Penatalaksanaan Pioderma
Penatalaksanaan pioderma dibagi menjadi penatalaksanaan umum dan spesifik.
Penatalaksanaan Umum
Secara umum, prinsip tata laksana pada pioderma sama. Pertimbangan yang diambil dalam memutuskan terapi adalah luas lesi, berat infeksi, ada tidaknya supurasi, riwayat alergi obat, dan penyulit.
Pasien pioderma superfisialis umumnya memiliki keadaan umum yang baik dan dapat berobat jalan. Terapi yang diberikan umumnya adalah terapi topikal, kecuali pada lesi yang luas. Infeksi seperti erisipelas dan selulitis umumnya lebih berat sehingga dapat dipertimbangkan untuk rawat inap.
Pengobatan Topikal
Antibiotik topikal yang dapat diberikan adalah salep/krim mupirocin 2%, asam fusidat 2%, neomisin, dan basitrasin. [3] Antibiotik diberikan 2-3 kali sehari selama satu minggu.
Kloramfenikol topikal kurang direkomendasikan karena tidak terlalu efektif pada kasus pioderma [3]
Pada luka basah dengan banyak pus atau krusta, lakukan kompres terbuka yang diganti tiga kali sehari selama masing-masing satu jam, dapat menggunakan:
- Kalium permanagat 1/5000
- Rivanol 1‰
- Povidon iodine, larutkan 10 kali [3]
Pengobatan Sistemik
Obat dari golongan beta-laktam, yaitu kelompok penisilin dan sefalosporin, merupakan pilihan utama pada terapi sistemik pioderma, baik untuk pemberian obat oral maupun secara injeksi. [3] Karena sering disebabkan S.aureus yang umumnya membentuk penisilinase, maka disarankan menggunakan penisilin yang tahan penisilinase sebagai pilihan utama, misalnya:
- Kloksasilin 4 x 250 mg, atau 50 mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis
- Amoxicillin klavulanat 3 x 500 mg, atau 25 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis
Pilihan lain antibiotik antara lain:
- Cefadroxil 2 x 500-1000 mg
- Klindamisin 15 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis
- Azitromisin 1 x 500 mg pada hari pertama, dilanjutkan 1 x 250 mg pada hari kedua hingga kelima
- Eritromisin 4 x 500 mg, atau 20-50 mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis [2,3]
Pada infeksi berat, misalnya selulitis dan erisipelas, disarankan menggunakan antibiotik intravena, boleh secara eksklusif maupun dikombinasikan dengan antibiotik oral. Sama seperti terapi oral, perlu juga mempertimbangkan penggunaan antibiotik yang tahan terhadap penisilinase sebagai pilihan. Antibiotik yang dapat dipakai misalnya:
- Ampisilin-sulbaktam 3 gram/6 jam
- Cefazolin 1-1,5 gram/8 jam
-
Vankomisin 1 gram/12 jam pada methicillin resistant S. aureus (MRSA)
Terapi simptomatik dapat diberikan sesuai kebutuhan, misalnya pemberian antipiretik untuk demam dan antihistamin untuk pruritus. [2]
Penatalaksanaan Spesifik
Penatalaksanaan spesifik pada pioderma bergantung pada jenis pioderma yang diderita pasien.
Impetigo Krustosa
Terapi topikal menjadi pilihan utama, kecuali lesi luas. Golongan penisilin merupakan drug of choice pada terapi oral kasus impetigo, sementara pada pengobatan topical dapat menggunakan mupirocin. [7]
Infectious Disease Society of America (IDSA) merekomendasikan pemeriksaan pewarnaan Gram sebelum terapi, namun juga dibenarkan untuk memulai terapi tanpa pemeriksaan tersebut pada presentasi klinis yang jelas atau khas. IDSA juga merekomendasikan pemberian antibiotik sistemik pada daerah dengan wabah glomerulonefritis akut pascastreptokokus (GNAPS) guna membasmi sirkulasi strain Streptococcus terkait dari komunitas. [4]
Impetigo Bulosa
Bula yang belum pecah diinsisi, kemudian diberikan salep antibiotik. [1] Pilihan salep topikal yang direkomendasikan adalah mupirocin [4,7]. Asam fusidat kurang direkomendasikan karena semakin banyak ditemukan resistensi obat ini pada S. aureus. [7]
Antibiotik sistemik dapat diberikan bila lesi luas. Karena kasus ini sering disebabkan S. aureus termasuk MRSA, maka antibiotik seperti cefalosporin dan amoxicillin klavulanat menjadi pilihan utama. [2]
Infeksi Folikel
Pemeriksaan pewarnaan Gram, kultur, dan resistensi sebelum memulai terapi direkomendasikan bila klinis berat, misalnya lesi luas. [4] Prinsip terapi sama seperti impetigo, yaitu antibiotik topikal sebagai pilihan utama dan antibiotik sistemik bila lesi luas atau ada tanda inflamasi sistemik. [2,4]
Mengingat penyebab tersering adalah S.aureus, IDSA menyarankan pemberian antibiotik sistemik yang aktif melawan MRSA pada pasien dengan gejala inflamasi sistemik atau imunitas menurun. [4]
IDSA merekomendasikan tindakan insisi dan drainase pada lesi yang purulen, terutama furunkel besar dan karbunkel. [4]
Ektima
Terapi pada ektima sama dengan prinsip terapi impetigo krustosa maupun bulosa.
Erisipelas
Bila menyerang tungkai, maka lakukan elevasi tungkai dengan posisi lebih tinggi dibandingkan jantung. [1] Pemberian antibiotik sistemik lebih disarankan pada kasus erisipelas. Antibiotik kelompok penisilin, baik dalam bentuk oral maupun intravena merupakan pilihan utama. [2]
Selulitis dan Flegmon
Pemberian antibiotik sistemik gologan penisilin maupun sefalosporin merupakan pilihan utama pada kasus selulitis. MRSA jarang terjadi pada selulitis, kecuali pada individu yang terbukti terinfeksi MRSA di bagian tubuh lain.
Pada selulitis pedis, sering muncul fisura, maserasi, maupun skuama pada sela sela jari. Masalah ini perlu diterapi juga karena menjadi tempat bersarang patogen. [4]
Staphylococcal Scalded Skin Syndrome
Terapi pada Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (SSSS) menggunakan konsep yang sama dengan tata laksana luka bakar. Tata laksana awal di unit gawat darurat adalah terapi suportif berupa:
- Medikasi luka topikal
- Pencegahan hipotermia
- Resusitasi cairan awal dengan Ringer Laktat, dengan jumlah awal sebanyak 20 ml/kg secepatnya
-
Maintenance cairan sesuai luka bakar, yang memperhitungkan adanya cairan yang hilang akibat kulit yang mengelupas
- Pasien dapat dirawat di unit luka bakar bila tersedia
Karena disebabkan oleh S. aureus, maka sebaiknya memilih antibiotik yang tahan penisilinase, misalnya kloksasilin dan amoxicillin klavulanat. Pilihan lain adalah klindamisin dan sefalosporin. Vankomisin dapat diberikan pada kasus MRSA. [6]