien perforasi membran timpani
Oleh: Anonymous
2 Balasan
Alo dok !Bagaimana tatalaksana serumen prop pada pasien dengan perforasi membran timpani?Apakah irigasi harus dengan cairan h2o2 atau dengan air hangat saja...

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya, Gratis!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2021 Alomedika.com All Rights Reserved.