Patofisiologi Obesitas
Beberapa studi menunjukkan bahwa patofisiologi obesitas sebagian besar berhubungan dengan faktor genetik. Gen fat mass and obesity-associated (FTO) dikaitkan dengan adipositas. Gen ini memiliki banyak varian yang meningkatkan risiko obesitas. [2]
Banyak hormon perifer pada sistem saraf pusat yang berperan dalam kontrol nafsu makan, intake makanan, food reward, dan adiksi makanan. Makanan dan obat dapat mengaktifkan sistem reward mesolimbik dopamin yang penting dalam regulasi adiksi pada manusia.
Leptin, hormon anoreksigenik, meregulasi metabolisme lemak dengan menstimulasi lipolisis dan inhibisi lipogenesis. Leptin memberi sinyal rasa kenyang pada hipotalamus dan kemudian akan mengurangi intake makanan dan menyimpan lemak sambil memodulasi pengeluaran energi dan metabolisme karbohidrat untuk mencegah pertambahan berat badan. Defek pada leptin atau reseptor leptin berakibat pada peningkatan kadar leptin pada sirkulasi. [10,11]
Insulin, sebagai hormon pankreas, memiliki peranan dalam homeostasis glukosa. Insulin dapat menembus sawar darah otak dan berikatan dengan reseptor di nukleus arkuata hipotalamus untuk mengurangi asupan makanan. Resistensi insulin sentral mirip dengan resistensi leptin sentral dianggap berpengaruh pada perkembangan obesitas.
Selanjutnya substansi yang berasal dari saluran pencernaan seperti kolesistokinin (CCK), glucagon-like peptide-l (GLP-1), peptide YY3-36 (PYY3-36), dan ghrelin, juga terlibat dalam menyampaikan informasi tentang status energi melalui hormonal gut-brain axis primarily targeting the hypothalamus (HPAL) dan batang otak, serta dapat secara langsung atau tidak langsung berinteraksi dengan jalur mesolimbik dopamin otak tengah untuk mempengaruhi intake makanan. [10]