Diagnosis Ginekomastia
Diagnosis gynecomastia terutama pada pemeriksaan fisik terlihat ketidaknormalan bentuk, ukuran, ptosis, dan asimetri pada payudara pasien pria. Saat palpasi ditentukan adanya kelebihan jaringan kulit atau massa padat pada payudara. Dari anamnesis penting diketahui onset, kecepatan pertumbuhan, adanya rasa nyeri, serta dicari faktor risiko terjadinya gynecomastia. Pemeriksaan penunjang diperlukan bila dicurigai gynecomastia patologis.
Anamnesis
Data penting yang perlu digali dari anamnesis adalah mencari etiologi, dengan menanyakan onset, kecepatan perkembangan payudara, dan ada tidaknya nyeri. Onset gynecomastia fisiologis biasa terjadi pada bayi baru lahir, remaja, atau usia lanjut. Perkembangan payudara yang cepat lebih dicurigai etiologi keganasan, sedangkan nyeri jarang dirasakan pada kanker payudara.[1,9]
Anamnesis juga harus ditanyakan berbagai faktor risiko, baik konsumsi obat-obatan tertentu, penambahan berat badan, serta gejala penyakit seperti hipertiroid, gangguan liver atau gagal ginjal. Riwayat penurunan nafsu makan, penurunan berat badan, malaise, gangguan penglihatan, dan pendengaran dapat mengarahkan kita pada diagnosis tumor hipofisis atau tumor pada organ lain. [1,9]
Anamnesis mengenai persepsi pasien dan keluhan psikososial juga penting untuk dieksplorasi, karena remaja dengan gynecomastia seringkali memiliki tingkat kepercayaan diri, fungsi sosial, dan status kesehatan mental yang rendah. [3,9]
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, inspeksi dilakukan untuk menilai bentuk, ukuran, ptosis, dan asimetri pada payudara. Selanjutnya, palpasi dilakukan untuk membantu perkiraan ukuran payudara, mengidentifikasi adanya kelebihan jaringan kulit, dan massa padat pada payudara. Pemeriksaan palpasi juga dapat memperkirakan komponen penyusun payudara dan distribusi jaringan yang berlebih, sehingga dapat dinilai kelainan morfologi untuk membantu menentukan pilihan terapi bagi pasien.[1,6]
Pemeriksaan fisik lain yang penting dilakukan adalah pemeriksaan testis untuk mengeksklusikan adanya massa tumor pada testis.[1]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding gynecomastia terutama adalah membedakan antara gynecomastia fisiologis dan patologis, karena prognosis dari setiap kondisi sangat berbeda satu. Apabila kecurigaan mengarah pada kasus secondary gynecomastia, maka diagnosis perlu dipertajam untuk mengidentifikasi kelainan patologis yang mendasarinya. Diagnosis banding lain pada kasus ini adalah pseudogynecomastia. dan kanker payudara pada pasien pria.
Pseudogynecomastia
Adalah pembesaran area payudara murni karena peningkatan timbunan lemak pada area tersebut, sehingga tidak ada pembesaran kelenjar payudara yang teraba pada pemeriksaan palpasi. [2]
Kanker Payudara Pria
Prevalensi kanker payudara pada pria hanya 0,2% dari seluruh kasus kanker pada pria. Walaupun sangat jarang, namun alasan pasien gynecomastia berkonsultasi ke dokter terutama untuk menyingkirkan diagnosis ini. Faktor risiko kanker payudara di antaranya riwayat keluarga positif kanker payudara (BRCA2), berada lama di lingkungan bersuhu tinggi, terpapar gas emisi, radiasi ke dada, dan kerusakan liver. Kanker payudara berkembang cepat dan pada pemeriksaan teraba massa keras, immobile dan tidak tenderness, retraksi kulit dan puting, nipple discharge dan limfadenopati aksila. [9,10]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang diindikasikan hanya bila dicurigai adanya gynecomastia patologis/sekunder.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah:
- Pemeriksaan kadar hormon yang berkaitan dengan aksis hipofisis-gonadal dan hormon tiroid, konsultasi pada bagian endokrinologi penting untuk dilakukan bila terdapat kecurigaan gynecomastia patologis/sekunder yang berhubungan dengan kelainan hormonal
- Pemeriksaan kimia darah termasuk pemeriksaan fungsi hati dan ginjal [1]
Pemeriksaan Pencitraan
Pemeriksaan MRI kepala dilakukan bila terdapat kecurigaan tumor hipofisis. Pemeriksaan mammography tidak rutin dilakukan dan jarang diperlukan pada kasus adolescent gynecomastia.[1,2]
Pemeriksaan Histopatologis
Pada beberapa pusat kesehatan, pemeriksaan histopatologis dilakukan pada jaringan payudara yang dieksisi. Pemeriksaan tersebut dilakukan untuk mengantisipasi kemungkinan keganasan pada jaringan payudara. Koshy et al. melalui penelitiannya menyatakan bahwa pemeriksaan ini tidak perlu rutin dilakukan karena angka kejadian kanker pada kasus gynecomastia pria sangat rendah. Pemeriksaan histopatologis hanya dilakukan bila ada kecurigaan yang mengarah pada keganasan atau atas permintaan pasien.[5]