Etiologi Angina Pektoris
Secara prinsip, ketidakseimbangan kebutuhan dan pasokan oksigen di kardiomiosit merupakan etiologi angina pektoris. Pada aterosklerosis koroner, aliran darah koroner terganggu sehingga angina pektoris terjadi di tengah peningkatan kebutuhan oksigen.
Namun, aliran darah koroner dapat pula terganggu walaupun tidak terdapat suatu penyakit jantung koroner epikardial. Hal ini dapat ditemui pada kasus penyakit katup aorta berat disertai hipertrofi ventrikel kiri, hipertensi sistemik, kardiomiopati dilatasi idiopatik, dan kardiomiopati hipertrofik. Pada pasien dengan hipertrofi ventrikel kiri (left ventricular hypertrophy/LVH), iskemia terjadi akibat kurangnya kepadatan kapiler, perubahan patologis pada arteri dan arteriol intramiokard, penurunan cadangan aliran koroner, serta peningkatan tekanan diastolik di lapisan subendokardium. [22,23] Penyakit jantung koroner epikardial non obstruktif yang disertai disfungsi endotel dan gangguan cadangan aliran koroner juga dapat menyebabkan angina mikrovaskuler. [24,25]
Pada kondisi anemia berat atau hemoglobinopati, pasokan oksigen secara kronik menurun. Situasi semacam ini dapat menyebabkan iskemia atau jejas miokard serta manifestasi angina pektoris yang dipengaruhi oleh penurunan ambang iskemia. [1,21]
Faktor Risiko
Manajemen berbagai faktor risiko penyakit jantung koroner merupakan kunci dalam mengurangi kejadian angina pektoris maupun progresivitas menuju sindrom koroner akut.
Dyslipidemia
Beberapa penelitian menemukan bahwa terdapat risiko kejadian koroner seiring dengan peningkatan kolesterol LDL pada pria dan wanita yang sebelumnya tidak memiliki penyakit jantung iskemik. Fenomena serupa juga terjadi pada pasien yang mengalami angina pektoris akibat penyakit jantung iskemik stabil. [26]
Hipertensi
Hipertensi juga meningkatkan risiko kematian terkait kejadian kardiovaskuler yang dapat menurun dengan strategi penanganan hipertensi yang optimal. [27]
Diabetes Mellitus
Pasien dengan diabetes melitus (DM) berisiko 2-4 kali lipat lebih tinggi terhadap penyakit jantung dan lebih mungkin memiliki risiko lesi arteri koroner yang difus dan luas. Hal ini sangat mungkin berkaitan dengan luaran yang lebih buruk pada pasien penyakit jantung iskemik disertai DM dibandingkan tanpa DM. [5,28]
Gaya Hidup Sedentari
Walaupun mekanisme yang mendasari peran gaya hidup sedentari pada peningkatan risiko penyakit kardiovaskuler belum diketahui, kurangnya aktivitas fisik ditemukan lebih sering pada individu yang memiliki penyakit jantung dibandingkan orang sehat. [29]
Terdapat bukti yang menemukan bahwa rehabilitasi jantung berbasis aktivitas fisik dapat menurunkan risiko kematian kardiovaskuler hingga 26% serta mengurangi angka perawatan di RS. Namun, hal tersebut tidak berkaitan dengan penurunan mortalitas total yang mungkin berhubungan dengan adanya komorbiditas lain yang berpengaruh pada angka kematian. [30]
Berat Badan Berlebih
Kegemukan sangat berkaitan dengan risiko kejadian kardiovaskuler. Pada individu yang gemuk (IMT 25-29,9 kg/m2) dan sangat gemuk (IMT > 30 kg/m2), risiko kejadian kardiovaskuler masing-masing meningkat 32% dan 81% dibandingkan individu dengan berat badan normal. [5]
Merokok
Merokok juga diketahui memiliki hubungan dosis-respons dengan risiko kardiovaskuler sebagaimana ditunjukkan oleh risiko relatif kejadian kardiovaskuler hingga 5 kali lipat pada perokok berat dibandingkan bukan perokok. [5]