Membedakan Pyoderma Gangrenosum dari Gangrene

Oleh :
dr. Sonny Seputra, Sp.B, M.Ked.Klin, FINACS

Manifestasi klinis pyoderma gangrenosum sering sulit dibedakan dengan gangrene, sehingga dapat terjadi misdiagnosis dan kesalahan terapi. Padahal, jika pyoderma gangrenosum diterapi sebagai gangrene, lesi bisa memburuk dan meninggalkan sekuele.

Pyoderma gangrenosum adalah penyakit kulit akibat inflamasi kronis yang kambuh-kambuhan, dengan gejala berupa nyeri yang hebat dan sering meninggalkan parut berbentuk kribriformis. Pyoderma gangrenosum diperkirakan mempengaruhi 3 hingga 10 per 1.000.000 individu per tahun, paling sering terjadi di usia 20-50 tahun, dengan proporsi wanita lebih banyak dibandingkan laki-laki.[1,2]

Crohnie, Wikimedia Commons, 2002-min

Secara klasik, lesi pyoderma gangrenosum berawal dari papula, papulopustula, atau vesikel, lalu berkembang menjadi ulkus yang nyeri dan membesar dengan cepat. Penyembuhannya sering meninggalkan parut yang menyebabkan gambaran kecacatan pada kulit. Lesi dapat muncul tunggal atau multipel dan paling sering muncul di ekstremitas inferior, gluteus, dan abdomen. Sebanyak 25-50% lesi terjadi akibat trauma minor dan merupakan proses pathergy, sehingga kondisi ini tidak bisa diterapi dengan pembedahan atau debridemen.[3]

Pyoderma gangrenosum awalnya dianggap sebagai penyakit infeksius, namun saat ini sudah diketahui bahwa patogenesisnya melibatkan inflamasi neutrofilik yang sering berkaitan dengan penyakit autoimun, inflamasi kronik, atau neoplasma. Klinis penyakit ini sering sulit dibedakan dengan gangrene dan tidak membaik dengan antibiotika ataupun perawatan luka operatif.[4]

Membedakan Karakteristik Pyoderma Gangrenosum dari Gangrene

Diagnosis pyoderma gangrenosum cukup sulit dan sering terlambat. Selain itu, sering juga terjadi kesalahan diagnosis (misdiagnosis). Varian klinis dari penyakit ini sangat beragam, mulai dari tipe ulseratif klasik, pustular, bulosa, hingga granulomatosa superfisial. Morfologinya juga tumpang tindih dengan penyakit neutrofilik lainnya.[5]

Meskipun disebut pyoderma, pyoderma gangrenosum bukan penyakit infeksi. Sedangkan pada gangrene, nekrosis jaringan terjadi akibat adanya infeksi yang hebat.

Umumnya, lesi pada pyoderma gangrenosum memiliki tepi yang eritematosa, yang pada pemeriksaan histopatologi akan tampak penumpukan neutrofil di dermis. Pada pemeriksaan kultur jaringan, tidak akan didapatkan pertumbuhan patogen (negatif). Berbeda dengan gangrene, yang pada pemeriksaan kultur sering didapatkan pertumbuhan patogen penyebab (positif).[7,8]

Pyoderma gangrenosum diketahui terkait dengan beberapa penyakit. Yang paling umum adalah arthritis (ankylosing spondylitis, dan rheumatoid arthritis), penyakit Crohn, dan gangguan mieloproliferatif atau gammopati monoklonal. Sedangkan, penyakit gangrene bisa berkaitan dengan diabetes mellitusaterosklerosis, atau penyakit arteri perifer.[7]

Penggunaan Kriteria Diagnostik Pyoderma Gangrenosum

Pada kondisi yang meragukan, perlu dipertimbangkan penggunaan kriteria diagnostik pyoderma gangrenosum. Diperlukan 2 kriteria mayor dan paling sedikit 1 kriteria minor untuk menegakkan diagnosis.

Kriteria mayor antara lain:

  • Perkembangan cepat dari ulkus yang nyeri, nekrolitik, dengan tepi ulkus ireguler dan kasar
  • Eksklusi dari penyebab ulkus kulit yang lain

Kriteria minor antara lain:

  • Riwayat sugestif pathergy atau temuan klinis berupa parut kribiformis
  • Adanya penyakit sistemik lain terkait pyoderma gangrenosum
  • Hasil histopatologi yang khas (infiltrasi neutrofil dermis yang steril)
  • Respon terapi yang baik terhadap pemberian steroid[9]

Terapi Pyoderma Gangrenosum Dibandingkan Gangrene

Terapi pyoderma gangrenosum sangat berbeda dibandingkan terapi gangrene. Penyakit gangrene, misalnya Fournier gangrene, diterapi dengan operasi debridemen untuk membuang jaringan nekrotik dan disertai pemberian antibiotik spektrum luas. Bila diterapi sebagai gangrene infeksius, lesi pyoderma gangrenosum tidak akan sembuh, dan justru bisa memburuk. Hingga saat ini, belum ada terapi standar baku untuk pyoderma gangrenosum. Obat kortikosteroid topikal dan sistemik digunakan sebagai lini pertama, sedangkan imunosupresan lain dan sitostatika dapat diberikan sebagai steroid-sparing agent.[10,11]

Selain pemberian kortikosteroid, tata laksana pyoderma gangrenosum perlu melibatkan terapi penyakit yang terkait. Misalnya, plasmaferesis atau apheresis granulosit pada pasien leukemia, atau thalidomide pada pasien dengan sindrom mielodisplastik.[4,12]

Kesimpulan

Pyoderma gangrenosum memiliki karakteristik klinis yang mirip dengan gangrene, sehingga kesalahan terapi dan diagnosis dapat terjadi. Jika pyoderma gangrenosum diberikan terapi seperti pada gangrene infeksius, yaitu antibiotik dan debridemen, maka lesi akan tidak akan sembuh dan bahkan memburuk karena penyakit ini berhubungan dengan proses pathergy. Penggunaan kriteria diagnostik dapat membantu membedakan pyoderma gangrenosum dari penyakit gangrene.

Meskipun memiliki nama pyoderma, perlu diketahui bahwa pyoderma gangrenosum bukan merupakan penyakit infeksi. Berbeda dari gangrene, terapi pada pyoderma gangrenosum melibatkan penggunaan steroid dan tata laksana penyakit yang berkaitan, misalnya penggunaan thalidomide pada pasien pyoderma gangrenosum yang berkaitan dengan sindrom mielodisplastik.

Referensi